Mansur Muhamad mulai was-was. Lelaki 46 tahun ini khawatir dengan dataran tinggi di belakang rumahnya, di Lingkungan RT04 RW02, Kelurahan Takome, Kecamatan Ternate Barat, setiap tahun longsor diterpa ombak pantai.
Pengikisan tanah di daerah pesisir pantai belakang rumah Mansur juga diakibatkan oleh naiknya permukaan air laut.
BACA JUGA Sampah Menggunung hingga Terumbu Karang Rusak
Mansur mengemukakan, lokasi tebing yang menyusut ke daratan mengancam pemukiman warga dan objek wisata di pantai setempat.
“Bibir pantai yang setiap tahun bergeser ke daratan ini karena abrasi,” kata Mansur, begitu disambangi kieraha.com, di lokasi Pantai Takome, Ternate, Rabu kemarin.
Menurut Mansur, abrasi atau proses pengikisan tanah di daerah pesisir pantai ini semakin nyata dirasakan warga pasca proyek reklamasi di wilayah Kota Ternate.
“Sejauh ini warga (di Takome) tidak memperjualbelikan pasir pantai sini,” lanjut dia.
Dampak abrasi di dataran ini menyebabkan tanaman kelapa dan pohon besar tumbang.
“Khusus tiga tahun terakhir sudah sekitar 4 meter lebih bibir pantai di sini bergeser ke daratan. Pohon besar yang ada di pesisir pantai ini sampai roboh,” katanya.
Abrasi pantai tak hanya disebabkan oleh reklamasi di pusat kota Ternate. Pemanasan global melelehkan es di Kutub Utara dan Selatan juga bagian dari permukaan laut setempat naik.
BACA JUGA Mereka yang Terancam di Pulau Ternate
Dampak perubahan iklim ini semakin terasa kala berada di pulau-pulau kecil wilayah Maluku Utara dan Indonesia pada umumnya. Khusus di Pulau Ternate, sejak tahun 1948 hingga 1980-an, jarak pemukiman warga pesisir Ternate masih 100 meter dari bibir pantai. Jarak ini telah berpindah sampai di belakang rumah warga pesisir setempat.
Gambaran paling nyata bisa ditemukan di wilayah pemukiman penduduk di Kecamatan Pulau Ternate dan Ternate Selatan. Dampak terparah tercatat diantaranya di Rua.
Mitigasi dan Adaptasi
Pengamatan kieraha.com, dalam menghadapi dampak perubahan iklim ini belum nyata dilakukan oleh pemerintah setempat. Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sampai sekarang nyaris belum dirasakan. Sampai saat ini proyek reklamasi pantai masih terus direncanakan dan dilakukan. Bahkan, kawasan Hutan Mangrove Manggadua di pusat kota Ternate yang menjadi salah satu proses adaptasi perubahan iklim paling nyata pun nyaris habis (ditebang).
Proses adaptasi yang nyata dirasakan hanya bersifat pembangunan tanggul penahan ombak di sepanjang pesisir pantai Kecamatan Ternate Tengah hingga Ternate Utara.
Mansur menceritakan, upaya mengantisipasi dampak abrasi pantai di wilayah Kelurahan Takome sudah dilakukan. Setiap tahun melalui Rapat Musrenbang, pihak RT dan Kelurahan setempat melakukan pengusulan untuk pembuatan tanggul penahan ombak.
“Sampai sekarang belum ada realisasi. Wali kota berganti wali kota, gubernur berganti gubernur, DPRD berganti DPRD tapi begini sudah. Mereka tidak mau lihat torang pe hidup,” lanjut Mansur.
Ia berharap, adanya perhatian dari Pemkot Ternate (periode Wali Kota M Tauhid Soleman dan Wakil Walikota Jasri Usman) untuk penanganan dampak dari perubahan iklim ini.
“Kalau dibiarkan terus nanti tambah parah,” sambungnya.