Hasby Konoras mengantar saya ke sebuah monumen, di Pesisir Tanjung Rum, Tidore Utara, sekitar 0,39 mill laut arah barat Pulau Maitara.
Tonggak peringatan berbentuk tugu beton berlapis marmer hitam yang sebagian tulisannya memulai memudar itu berdiri tegak sejak 23 Maret 1993 lalu. Tugu ini untuk memperingati Juan Sebastian de Elcano beserta awak Kapal Victoria dan Trinidad. Dua kapal berbendera Kerajaan Spanyol itu berhasil melempar jangkar pertama kali di Pulau Tidore pada tanggal 8 November 1521 dalam pelayarannya mengelilingi dunia yang pertama.
Karena itu Kedutaan Besar Spanyol untuk Indonesia dan Kapal Latih Angkatan Laut Spanyol menyematkan kalimat, “Untuk memperingati Juan Sebastian de Elcano beserta awak Kapal Trinidad dan Victoria yang merapat di Pulau Tidore pada tanggal 8 November 1521 dan melanjutkan pelayarannya ke Spanyol pada tanggal 18 Desember 1521 dalam pelayarannya mengelilingi dunia yang pertama”. Rangkaian kata itu tidak hanya ditulis dalam Bahasa Indonesia tapi juga Bahasa Spanyol.
“Tanjung Rum, Kota Tidore Kepulauan, pada 500 tahun yang lalu, menjadi saksi sejarah kedatangan kapal Spanyol, yang tiba di wilayah Perairan Kesultanan Tidore,” kata Hasby kepada kieraha, Minggu (15/8) lalu.
Dalam buku Anthonio Garcias, Jose Louis Porras, “Spain and The Moluccas Galleons Around the Word” (1992), mengutip laporan Antonio de Pigafetta (pencatat kejadian resmi ekspedisi) menjelaskan sebenarnya misi pelayaran mencari wilayah penghasil rempah di dunia, yang kemudian mereka ketahui sebagai Maluku Utara ini awalnya melibatkan 5 buah kapal dengan 250 awak. Mereka berlayar dari Spanyol pada 20 September 1519.
Pelayaran ini melewati Samudera Atlantik, pantai timur Benua Amerika, Samudera Pasifik, Kepulauan Massava (Filipina). Pelayaran yang dibiayai oleh Kerajaan Spanyol ini di bawah kendali Fernando de Magelhaens (Ferdinand Magellan), seorang bangsawan asli Portugis yang mengabdi untuk Kerajaan Spanyol.
Antonio de Pigafetta mencatat pada hari Rabu 6 November 1521, kepulauan yang dulu disebut Maluco yang meliputi Ternate, Tidore, Makeang, Moti terlihat dari Kapal Victoria dan Trinidad.
Pada hari yang sama, dua kapal Spanyol ini pertama kali membuang jangkar di Pelabuhan Ternate. Dua hari kemudian akhirnya mereka merapat dan berlabuh di depan Pulau Tidore.
Berpindahnya kapal Spanyol ke Tidore ini karena mereka mendapatkan informasi bahwa orang-orang Portugis telah menguasai Pulau Ternate. Portugis berhasil mencapai Ternate sejak tahun 1512 di bawah pimpinan Fransisco Serrao. Namun pada saat itu, orang Portugis disebutkan belum mendirikan sebuah pusat perdagangan rempah.
Spanyol dan Portugis pada Abad Pertengahan adalah dua kerajaan besar di Eropa saat itu. Mereka adu tanding mencari daerah penghasil rempah. Armadanya berlayar cukup jauh dan sempat tersesat. Tidak sedikit tantangan alam yang dihadapi selama pelayaran bahkan menelan banyak korban di laut demi aroma cengkih di wilayah kepulauan ini.
Bagi orang Eropa dan dunia saat itu, cengkih memiliki nilai jual yang sama dengan minyak saat ini. Bahkan harga jual cengkih nilainya dikomparasikan sama dengan nilai emas. Jack Turner dalam buku Sejarah Rempah, Dari Eksotisme hingga Imperialisme, di Eropa pada saat itu, harga rempah bisa mencapai 1000 kali dari harga aslinya. Keuntungan yang cukup menggiurkan.
Jejak kedatangan ini juga diceritakan oleh M Amin Faruk, Juru Bicara Kesultanan Tidore, bahwa pelayaran kapal Spanyol ini dikenal dengan Ekspedisi Magelhaens. Namun Magelhaens sebelum mencapai Maluku Utara (Indonesia), terlibat dalam sebuah perang suku di Mariana (Filipina) pada 6 Maret 1521.
Dalam insiden itu membuat Magelhaens terbunuh dan tiga kapal diantaranya dibakar. Sisanya Kapal Victoria dan Trinidad beserta awak kapal yang lolos, berhasil berlayar hingga mencapai ke tempat tujuan terakhir di Maluku Utara.
“Kapal Victoria dan Trinidad merapat di Pulau Tidore tiga jam sebelum matahari terbenam, pada hari Jumat, 8 November 1521,” tutur Sejarawan Tidore ini ketika ditemui Minggu (15/8) lalu.
Kedatangan awak kapal Spanyol ini, lanjut Amin, sampai ke telinga Sultan Al Mansur, Sultan Kerajaan Tidore. Membawa beberapa pasukan Kesultanan Tidore, ia datang ke lokasi perairan. Sultan pun memberi izin dua kapal tersebut berlabuh dan lego jangkar di Perairan Tanjung Mareku, yang saat ini masuk Kelurahan Rum.
Yakub Husain, Kepala Dinas Pariwisata Kota Tidore menambahkan penyambutan yang dilakukan Sultan Al Mansur terhadap de Elcano bersama awak Kapal Victoria dan Trinidad membuktikan bahwa Tidore di masa lalu memperlakukan orang Spanyol seperti keluarga sendiri.
Hubungan antara Kerajaan Tidore dan Kerajaan Spanyol ini kemudian ditandai dengan tiga monumen, satu di antaranya adalah diletakkan di pesisir Pantai Tanjung Rum. Sedangkan dua monumen dibangun di Pantai Tugulufa dan Benteng Tahula, Soasio.
“Monumen ini untuk memperingati de Elcano beserta awak kapalnya pada 1521, hubungan antara Kesultanan Tidore dengan Kerajaan Spanyol pada 1610-1662, dan kunjungan Kapal Latih Juan Sebastian de Elcano dalam rangka peringatan kelima abad pelayarannya mengelilingi dunia pada Maret 2021,” ujar Yakub, ketika dikonfirmasi, di Soasio, Ibu Kota Tidore Kepulauan pada Senin (16/8) lalu.
Yakub menyebutkan, “Monumen tersebut memiliki nilai penting bagi rekonstruksi sejarah jalur rempah dunia di Maluku Utara dan Tidore pada khususnya. Karena sebelum laporan Pigafetta diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, jalur pelayaran dalam ekspedisi ini hanya ditulis sampai di Filipina.”
Namun dengan laporan itu, pihak Global Magellans Network Cities memasukkan Tidore sebagai bagian dari jalur rempah dunia. Dalam laporan Pigafetta menyebutkan kalau Tidore saat itu sudah berjaya.
Nilai sejarah dari peristiwa penting yang diangkat dalam pelayaran rempah dunia ini, berkaitan dengan 700 kuintal cengkih Tidore yang memenuhi palka atau gudang barang Kapal Victoria, dan dibawa ke Spanyol pada 18 Desember 1521.
Sejarah pengangkutan rempah ini, lanjut Yakub, menjadi latar belakang Spanyol membuat peringatan 500 tahun jalur rempah, selama dua hari di Tidore, tanggal 27 hingga 28 Maret 2021 lalu. Dalam peringatan ini, Tidore masuk sebagai Anggota Global Magellans Network Citie atau GMNC.
“Nilai penting yang didapatkan Tidore terkait Spanyol memperingati jalur pelayaran rempah dunia adalah sebuah jati diri Tidore yang diangkat kembali,” ujar Yacub.
Ia menambahkan tindak lanjut hubungan ini dilakukan kesepakatan antara Pemerintah Kota Tidore (Indonesia) dan Seville, Spanyol sebagai Kota Bersaudara.
“Hubungan ini diwujudkan dengan beberapa program, yaitu pengembangan sejarah budaya dari dan ke Tidore dan Spanyol, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta peningkatan kunjungan wisata,” katanya.
Maria Prada Gonzales, Wakil Dubes Spanyol untuk Indonesia menambahkan, perjalanan Juan Sebastian de Elcano kembali ke Eropa dilakukan melalui Pasifik. Perjalanan ini merupakan langkah berani Elcano saat itu untuk mengelilingi dunia pertama kali.
“Keputusan ini ditentukan di Maluku. Sedangkan Trinidad yang mengejar rencana awal untuk kembali ke Amerika melalui Pasifik tetapi tenggelam di sekitar (Perairan Kastela) Ternate,” sebut Maria, ketika dikonfirmasi melalui telepon oleh kieraha pada Selasa (24/8) malam.
Ia menambahkan para awak kapal yang terdaftar dalam Ekspedisi Magelhaens yang kemudian dilanjutkan oleh de Elcano hingga mencapai Maluku selama 43 hari dan kembali berlayar ke Eropa ini, tidak hanya dari warga Spanyol. Mereka diantaranya dari warga Portugal, Belanda, Irlandia, Inggris dan Melayu.
Peringatan 500 tahun sejak penjelajahan pertama dunia oleh de Elcano merupakan tonggak penting dalam sejarah dunia. “Juga merupakan awal dari hubungan antara Spanyol dan Indonesia,” tambah Maria.
Baca juga laporan terkait sebelumnya Kejayaan Cengkih Pulau-Pulau di Bawah Angin yang Hilang dan artikel terkait selanjutnya Perlu Revitalisasi Kejayaan Cengkih Maluco