Lebih dari 100 kapal ukuran di bawah 30 gross tonnage (GT) yang terlihat bersaing menangkap ikan setiap hari. Mayoritas nelayan merupakan orang lokal yang kebanyakan berasal dari Halmahera Selatan dan Kota Tidore Kepulauan. Ada juga kapal nelayan dari Philipina yang jumlahnya bisa mencapai 10 kapal.
Jam tangan masih menunjukan pukul dua dini hari. Suasana Pelabuhan Ikan Panamboang Labuha, Halmahera Selatan, Maluku Utara, masih gelap dan dingin. Hanya sekelompok pemuda di sisi timur dermaga yang sudah terlihat sibuk memeriksa alat pancing yang berada tepat di bagian depan kapal.
Satu per satu alat pancing yang terbuat dari batang bambu yang telah dirapikan itu, ditumpuk di sisi bagian kanan dan kiri kapal. Mereka hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk pekerjaan tersebut.
“Ini pekerjaan rutin yang dilakukan sebelum kita mancing. Semua peralatan pancing sudah harus siap sebelum sampai dilokasi pemancingan,” kata Said Abubakar (45), salah seorang Nelayan di KM Bahari 02.
Tepat pukul 03.30 dini hari mereka bertolak menuju rompon, lokasi tangkapan ikan yang terletak di bagian Selatan Pulau Bacan, Halmahera Selatan. Untuk menuju ke lokasi ini, ditempuh dalam waktu 2-3 jam.
Di Perairan Laut Halmahera Selatan, sedikitnya terdapat lebih dari 80 rompon yang dipasang 100 mil laut dari Labuha-Bacan. Lokasinya membentang dari arah Selatan hingga Utara Pulau Bacan. Jarak antara satu rompon dengan yang lain kurang lebih 30 km.
Para nelayan biasanya sudah harus tiba di rompon sebelum matahari terbit secara sempurna. Hal itu harus dilakukan, lantaran waktu yang tepat untuk memancing adalah saat matahari baru terbit. Akan banyak ikan cekalang dan tuna yang naik ke permukaan untuk mencari makan disaat waktu tersebut.
Said mengatakan, di perairan Laut Halmahera Selatan, lebih dari 100 kapal ukuran di bawah 30 gross tonnage (GT) yang terlihat bersaing menangkap ikan setiap hari. Mayoritas nelayan merupakan orang lokal yang kebanyakan berasal dari Halmahera Selatan dan Kota Tidore Kepulauan. Ada juga kapal nelayan dari Philipina yang jumlahnya bisa mencapai 10 kapal.
“Biasanya untuk nelayan Philipina, mereka hanya menangkap ikan tuna dengan ukuran besar. Satu kapal diisi 5-6 orang pemancing. Kapalnya juga cangggih banyak dilengkapi peralatan penanda ikan,” ujar Said.
Keberadaan nelayan asing asal Philipina di perairan Laut Halmahera sebenarnya kerap meresahkan nelayan lokal lantaran aktivitas mereka sering berdampak pada hasil tangkap. Banyak dari nelayan lokal di Maluku Utara yang tak mampu bersaing lantaran kalah dari sisi peralatan dan teknik penangkapan ikan.
Mereka memiliki kapal yang cenderung lebih moderen ketimbang kapal nelayan lokal. Tak sedikit dari mereka yang sudah mengunakan alat penanda ikan. Akibatnya tak jarang banyak nelayan lokal yang mengalami penurunan pendapatan, dan tak sedikit yang memilih beralih profesi menjadi tenaga buruh kasar di Pelabuhan.
Kondisi penurunan kualitas hidup nelayan lokal di Maluku Utara sebenarnya sudah mulai terjadi sejak tahun 2007. Penghasilan nelayan dari tahun itu, terus mengalami penurunan hingga 50 persen. Banyak nelayan yang mengaku pendapatan melaut hanya cukup untuk membiayai kebutuhan makan dalam sebulan.
Rata-rata pendapatannya hanya mencapai Rp 1,5-2 juta per bulan atau setara dengan biaya perjalanan Ternate-Jakarta sekali jalan. Biaya tersebut bahkan dianggap tak sebanding dengan biaya hidup di Maluku Utara yang mencapai Rp 4 juta perbulan.
Dari sisi tangkapan dalam sehari, nelayan lokal Maluku Utara hanya bisa mendapatkan 2-4 ton ikan cekalang dan tuna dengan ukuran 2-3 kg per ekor. Jika dijual hanya mencapai 10-13 juta. Hasil itu belum dipotong biaya operasional melaut, yang dalam sehari mencapai 7-9 juta untuk kebutuhan 500-1000 liter solar, 15 liter bensin dan 5 liter minyak tanah serta kebutuhan bahan pokok.
“Jadi kalau dikurangi dengan biaya operasional maka penghasilan bersih kita sekali melaut hanya mencapai Rp 3-4 juta atau sebulan mencapai Rp 15-20 juta. Dan hasil itu, dibagi 12 orang yang per orang akan mendapatkan penghasilan antara Rp 1-1,5 juta. Karenanya itu, kalau mau jujur kondisi hidup nelayan Maluku Utara saat ini, sebenarnya belum berubah dan masih hidup dibawah sejahtera,” kata Jamaludin (39), nelayan asal Tidore yang tergabung di kapal ikan KM Bahari 03.
Dinas Perikanan dan Kelautan Maluku Utara bahkan memprediksi sedikitnya 80 persen nelayan Maluku Utara masih hidup di bawah garis kemiskinan. Asumsi itu dilihat dari hasil monitoring lapangan yang menunjukan pendapatan mayoritas nelayan lokal di Maluku Utara tak lebih dari 2 juta per bulan.
Hanya 20 persen nelayan Maluku Utara yang hidup mapan. Mereka merupakan kelompok nelayan dengan usaha komoditas ikan bernilai ekonomis tinggi seperti tuna, cakalang, kerapu dan rumput laut.
Indeks tingkat kesejahteraan nelayan Maluku Utara tahun 2014 yang diukur dari nilai tukar nelayan (NTN) menunjukan skala 100,27 atau mengalami kelebihan pendapatan 0,27. Kondisi itu mengambarkan capaian kesejahteraan nelayan Maluku Utara masih dibawah rata-rata.
Seharusnya nilai tukar nelayan diatas 100, jika nilai tukar masih mencapai angka itu, maka kondisi tersebut memperlihatkan kalau rata-rata pendapatan nelayan lokal Maluku Utara sama dengan biaya yang dikeluarkan untuk beban operasional.
Kondisi tersebut bahkan dianggap tidak berbanding lurus dengan luas perairan laut serta sumber daya perikanan yang dimiliki Provinsi Maluku Utara yang tercatat memiliki jumlah produksi perikanan tangkap di provinsi Maluku Utara mencapai 218.097 ton atau naik 43,9 persen, dari sebelumnya yang mencapai 151.541 ton pada 2013.
Di TPI atau Tempat Pelelangan Ikan Panamboang, Labuha, Halmahera Selatan saja lebih dari 60-80 ton ikan jenis cekalang dan tuna yang diperdagangkan setiap harinya.
Ada 60 unit armada kapal nelayan lokal yang melakukan aktivitas bongkar ikan hasil tangkapan di pelabuhan itu, dari keseluruhan jumlah armada penangkapan ikan di Maluku Utara yang mencapai 3.305 unit dengan jumlah nelayan sebanyak 32.945 orang.
“Nelayan lokal di Maluku Utara rata-rata banyak beraktivitas dengan mengunakan armada kapal ukuran dibawah 30 GT dengan volume hasil tangkapan 4-6 ton ikan. Oleh sebab itu, untuk membantu peningkatan produksi perikanan kami saat ini mendorong peningkatan jumlah sarana penangkapan ikan untuk nelayan Maluku Utara,” Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara Buyung Rajilun memungkasi.