Air laut yang jernih, hamparan pasir putih yang menghiasi pulau serta terumbu karang dengan ikan karang yang beraneka jenis, adalah sebuah pemandangan yang begitu memesona. Dari gunung, pantai hingga ke dalam laut, semuanya adalah keindahan yang tak terpermanai. Begitulah, gambaran tentang gugusan kepulauan Guraici, Kabupaten Halmahera Selatan.
Mungkin, bagi warga Desa Lelei dan beberapa pulau sekitar kawasan konservasi perairan Guraici, menilai panorama alam yang indah itu merupakan pemandangan biasa. Tetapi bagi yang baru menginjakkan kakinya di Pulau Lelei atau sekitarnya, akan merasakan sesuatu yang beda. Akan takjub karena di sana seperti ‘surga’. Bisa berenang dan menyelam di air laut yang jernih sambil berjemur di atas pasir putih, bahkan menikmati alam yang masih asri.
Dengan gugusan 17 pulau yang berjejer tersusun dari timur ke barat, semakin meneguhkan betapa indahnya gugusan pulau-pulau di daerah khatulistiwa itu.
Soal kekayaan dan eksotisnya alam kepulauan, termasuk di kawasan konservasi ini, sudah diakui. Gugusan Kepulauan Guraici sudah menjadi salah satu destinasi wisata nasional. ”Setiap bulan desa kami selalu mendapat kunjungan wisatawan asing. Bahkan ada yang tinggal di sini berminggu-minggu,” kata Kades Lelei Abjan Armaiyn saat disambangi beberapa waktu lalu.
Menurut Abjan, salah satu rencana besar kedepan adalah bagaimana membuat kawasan destinasi wisata tersebut bisa dikenal lebih luas oleh wisatawan mancanegara. Dengan begitu, bisa menambah pendapatan ekonomi warga pulau setempat dan sekitarnya.
“Warga kampung kami ini mayoritasnya nelayan. Ada sebagian yang petani. Kami melaut hasilnya untuk dijual dan sebagian dimakan, jika ada banyak turis kami bisa memperoleh pendapatan sampingan. Dengan pengembangan potensi wisata yang kami miliki, setidaknya bisa memberikan pemasukan sehari-hari,” ujar dia.
BACA JUGA
Pulau Pogo-Pogo Akan Jadi Destinasi Wisata Baru di Halmahera Selatan
Branding Wisata Kelas Dunia Persembahan Kota Seribu Benteng di Ternate
Wilayah yang secara administrasi masuk Kecamatan Kayoa, Kabupaten Halmahera Selatan, itu selain sudah ditetapkan sebagai salah satu kawasan pencadangan konservasi perairan di Maluku Utara, juga menjadi salah satu destinasi wisata.
Sayangnya, promosi pariwisata itu belum didukung transportasi yang mumpuni. Ini yang membuat turis atau pengunjung kesulitan menjangkau daerah ini secara lancar, karena untuk sampai ke gugusan pulau-pulau Guraici dengan pusatnya di Lelei dari kota Ternate membutuhkan biaya mahal dan dengan waktu yang cukup lama.
Untuk melancong ke Pulau Gura Ici melalui pelabuhan Bastiong Ternate harus menunggu transportasi reguler. Biasanya seminggu tiga kali, atau jika mereka yang memiliki banyak uang bisa menyewa speedboat dari Ternate dengan biaya antara Rp 3 juta hingga Rp5 juta dengan waktu tempuh sekitar 3 jam perjalanan.
Maharani Salindeho, salah satu wisatwan lokal yang setiap pekan mengunjungi beberapa pulau di Maluku Utara, mengatakan biaya transportasi langsung ke Pulau Lelei dan sekitarnya itu yang menjadi masalah. Padahal, kata dia, kawasan pulau- pulau itu sangat indah, tetapi aksesnya yang belum sehingga susah dijangkau. “Kalau menyewa transportasi laut berupa speedboat bisa langsung. Namun masalah bagi wisatawan lokal adalah modalnya yang tidak seberapa,” sambung dia.
Menurut Maharani, pentingnya akses transportasi langsung yang cepat ke daerah tujuan wisata itu, karena potensi wisata di kepulauan itu memiliki keindahan alam yang mumpuni. “Tidak hanya pantai dan laut, tetapi ada wisata bawah laut yang belum digali dan dipromosikan secara luas. Belum lagi potensi budaya,” kata dia.
“Kepulauan tersebut sebenarnya kaya dengan potensi pariwisata, sayang belum digarap dengan baik. Kami tidak mungkin berharap pemerintah daerah, karena mereka sudah tidak memedulikan potensi yang bisa dikembangkan,” kata dia.
Ditemui di Desa Lelei awal Desember lalu, Maharani mengeluhkan masalah tersebut karena pemerintah kabupaten maupun provinsi Maluku Utara tidak lagi memfokuskan promosi dan pengembangan kawasan pariwisata Guraici.
”Destinasi wisata ini belum tuntas dikembangkan dan dipromosikan, pemerintah daerah sudah fokus ke tempat lain, akhirnya pengembangan pariwisata di sini terbengkalai,” kata dia. “Padahal potensi wisatanya begitu banyak.”
Maharani bilang, potensi wisata bawah laut Gura Ici juga belum dikelola secara baik. Kawasan tersebut memiliki sebuah kawasan yang sebenarnya menjadi tontonan menarik para turis asing maupun lokal, terutama mereka snorkeling dan diving.
Ratusan Parimanta yang Jinak
Di sekitar Pulau Rajawali atau 7 menit dari Pulau Lelei menggunakan speedboat, ada tempat bermain ratusan hewan laut jenis parimanta. Parimanta ini begitu jinak. Bisa bermain dengan hewan laut itu saat menyelam.
“Ada salah satu peneliti dari Italia pernah datang dan menyelam di kawasan Pulau Rajawali, bilang kepada kami parimanta di sini terbanyak di dunia. Turis tersebut menceritakan kepada kami sudah banyak tempat dia selami dan bertemu parimanta, tetapi tidak sebanyak di Pulau Rajawali itu,” kisah Abjan.
Karena ada pusat bermain parimanta ini, maka Abjan meminta ada perhatian khusus dari pemerintah untuk pengembangan kawaasan pariwisata tersebut.
Penulis sempat menyaksikan dari jarak dekat di atas speedboat, parimanta bermain di atas permukaan air. Kawasan laut kurang lebih seratus hektare itu terhampar pulau-pulau di bagian Utara dan Selatan memanjang dari timur ke barat.
Pulau-pulau itu antara lain Dara Mafala, Gura Ici, Popaco, Joronga, Sappan, Tapaya, Salo, Salo Kecil, Soho Mahoo, Kelo, Kaha Malo, Igo dan Pulau Rajawali. Kawasan kepulauan yang sebagian besar diisi hutan mangrove itu, sangat menawan karena sebagian di antaranya memiliki pasir putih dengan laut membiru kehijauan.
Ketua Perhimpunan Nelayan Tradisional Maluku Utara Aksan Ahmal yang juga tokoh masyarakat Lelei meminta perhatian pemerintah terkait kondisi pariwisata yang belum terurus secara baik itu.
BACA JUGA
Mengintip Pelestarian Pohon Cengkeh Tertua Dunia Jadi Destinasi Wisata
Australia Jajaki Kerjasama Sektor Pariwisata di Indonesia Timur
Dia berharap ada keseriusan pengembangan kawasan wisata itu, “Warga saat ini membutuhkan perhatian pemerintah. Terutama penyediaan fasilitas pendukung berupa transportasi untuk membantu memperlancar akses wisatawan.”
Selama ini belum ada penyediaan transportasi khusus melayani wisatawan yang mau melancong ke Lelei dan sekitarnya. Memang, kata Aksan, ada transportasi rakyat reguler, tetapi itu memiliki jadwal yang tidak setiap hari bertolak ke sana.
Aksan mengemukakan, fasilitas seperti penginapan dan alat-alat selam sebelumnya sudah disediakan pemerintah Provinsi Maluku Utara bernilai miliaran rupiah. Ada cottage, homestay hingga jetsky maupun alat diving untuk wisata bawah laut.
“Hanya saja, karena tidak ada perhatian yang serius, saat ini berbagai fasilitas itu terbiar dan rusak. Bahkan sebagian sudah hilang entah di mana,” sambung dia.
Untuk sarana tempat tinggal atau penginapan wisatawan misalnya sudah rusak karena tidak pernah digunakan. Begitu pula sarana pendukung lainnya, yang telah dibangun dengan dana miliaran rupiah itu hanya terbiar percuma dan mubajir.
Mengenai fasilitas yang terbengkalai itu, menurut Aksan, karena usai dibangun hingga sekarang tidak dimanfaatkan dengan pendukung lainnya yang memadai, salah satunya karena tidak ada transportasi yang membuka akses ke Lelei.
“Ini masalahnya. Selain itu, program pemerintah provinsi setelah membangun sarananya juga tidak fokus mengembangkan pariwisata ini, tetapi mengarahkan ke daerah baru yang belum sama sekali memiliki nama dan fasilitas.”
”Fasilitas yang sudah dibangun ada 12 cottage besar dan cukup mewah. Tetapi karena tidak dimanfaatkan jadi rusak. Ini juga karena pemerintah tidak mengurusnya secara baik. Pemerintah daerah tidak peduli setelah membangun,” ujar dia.
Saat ini, Pulau Guraici masuk pencadangan kawasan konservasi, baik Aksan maupun Abjan berharap, adanya perhatian tidak hanya konservasi tetapi juga pengembangan wisatanya. Tujuannya agar masyarakat yang rata-rata berprofesi nelayan itu bisa mendapatkan sesuatu dari pengembangan potensi yang ada.
“Artinya jika pariwisata berkembang, maka warga di sini bisa mendapatkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka,” sambung dia. Menurut Aksan, itu sudah disampaikan ke pemerintah daerah berulangkali, namun belum ada perhatian.
Kepala Dinas Pariwasata Kabupaten Halmahera Selatan M Nur Kamarullah mengatakan pemda tidak punya dasar hukum mengelola kepulauan itu.
Dia beralasan belum ada penyerahan aset dan sebagainya dari provinsi ke kabupaten. Dia mengaku, pemerintah daerah Halmahera Selatan juga punya keinginan mengelola kawasan wisata itu, hanya saja pembangunan fasilitas pariwisata itu apakah dana dari pemprov Maluku Utara ataukah dana pribadi dari mantan gubernur Maluku Utara yang juga warga Lelei.
“Ini yang jadi masalahnya. Kalau sudah ada penyerahan secara resmi kepada pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan yang memiliki wilayah ini, maka kami akan serius mengelolanya dan akan memenuhi keinginan warga kami.”
“Apalagi fasilitasnya sudah mendukung dengan akses yang dekat dengan Ternate, itu sebenarnya sangat bagus dikembangkan,” sambung Kamarullah. Dia lantas menyayangkan adanya fasilitas yang tersedia tetapi dibiarkan rusak.
“Pulau Widi yang jauh saja kita, apalagi kawasan Guraici yang dekat dengan Ternate. Jadi kita ingin mengelolanya, hanya saja, masalahnya pada dasar hukum.”
Mahmud Ici