Perairan Maluku hingga Filipina Rawan Gempa dan Tsunami

Avatar photo
Pulau Ternate

IAGI Maluku Utara menyebutkan kawasan perairan Maluku yang memanjang hingga Kepulauan Filipina merupakan daerah yang rawan gempabumi dan tsunami.

Sekjen IAGI Maluku Utara, Budiluhur Nur Ali menyatakan, penyebab kerawanan itu karena kawasan perairan laut tersebut diapit oleh tiga lempeng tektonik utama.

“Lempeng tektonik itu masing-masing adalah lempeng Eurasia yang mendorong dari sisi barat, lempeng laut Filipina dari sisi timur, dan lempeng Australia dari sisi selatan,” kata Budiluhur, kepada kieraha.com, Senin (18/11/2019) malam.

BACA JUGA

Waspada Jika Gamalama Mengamuk

Ia menyebutkan, rumitnya tatanan tektonik di Bumi Para Raja (sebutan lain Maluku Utara) itu, selain menjadikannya sebagai kawasan seismik teraktif di bumi, juga membuat kawasan ini memiliki potensi terlanda gempa tektonik besar.

BACA JUGA  Uang Puluhan Miliar Masuk ke Rekening Sopir dan Ponakan Gubernur Maluku Utara

Ia menjelaskan, begitupun dengan tanah yang sangat subur di daerah kawasan kepulauan tersebut, yang merupakan dampak dari produk aktivitas jajaran gunung berapi aktif, sehingga menjadikan produksi rempah-rempah melimpah dan bermutu tinggi.

“Dan rempah-rempah ini telah dinikmati sejak era Mesir kuno dan turut mengubah wajah dunia khususnya sepanjang abad pertengahan,’’ ujarnya.

Aktivitas Merapi

Budiluhur menambahkan, akibat adanya aktifitas gunung berapi aktif yang disebabkan zona tumbukkan lempeng tektonik di kawasan ini yang menyebabkan daerah Kepulauan Maluku semakin kaya dengan adanya cebakan-cebakan mineral; emas, nikel, bijih besi, dan energi.

“Dan itu adalah dampak positif dari aktifitas gunung berapi,” sambungnya.

‘’Berbicara dampak positif pasti juga ada dampak negatifnya. Lebih tepat disebut dampak negatif, apabila kita kurang paham dan tanggap dalam menghadapinya. Yang dampak negatif dari aktivitas jajaran gunung berapi aktif itu bisa diambil beberapa contoh, yaitu gempa 7,3 magnitudo yang baru saja terjadi pada 14 November 2019, gempa 6,8 magnitudo yang terjadi pada 26 September 2019, dan gempa 7,1 magnitudo yang terjadi pada 7 Juli 2019. Gempa-gempa ini adalah sangat sedikit dari banyaknya gempa yang terjadi di daerah Kepulauan Maluku dan Maluku Utara. Gempa ini diambil sebagai contoh karena menyebabkan kepanikan dan kerusakan bangunan bagi penduduk sekitar,” tambahnya.

BACA JUGA  Kesaksian Perdana Gubernur Maluku Utara dan Mantunya di Sidang OTT KPK

Gelar Diskusi

Untuk menumbuhkan pemahaman tentang dampak negatif gempabumi dan tsunami, maka IAGI, kata Budiluhur, akan menggelar diskusi, pada Rabu 20 November 2019, di Ternate.

Diskusi dengan tema Sejarah Tsunami dan Seismisitas Halmahera ini, lanjut dia, mengutip kliptika Laut Maluku tentang Gempa dan Bumi Para Raja yang pernah menyandang pusat gravitasi dunia yang memicu lahirnya era penjelajahan samudera bagi bangsa Eropa.

Budiluhur mengemukakan, tujuan dari diskusi Evening TalkBabacarita Malam tentang Sejarah Tsunami dan Seismisitas Halmahera ini, sebagai salah satu langkah, menambah pemahaman tentang tsunami dan juga katalog yang memuat persebaran gempa, yang hanya meliputi gempa utama di Maluku Utara dan Pulau Halmahera.

BACA JUGA  Uang Puluhan Miliar Masuk ke Rekening Sopir dan Ponakan Gubernur Maluku Utara

Diskusi ini akan dipandu oleh pengurus IAGI Mukharramah M Kasim. Dengan mengundang narasumber pertama, dari Kepala Stasiun Geofisika BMKG Ternate Kustoro Hariyatmoko, dengan materi tentang seismisitas atau katalog yang memuat persebaran gempa, yang hanya meliputi gempa utama di Maluku Utara dan khususnya Halmahera. Juga, narasumber kedua, dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia Pengda Maluku Utara M Fikri Abubakar, dengan materi tentang Sejarah Tsunami maupun Paleotsunami, yaitu dimulai dari pengantar, pengertian hingga pada peristiwa tsunami yang pernah terjadi pada masa lampau.

Irawan Lila
Author