Petaka di Puncak Gosale

Avatar photo

Pemerintah Provinsi Maluku Utara pada 2016 menerbitkan 27 Izin Usaha Pertambangan. Puluhan IUP itu disebut abal-abal sebab prosesnya tidak memiliki kajian teknis.

Puluhan IUP yang dikeluarkan tersebut dilihat berdasarkan Daftar SK Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba. Puluhan IUP yang diterbitkan itu hanya satu yang resmi dilakukan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2015 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Perizinan Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dari 27 IUP yang ditemukan itu, empat di antaranya dikeluarkan kepada PT Halmahera Jaya Mining Nomor: 198.5/KPTS/MU/2016 tentang IUP peningkatan operasi produksi, PT Budhi Jaya Mineral Nomor: 315.1/KPTS/MU/2016 tentang IUP Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, CV Orion Jaya Nomor: 303.1/KPTS/MU/2016 tentang persetujuan IUP Eksplorasi menjadi IUP operasi produksi, dan PT Kieraha Tambang Sentosa Nomor: 282.1/KPTS/MU/2016 tentang peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP operasi produksi logam emas dengan luas areal 8.244 hektare.

“Puluhan IUP abal-abal ini dikeluarkan secara diam-diam oleh pemerintah provinsi melalui Surat Keputusan Gubernur Abdul Gani Kasuba,” kata Sahril Tahir, Sekretaris Komisi III DPRD Maluku Utara saat dihubungi beberapa waktu lalu.

BACA JUGA

Gubernur Maluku Utara Terancam Berurusan dengan KPK Terkait IUP Bermasalah

Dugaan di Balik Penerbitan IUP Bermasalah

Politikus Partai Gerindra itu mengemukakan, sejumlah IUP yang dikeluarkan tersebut tidak mengantongi kajian teknis maupun dokumen analisis dampak lingkungan.

Bahkan, kata dia, sebagiannya masuk pada areal sengketa tapal batas antara pemda Kabupaten Halmahera Utara dan Halmahera Barat. “Juga, pada 27 IUP yang diterbitkan ini tidak mengikuti proses sebagaimana ketentuan Undang-Undang,” katanya.

“Karena itu kami menduga ada proses mafia di dalam penerbitan IUP tersebut. Yang mana ada pihak-pihak yang sengaja mengejar keuntungan dari penerbitan IUP ini.”

Mantan Kadis Membenarkan

Sahril mengungkapkan, dalam proses dokumen IUP tersebut dikeluarkan atas nama mantan Kepala Dinas ESDM Maluku Utara, Rahmatia. Padahal pihaknya mengetahui di masa kepemimpinan Kadis ini tidak ada proses penerbitan IUP sebanyak itu.

“Ini artinya ada manipulasi dokumen yang diduga dilakukan oleh Kepala Dinas ESDM Sarifudin Manyila dengan cara membuat dokumen tanggal mundur,” ucapnya.

Mantan Kepala Dinas ESDM Maluku Utara Rahmatia membenarkan, sepanjang dirinya menjabat di Puncak Gosale hanya memproses satu IUP.

“Selama saya menjadi kepala dinas hanya satu kajian teknis yang saya keluarkan, yaitu kepada PT Shana Tova,” kata Rahmatia, kala dihubungi melalui telepon, Kamis (6/7/2017).

Dia mengungkapkan, pada masa kepemimpinan dirinya terdapat 21 IUP yang diterbitkan tanpa proses kajian teknis sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

“Ada sekitar 21 IUP yang dikeluarkan saat itu tanpa memproses izinnya. Bahkan penerbitan IUP itu tidak memiliki kajian teknis, meliputi kajian administrasi, teknis, lingkungan dan kajian finansial. Itu tidak dilakukan,” kata Rahmatia menjelaskan.

“Kalau kajian ini tidak ada maka IUP Produksi tidak boleh dikeluarkan,” sambungnya.

“Kalau sampai IUP Produksi dikeluarkan tanpa kajian teknis, maka sesuai peraturan perundang-undangan bisa dikenakan Pasal 165 UU Nomor 4 Tahun 2009, yang menjelaskan setiap orang mengeluarkan ÌUP yang bertentangan dengan Undang-Undang dan menyalahgunakan kewenangannya dapat diberi sanksi pidana 2 tahun.”

Sementara itu, sambung dia, masih ada 6 IUP yang diproses setelah dirinya tak lagi menjabat. “Juga ada 6 IUP yang diproses, tetapi bukan di masa saya. Yang mana masa jabatan saya (Kepala Dinas ESDM) itu berakhir pada 23 Mei 2016,” tambahnya.

Akankah Ditangani KPK?

Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba mengatakan akan mencabut 27 IUP itu. Menurutnya, pembatalan puluhan IUP tersebut karena terdapat kekeliruan.

“Iya (ada 27 IUP). Tetapi kalau ada kekeliruan, ya kita cabut saja,” kata gubernur ketika dikonfirmasi di lantai dua kantor gubernur, Puncak Gosale, jalan Raya Lintas Halmahera, Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan, Senin.

Saat ditanya, bagaimana dengan ibu Rahmatia, mantan Kepala Dinas ESDM Maluku Utara yang namanya dicatut dalam penulisan dokumen IUP terbitan 2016 itu, kata gubernur, dirinya hanya menandatangani Surat Keputusan (SK) berdasarkan disposisi.

“Saya hanya teken. (Soal nama mantan kadis) itu sudah melalui disposisi. Kalau memang umpamanya dorang (mereka) permasalahkan, ya saya batalkan,” katanya.

Komisi III DPRD Maluku Utara tetap melaporkan gubernur ke KPK meskipun mengatakan membatalkan kembali SK IUP tersebut. “Jadi pernyataan gubernur ini soal lain. Kita tetap komitmen menelusuri proses penerbitan 27 IUP yang dikeluarkan gubernur,” kata Sahril Tahir, Sekretaris Komisi III DPRD, ketika dihubungi, Selasa.

“Jika dalam proses penelusuran nantinya ditemukan ada masalah maka kita laporkan kasus ini ke KPK,” jelasnya.

“Ini kita lakukan setelah rapat dengan Kepala Dinas ESDM bersama instansi terkait. Kalau sampai ada manipulasi dokumen dan sebagainya, maka kita tindaklanjuti hasilnya ke KPK. Sebab masalah IUP ini telah ada korsup dengan KPK, di mana KPK meminta gubernur menyelesaikan ratusan IUP yang bermasalah. Tetapi sekarang bukan diselesaikan tapi malah membuat masalah baru,” kata Sahril memungkasi.