Kepala Laboratorium Leksikologi Leksikografi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Totok Suhardjianto mengemukakan, pemakaian dan penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa sehari-hari di Maluku Utara semakin menyusut.
Khusus kota Ternate dan Tidore Kepulauan dalam pengajaran bahasa daerah masuk mata pelajaran Muatan Lokal. Meski begitu, hanya berlangsung di Sekolah Dasar. Bahkan kota Ternate saat ini lebih banyak digantikan dengan Baca Tulis Alquran. Sementara, di Tidore dalam pengajaran bahasa daerah sudah tidak ada, mata pelajaran Muatan Lokal yang diajarkan hanya pada seni budaya.
“Kita mengajak semua orang untuk memikirkan dan mencari permasalahan serta solusi menyusutnya pemakaian dan penggunaan bahasa daerah,” ujar Totok saat menggelar Focus Group Disccussion (FGD), di Benteng Oranje, Kelurahan Gamalama, Ternate, Selasa.
BACA JUGA
Ancaman Hilangnya Cagar Budaya Ternate
Totok menyatakan, gelaran FGD tersebut bertujuan untuk merangkum semua stakeholder dalam meningkatkan penggunaan bahasa daerah sehari-hari.
Penelitian FIB UI menyebutkan, minat kalangan anak muda memakai bahasa daerah kian hari makin menurun. Disebabkan kebiasaan menonton Televisi atau video-video Youtube yang bahasanya memakai bahasa Indonesia, ditambah lingkungan keluarga yang tidak menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa sehari-hari, sehingga kemungkinan anak sejak usia dini tidak terbiasa.
“Kondisi ini tidak boleh dibiarkan karena telah diprediksi dalam waktu 30-50 tahun bahasa daerah Maluku Utara akan hilang,” kata Totok melanjutkan.
Agar Bahasa Daerah tak Punah
Dari kegiatan FGD tersebut, sambung Totok, pihak FIB UI akan merevitalisasi atau menggiatkan kembali penggunaan bahasa daerah. Karena saat ini, anak muda sudah malu menggunakan bahasa daerah, dengan anggapan akan menurunkan derajat sosialnya. “Pemahaman seperti ini lah yang harus kita rubah, agar bahasa daerah sebagai bahasa kita sendiri yang menjadi ciri identitas masyarakat daerah bisa bertahan. Jika dibiarkan, maka lama-kelamaan bahasa daerah akan hilang.”
Totok mengatakan hasil FGD akan dibuat rekomendasi dalam bentuk buku dan artikel untuk dikirim ke pemerintah daerah dan pusat. Ini dilakukan supaya guru-guru sekolah bisa melihat apa permasalahan dari menurunnya penggunaan bahasa daerah. “Dari informasinya akan tersebar luas, karena bukan hanya di Maluku Utara tetapi di beberapa daerah lainnya di Indonesia,” kata Totok menambahkan.
“Saya berharap bahasa daerah jangan sampai hilang. Tujuan saya dan teman-teman adalah melakukan program seperti di Filipina yang memberikan pengajaran bahasa lokal dari playgroup sampai sekolah menengah atas.”
Author: Munawir Taoeda
Editor: Redaksi