Mesir  

Indonesia Penyumbang Biodiversitas Laut Terbesar Dunia

Avatar photo
Napaleon Wrasse (Cielinus Undulates)

Indonesia adalah salah satu negara yang menandatangani kesepakatan Konferensi Keanekaragaman Hayati Perserikatan Bangsa Bangsa atau PBB dari 157 negara yang melakukan ratifikasi. Konferensi tingkat tinggi itu dimulai pada 1994 dan berlangsung dalam dua tahun sekali.

Pada edisi 2018 ini, konferensi digelar di Sharm El Sheikh, Mesir, sejak 14-29 November. Pertemuan terbatas ini memiliki strategi dan rencana aksi untuk panduan negara-negara yang menandatangani kesepakatan. Kesepakatannya untuk melindungi dan mengurangi hilangnya keanekaragaman hayati dunia. Ini juga mendukung Protokol Nagoya sebagai perjanjian internasional yang berisi aturan untuk mengakses dan berbagi penggunaan sumber daya genetik antarnegara.

Pengataman Kieraha.com, tampak beberapa delegasi dari Indonesia; Kementerian Luar Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Koordinator Bidang Maritim, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta NGO dan Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di antaranya.

Hagi Yulia Sugeha, salah satu delegasi Indonesia dari Pusat Penelitian Oceanografi (P2O) LIPI, saat disambangi Kieraha.com, mengatakan Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki potensi SDA melimpah, terutama biodiversitas laut terbesar di dunia.

BACA JUGA  Waspada Peningkatan Aktivitas Gunung Gamalama di Ternate

Kekayaan itu, menurut Yulia, disebabkan letak Indonesia yang berada di segitiga terumbu karang. “Dari coastal segitiga terumbu karang ini Indonesia merupakan penyumbang paling besar untuk biodiversitas laut dunia,” kata Yulia di Convention International Center, Sabtu.

Yulia mengatakan kehadiran delegasi Indonesia dalam UN CBD adalah untuk mendukung target kekayaan keanekaragaman hayati. Prioritas Indonesia, di antaranya adalah terumbu karang (coral reef) yang terkait dengan keamanan genetika perairan tanah air. “Untuk sumber daya genetik ini, kalau kita kaitkan dengan Convention Biological on Diversity (CBD) maka terdapat tiga prioritas utama; yaitu gen, spesies, dan ekosistem. Ekosistem yang dimaksud adalah terutama terumbu karang, serta ekosistem yang ada di sekelilingnya,” ujar Yulia.

“Di situ ada seagrass (padang lamun) dan mangrove. Kalau yang ke arah laut ya pelagik atau laut terbuka itu sendiri. Jadi ekosistem pelagik itu yang paling banyak digarap di Indonesia dan itu adalah coral reef,” kata Yulia melanjutkan.

BACA JUGA  Waspada Peningkatan Aktivitas Gunung Gamalama di Ternate

Yulia mengemukakan, lebih dari 300 spesies coral yang diteliti terdiri dari hard coral dan soff coral. Indonesia pun menjadi walidata untuk lamun dan mangrove. “Inilah yang disampaikan dalam konferensi tersebut. Yang menyangkut dengan tutupan mangrove berapa dan seagrass berapa. Untuk mangrove, kami bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Karena mangrove sebagian masih dianggap hutan,” kata Yulia.

Konferensi tersebut juga membahas sumber daya genetik dari laut. Pembahasan dimulai dari gen, spesies, sampai ekosistem. “Semuanya terkait dan kami dari Indonesia diminta untuk menginformasikan kondisi terkini dengan kegiatan sumber daya genetik itu. Kami ditanya soal digital sequence information (DSI),” sambung dia.

Mengarah ke Bisnis Obat dan Kosmetik

Yulia mengemukakan, dalam pemahaman CBD ke-14 itu, spesies dan ekosistem yang akan dikaji biodiversitasnya itu mengarah sumber daya genetik. Ini menjadi perhatian karena pemanfaatan nilai dan manfaatnya demi manusia di bumi.

Hagi Yulia Sugeha. (Kieraha.com/Hairil Hiar)

“Sedangkan ekosistem dan spesies yang disampaikan akan fokus pada masalah konservasi lingkungan. Meski begitu, Indonesia akan berhati-hati dengan informasi yang disampaikan dalam konferensi ini. Sebab belakangan mereka (Sekretariat CBD 14) meminta lewat digital sequence information, Indonesia diminta berbagi tentang sumber daya genetik. Nah, di sini Indonesia akan lebih hati-hati karena kita tahu punya sumber daya paling tinggi di dunia dan itu potensial untuk obat-obatan dan kosmetik,” kata Yulia.

BACA JUGA  Waspada Peningkatan Aktivitas Gunung Gamalama di Ternate

Menurut Yulia, andai ada upaya pemanfaatan, maka Indonesia akan mempertimbangkan Akses Benefit Sharing (ABS). Indonesia pun akan memperjuangkan itu. “Kalau memang terjalin kerjasama ya kita harus lihat, negara-negara di luar itu seperti apa posisinya dan pendapatnya. Kalau menguntungkan Indonesia ya kita support, kalau itu merugikan ya kita akan intervensi. Jadi itu saja yang kita coba persiapkan,” tegas Yulia.

Benefit sharing yang diinginkan Indonesia dalam konferensi ini adalah berbagi informasi. Jadi, Indonesia berbagi data dan negara lain membagi ilmu pengetahuan dan teknologi.

*Artikel ini sebelumnya telah diterbitkan di situs Beritagar.id dengan judul Indonesia bahas sumber daya genetik dengan anggota PBB di Mesir pada 18 November 2018