Rakyat Maluku Utara telah siap mendukung kandidat terpilih di Pilgub Malut, Rabu 27 Juni 2018. Upaya mencari pemimpin terbaik di antara empat pasangan calon pilgub Malut ini diharapkan tidak tercoreng dengan praktek kotor politik uang.
Sebab (telah dipastikan) berpotensi terjadi di pilgub Malut. Yang sudah populer dikenal dengan sebutan serangan fajar. Demikian, kata Ketua Bawaslu Malut Muksin Amrin, begitu disambangi Kieraha.com di Sekretariat Kantor KPU Malut, Ternate, Selasa (26/6/2018) sore.
Muksin bilang, serangan fajar tersebut sudah seperti tradisi. Setiap perhelatan politik selalu saja ada oknum yang mencoba melakukan praktek kotor itu.
“(Serangan fajar) ini berpotensi terjadi di setiap pelaksanaan pilkada. Sehingga Bawaslu Malut saat ini terus melakukan pengawasan ketat,” kata Muksin.
“Semua personel pengawas di lapangan terus melakukan patroli dan memantau (keker dalam sebutan warga lokal setempat) wilayah-wilayah atau Kabupaten Kota yang dinilai berpotensi,” sambung dia.
Menurut Muksin, potensi serangan fajar biasanya terjadi pada H-1 pencoblosan. Biasanya serangan fajar terjadi dari rumah ke rumah pada waktu dinihari.
“Karena itu kami imbau kepada seluruh Pemilih agar tidak terpancing dengan iming-iming apapun. Pilihlah pemimpin tanpa paksaan apapun,” kata Muksin.
Sanksi bagi Pelanggar
Muksin menyatakan, Bawaslu akan menindak tegas pelaku dan penerima politik uang. Dia mengimbau kepada warga yang menemukan adanya praktek seperti itu harap dilaporkan ke pihak Bawaslu.
Berdasarkan Pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016 pada revisi perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015, tentang pilkada menyebutkan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu, akan dipidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, dan denda Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar. Pidana yang sama juga diterapkan kepada Pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
Author: Munawir Taoeda
Editor: Redaksi