6 Provinsi Penghasil Pala Terbesar di Indonesia Bertemu di Ternate

Avatar photo

Sebanyak enam gubernur menghadiri rapat koordinasi di Ternate, Kamis (27/9/2018). Pertemuan itu membahas peningkatan produksifitas dan daya saing pala berbasis kawasan dalam rangka mewujudkan kejayaan rempah nusantara.

Enam Provinsi itu adalah Papua Barat, Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Provinsi Aceh. Wilayah ini merupakan sentra produksi pala terbesar di Indonesia. Hadir Direktorat Jenderal Perkebunan Ir Bambang.

Bambang dalam pemaparannya mengharapkan, kegiatan rakor yang dilaksanakan itu tidak hanya ceremoni belaka, tapi lebih menyentuh pada substansi rapat koordinasi terutama pada Provinsi di enam wilayah yang merupakan daerah penghasil pala.

“Sehingga hasil rakor ini bisa memiliki komitmen bersama antara pusat dan daerah untuk mendapat titik terang pala Indonesia ini akan dibawa kemana,” ujar dia.

Bambang bilang, pala secara nasional saat ini hampir tumbuh di mana-mana, tetapi saat ini penghasil pala terbesar masih didominasi oleh enam provinsi tersebut.

BACA JUGA

Senjakala Buah Pala Maluku Utara Saat Indonesia Mesir Teken Kontrak Kerjasama

“Ini sehingga Dirjen Perkebunan berkesimpulan untuk fokus pada pengembangan pala di enam Provinsi dengan tidak mengesampingkan daerah-daerah penghasil pala lainnya. Dengan harapan enam provinsi ini bisa jadi leader untuk provinsi lain.”

Enam provinsi penghasil pala terbesar tersebut, menurutnya, nantinya akan diback–up oleh pemerintah pusat, misalkan Kabupaten Kota yang memang fokus penghasil pala tersbesar akan menjadi fokus utama membangun komitmen antara bupati, gubernur dengan Kementerian Pertanian yang didukung juga oleh Kementerian dan lembaga terkait lainnya, dalam rangka meningkatkan daya saing pala nasional.

Perkebunan Pala Belum Optimal

Bambang sangat perihatin dengan kondisi perkebunan yang saat ini masih belum optimal. Bahkan dirinya sering menekankan, bahwa petani perkebunan di Indonesia masih perlu belajar untuk bercocok tanam karena belum menggunakan ilmu teknologi yang baik, apalagi Indonesia memiliki ilmuan dan pakar yang mumpuni.

“Ahli dan pakar di Indonesia ini sangat banyak, tetapi mereka belum mendapatkan ruang yang baik untuk mengangkat komoditi Indonesia saat ini, apalagi saat ini kita sudah memasuki revolusi industri yang sudah saatnya harus memiliki teknologi yang sangat luar biasa dalam mengembangkan komoditi yang kita punya,” kata dia.

Gubernur Abdul Gani Kasuba mengatakan Provinsi Maluku Utara adalah salah satu kawasan penghasil pala terbesar di Indonesia. Tujuh persen atau senilai 32,6 juta USD dari pendapatan Malut 2015 berasal dari ekspor komoditi pala.

Bahkan, lanjut gubernur, saat ini, pala merupakan komoditi yang mengalami tren positif dibandingkan komoditi perkebunan lainnya. Sebagai gambaran pada 2017, luas areal perkebunan pala rakyat di Malut adalah 49.224 hektare, dengan produksi sebesar 6.780 ton dari luasan tersebut, 62 persen merupakan tanaman belum menghasilkan, yang sebagian besar dibudidayakan secara mandiri oleh petani.

Bahkan, berbagai upaya turut dilakukan dalam mendukung pengembangan pala di Malut, di antaranya melalui kerjasama pemerintah, baik di tingkat Pusat hingga Desa, maupun dengan bantuan swasta. Namun dibutuhkan lebih banyak upaya untuk mewujudkan kesejahteraan petani pala di provinsi Kepulauan Rempah itu.

Maluku Utara, menurut Gani, memiliki plasma nutfah yang melimpah sehingga dapat dijadikan modal menuju Provinsi produsen benih pala unggul nasional. Selain itu, Malut juga harus mampu memanfaatkan karakteristik budidaya tanaman perkebunan rakyat yang polikultur dan organik untuk membuka peluang ekspor langsung pala organik ke negara konsumen. “Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi informasi dengan optimal dapat menjadi jembatan bagi petani dalam mendapatkan informasi terkait proses produksi, pengolahan, distribusi dan pemasaran,” ujar dia.

Dalam mewujudkan komitmen tersebut, sambung dia, agribisnis harus menjadi konsep yang komprehensif. Inovasi teknologi merupakan kata kunci keberhasilan pertanian. Untuk itu, kata Gani, kajian dan penelitian mesti dilakukan sehingga mampu menghasilkan teknologi yang sesuai dengan karakteristik wilayah.

“Semoga pertemuan strategis ini dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh kita semua, serta menjadi ruang diskusi konstruktif dalam melahirkan ide dan gagasan solutif untuk menjawab berbagai isu strategis pembangunan,” kata Gani lagi.

Author: Khaira Ir Djailani

Editor: Redaksi