Awal Mula Rudi Tersangka hingga KPK Geledah Kantor Bupati Halmahera Timur

Avatar photo
KPK Geledah Kantor Bupati Halmahera Timur. (/Kieraha.com/Zhar Angelo)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah sejumlah ruangan kantor bupati dan kediaman dinas bupati Halmahera Timur, di Kecamatan Maba, Senin (5/2/2018). Penggeledahan ini dilakukan setelah bupati Rudi Erawan diumumkan sebagai tersangka suap proyek pengadaan jalan wilayah Maluku dan Maluku Utara oleh Kementerian PUPR, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 31 Januari 2018.

Sebanyak tujuh orang tim penyidik KPK yang tiba di kantor Bupati Halmahera Timur, Maluku Utara, sekitar pukul 09.30 WIT.

Tim penyidik KPK yang dipimpin AKBP Hendri N Christian ini langsung menuju ruangan bupati, kantor BKD dan Bagian Umum Setda Kabupaten Halmahera Timur untuk menyasar beberapa dokumen penting yang diduga berkaitan dengan kasus Rudi Erawan.

Hingga pada pukul 16.05 WIT, tim penyidik KPK keluar dari kantor bupati dan menuju kediaman dinas bupati di Desa Soa Gimalaha, Kecamatan Maba. “Mereka (KPK) minta daftar gaji, SPPD bupati, SK pelantikan dan pemberhentian bupati dan wakil bupati,” kata Kepala Badan Kepegawaian Daerah atau BKD Kabupaten Halmahera Timur Ismail Mahmud saat dikonfirmasi Senin sore.

Tim penyidik KPK juga meminta keterangan dari beberapa pimpinan SKPD, salah satunya Kepala Inspektorat Kabupaten Halmahera Timur Enda Nurhayati. Tampak sejumlah dokumen yang dibawa saat tim penyidik KPK keluar dari kantor bupati tersebut.

BACA JUGA

Kapal Pesiar Keliling Dunia Singgah Ternate

Awas Sanksi Berat Penjahat Lingkungan

Sementara, pengeledahan di kediaman dinas bupati berakhir sekitar pukul 17.00 WIT. Tidak ada dokumen penting yang ditemukan oleh tim penyidik KPK. Tampak Asiten III Bidang Umum Pemkab Halmahera Timur Tamrin Bahara yang mendampingi penyidik KPK. Menurut dia, tidak ada data atau dokumen terkait dengan kasus suap yang ditemukan penyidik KPK di rumah dinas itu.

“Hanya dua dokumen yang dibawa oleh (penyidik) KPK, yakni SK pemberhentian wakil bupati 2010 dan SK pelantikan bupati 2010-2015, serta SPJ (surat pertanggung jawaban), gaji bupati (bulan) Januari sampai Desember 2015,” kata Tamrin menambahkan.

Hal senada dikatakan Ketua Tim Penyidik KPK Hendri N Christian. “(Hanya) dokumen gaji pak bupati (Halmahera Timur),” sambung Hendri begitu disambangi awak media.

Pekan Depan Rudi Diperiksa

Hendri menambahkan, bupati Rudi Erawan akan diperiksa sebagai tersangka pada Senin pekan depan. “Suda ada (jadwal), 12 Februari pemeriksaan,” ucap Hendri sambil meminta awak media menanyakan langsung ke Febridiansyah, juru bicara KPK.

Bupati Rudi Erawan merupakan tersangka suap proyek pengadaan jalan di Maluku dan Maluku Utara oleh Kementerian PUPR. Menurut Wakil Ketua KPK Saut Situmorang yang dilansir Liputan6.com, Rudi yang juga politikus PDIP itu diduga menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 6,3 miliar.

Atas perbuatannya, Rudi Erawan disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 12B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Bupati Halmahera Timur dua periode itu merupakan tersangka ke-11 setelah Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir, mantan Anggota DPR‎ RI Damayanti Wisnu Putranti, swasta Julia Prasetyarini dan Ibu Rumah Tangga Dessy A Edwin.

Kemudian, Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary, Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa Sok Kok Seng alias Aseng, dan empat Anggota DPR RI lainnya yakni Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, Musa Zainuddin dan Yudi Widiana Adia.

Berawal dari Tempat Spa

Keterlibatan Rudi Erawan dalam kasus suap dan gratifikasi ini sebelumnya terungkap dalam persidangan terdakwa Kepala BPJN IX Maluku Maluku Utara Amran Hi Mustary. Rudi disebut oleh tangan kanan Amran, Irman Djumadil telah menerima uang dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Penerimaan uang itu langsung diberikan oleh Imran kepada Rudi di Delta Spa Pondok Indah.

“Saya menyerahkan (uang) di Delta Spa Pondok Indah. Saya belum pernah pergi ke sana, saya justru tahu dari Pak Rudi. Saya janjian sama Pak Rudi di sana,” ujar Imran seperti dilansir Liputan6.com, di Pengadilan Tipikor, Senin 13 Februari 2017.

Imran mengaku pada saat di Delta Spa dirinya memberikan uang kepada Rudi sebesar Rp 3 miliar. Selain itu, Rudi juga disebut menerima Rp 2,6 miliar, Rp 500 juta, dan Rp 200 juta. Penerimaan uang terhadap Rudi atas permintaan Rudi sendiri. Rudi meminta kepada Amran untuk membantunya memberikan dana kampanye. Amran pun kemudian meminta bantuan kepada Abdul Khoir atas atensi Rudi tersebut.

“Pak Rudi telepon sama Amran, minta dibantu untuk dana kampanye. Lalu Amran telepon saya menceritakan (permintaan Rudi) itu dan menanyakan apakah Abdul Khoir bisa bantu,” beber Imran yang juga mantan Anggota DPRD Malut itu.