Pendapatan Hadi Sukardi menurun. Situasi sekarang yang ia hadapi tak lagi sama. Keinginan untuk dapat uang setiap hari Rp 100 ribu terhalang pandemi virus corona.
Sebelum pandemi, bapak dua anak itu selalu membawa pulang uang untuk istri sebesar Rp 100-150 ribu per hari. Uang dengan jumlah ini mulai sulit didapat semenjak pandemi.
“Kalau sekarang paling banyak Rp 20 ribu. Itu sudah bersih,” kata Hadi, salah seorang tukang ojek, yang mangkal di depan Pasar Bahari Berkesan, Gamalama, Sabtu 11 Juli 2020.
Hadi menyadari pekerjaannya itu berisiko tinggi terhadap ancaman penularan virus corona Covid-19. Meski begitu, warga Kelurahan Sangaji, Kecamatan Ternate Utara, itu tetap bekerja untuk menyambung hidup.
“Mau bagaimana, ini sudah jadi pekerjaan saya. Kalau tidak ojek anak istri makan apa. Belum lagi untuk kebutuhan yang lain,” ujar dia.
Nurhayati, salah seorang pedagang di Pasar Barito mengatakan bahwa sejak 23 Maret hingga 14 Juli 2020, ia melakukan aktivitas berdagang buah pisang seperti biasa.
Aktivitas ibu lima anak itu nyaris dilakukan setiap hari di kawasan pasar pusat kota Ternate itu. Bahkan sampai sekarang, wanita 52 tahun itu terlihat sehat dan kuat melayani pembeli.
“Mama sudah lima bulan ini jualan terus. Sebelum corona sudah jualan begini,” kata Nurhayati, yang saat ditemui memakai APD lengkap berupa masker dan sarung tangan.
Yang dikeluhkan Nurhayati saat ini adalah akibat dari pandemi corona telah membuat penghasilannya menurun hingga 50 sampai 60 persen dalam sehari dari hasil penjualannya.
Warga Kelurahan Jambula, Ternate Pulau itu mengaku, setiap melakukan pembelian pisang bisa mencapai 10-15 pohon. Pisang yang dibeli itu kemudian dijual di Kawasan Pasar Barito.
“Sebelum virus corona (mewabah), biasanya laris sampai 15 pohon. Sekarang 5 pohon saja susah. Banyak yang tidak datang belanja (di pasar), juga di sekolah-sekolah yang biasa pesan pisang masih tutup,” ucapnya.
Warga yang Mulai Apatis
Pandemi virus corona ini tak hanya berdampak pada menurunnya pendapatan Hadi dan Nurhayati. Dampak pandemi yang sudah berlangsung sekitar 5 bulan itu mulai memicu ketidakpercayaan warga masyarakat di Ternate akan keberadaan wabah corona.
Pengamatan kieraha.com, sikap apatis yang mulai ditunjukkan warga di saat jumlah kasus positif semakin bertambah ini berlangsung di sebagian besar wilayah kelurahan di Ternate.
Penerapan social distancing dan physical distancing seakan tak pernah disosialisasikan ke warga tersebut. Karena yang muncul saat ini justru seakan virus corona tak pernah ada.
“Bagaimana mau percaya, orang yang tertular virus saja kita tidak tahu ada di mana,” kata Sahdan, salah satu warga Kelurahan Sangaji Utara, Ternate Utara, Selasa 14 Juli 2020.
Menurut Sahdan, adanya kondisi ini membuat sebagian warga tidak percaya akan keberadaan corona Covid-19. Bagi mereka, virus corona tetap ada, namun keberadaannya justru dibesar-besarkan.
Bahkan, dari hasil penelusuran kieraha.com, banyak warga di beberapa kelurahan yang mulai tidak peduli dengan adanya virus yang terkonfirmasi membunuh ribuan orang di Indonesia saat ini.
Alhasil, dari informasi yang diperoleh warga ini berdampak pada saat mereka melakukan aktivitas di luar rumah, banyak yang tidak mengikuti anjuran jaga jarak dan pakai masker.
Anggota Komisi III DPRD Kota Ternate, Nurlela Syarif mengaku, prihatin dengan masyarakat Ternate saat ini. Di saat jumlah kasus masih sedikit justru penanganan lebih diperketat. Namun kondisi ini berbalik 90 derajat setelah jumlah kasus semakin hari bertambah.
“Hasil evaluasi Komisi III DPRD mendapatkan banyak masyarakat yang saat ini mulai apatis. Sebagian lagi percaya namun tidak taat protokol kesehatan dan sebagiannya sudah tidak percaya akan virus corona ini,” kata Nurlela, ketika dikonfirmasi kieraha.com.
Nurlela menyatakan, indikasi adanya sikap apatis warga itu juga dipicu karena komunikasi dan pelayanan kesehatan dari Gugus Tugas Covid-19 yang saat ini tidak berjalan maksimal.
Kelurahan-kelurahan yang diharuskan menjadi perhatian utama memutus rantai penularan virus justru tidak dibekali dengan anggaran yang dialokasikan untuk penanganan.
Bahkan, lanjut Nurlela, ketersediaan tenaga medis di Ternate saat ini tidak berimbang dengan jumlah kasus yang semakin hari terus bertambah. Dokter ahli paru yang menangani virus pun hanya dua.
“Diperparah lagi dengan jumlah tenaga medis di Ternate yang sudah terpapar, menyebabkan rasio antara peningkatan kasus, jumlah penduduk dan tenaga medis ini tidak lagi berimbang,” ucapnya.
Sekretaris Kota Ternate Jusuf Sunya mengatakan bahwa kondisi yang ada saat ini terjadi wajar jika ada masyarakat yang beranggapan virus corona Covid-19 tidak ada.
Tetapi bagi pemerintah, menurut dia, akan terus melakukan sosialisasi mengenai protokol pencegahan ini. Terutama wajib masker yang sudah diatur berdasarkan Perwali Nomor 14.
“Hari ini mereka tidak dengar besok kita ingatkan lagi, jadi tugas pemerintah seperti itu harus selalu mengingatkan masyarakat agar tetap patuh (protokol kesehatan),” katanya.
Kepala Bidang Kajian Epidemiologi Maluku Utara, Irwan Mustafa menjelaskan, bagi masyarakat yang tidak lagi percaya atau belum percaya virus corona Covid-19 itu merupakan konsekuensi dari penyakit baru yang bisa menimbulkan wabah.
“Jadi ini satu konsekuensi dari hadirnya penyakit baru yang menimbulkan wabah atau dalam istilah kesehatan new emerging disease. Juga karena virus ini belum ada obat yang bisa mencegah penularannya,” kata Irwan.
Rekomendasi Tim Epidemiologi
Irwan merekomendasikan, sesuai hasil kajian tim epidemiologi bahwa langkah yang harus dilakukan Pemkot Ternate adalah penguatan kapasitas Gugus Tugas Kelurahan, RT dan RW.
Penguatan kapasitas ini, salah satunya adalah Tim Gugus Tugas Kelurahan hingga RT itu diberikan pemahaman terkait pandemi corona Covid-19, sehingga tim gugus tugas ini bisa bekerja sesuai dengan pemahaman atau pengetahuan yang didapatkan.
“Jikalau tidak dibekali pemahaman maka konsekuensinya kerja tidak maksimal. Padahal tim gugus tugas ini yang utama memutus rantai penyebaran Covid-19,” lanjut Irwan.
Ia menegaskan, bila perlu pengurus lingkungan masing-masing RT itu diberikan kewenangan berdasarkan konsensus dan dilibatkan secara bersama untuk menegakan standar kesehatan.
“Dengan demikian aparat pemerintah di tingkat atas bisa berkonsentrasi untuk mencegah Covid-19 di wilayah-wilayah interaksi publik di luar permukiman. Prinsipnya berperang melawan Covid-19 ini harus bersama-sama dan tidak hanya di atas yang bekerja. Kuncinya bahwa kita semua melakukan langkah-langkah yang sistematis dan konsisten, kalau tidak maka dampaknya lebih sulit untuk mengatasi pandemi virus ini, biayanya akan tambah besar, korban semakin banyak, dan akhirnya muncul bencana multi dimensi,” jelas Irwan.