Tentang Pajak Air Permukaan Megah Surya di Halmahera

Avatar photo
Pemanfaatan air permukaan PT MSP di Obi. (Dok istimewa)

Iklim investasi di sektor pertambangan wilayah Provinsi Maluku Utara bertumbuh pesat. Meski begitu, masih ada ketidakpatuhan antara perusahaan dan pemerintah di daerah. Pemungutan sepihak menjadi bagian tersebut.

Penyimpangan ini menjadi temuan BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara di Ternate tahun anggaran 2017. Temuan menunjukkan adanya perjanjian kerja sama antara pemda Halmahera Selatan dengan perusahaan PT MSP. Pendapatan yang seharusnya diterima pemprov pada TA 2017 tidak disetorkan ke kas daerah provinsi setempat.

Kerja sama ini mengakibatkan pemprov Maluku Utara kehilangan pendapatan pajak daerah dari Pajak Air Permukaan tahun anggaran 2017 hingga Rp 3.200.246.470.

Laporan Hasil Pemeriksaan BPK 2018 menyebutkan, pemprov Maluku Utara pada Laporan Realisasi Anggaran (LRA) TA 2017 menyajikan realisasi Pendapatan Pajak Daerah senilai Rp 241 miliar lebih. Meningkat sebesar Rp 34 miliar lebih jika dibandingkan dengan realisasi TA 2016 senilai Rp 206 miliar.

Kenaikan ini diperoleh dari Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, Pajak Rokok, serta Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. Khusus pendapatan Pajak Air Permukaan sebesar Rp 2,1 miliar.

Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan atau pemanfaatan air permukaan. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang di laut maupun yang ada di darat.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah menjelaskan, pemungutan Pajak Air Permukaan merupakan kewenangan pemerintah provinsi. Dasar pengenaan Pajak Air Permukaan adalah Nilai Perolehan Air (NPA) permukaan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Gubernur yang mempedomani ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian teknis terkait.

Dalam LHP BPK 2018 dijelaskan penurunan realisasi penyetoran Pajak Air Permukaan yang berasal dari tiga perusahaan besar; PT NHM, PT AT, dan PT SJU. Sementara PT MSP tidak tercatat di dalamnya.

Tidak masuknya PT MSP ini karena mereka menyetorkan kepada pemda Halmahera Selatan. Perusahaan tambang ini bergerak di bidang peleburan bijih nikel untuk diolah menjadi feronikel. Perusahaan ini beroperasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. PT MSP termasuk dalam klasifikasi Industri Besar Pertambangan dengan volume penggunaan air yang sangat besar setiap bulannya.

Megah Surya Sudah Membayar

Setoran pajak PT Megah Surya Pertiwi (MSP) ke pemda Halmahera Selatan tertuang dalam perjanjian kerja sama dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Halmahera Selatan Nomor 027/MSP/V/2015 dan Nomor 690/15/05/2015, Tanggal 22 Mei 2015, Tentang Penyediaan Air untuk Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel beserta Sarana Pendukungnya. Sumber air yang digunakan adalah air permukaan yang bersumber dari Danau Karo, Desa Kawasi, Kecamatan Obi, Halmahera Selatan.

BPK menyebutkan, PT MSP hanya menyetor sekali saja ke rekening PDAM Halmahera Selatan pada Oktober 2017 senilai Rp 140 juta. Selebihnya selama 11 bulan ditransfer ke rekening kas daerah pemda Kabupaten Halmahera Selatan.

BPK menegaskan bahwa sesuai ketentuan UU Nomor 28 Tahun 2009, kewenangan Pajak Air Permukaan adalah kewenangan pemerintah provinsi, namun pemda Halmahera Selatan dan PT MSP masih saja melakukan perjanjian kerja sama.

Pemprov Maluku Utara telah melakukan penghentian pemungutan pajak tersebut melalui BPKPAD Malut. Surat yang dilayangkan oleh Kepala BPKPAD Ahmad Purbaya Nomor 973/0343/BPKPAD/X/2017, Tanggal 17 Oktober 2017, meminta pemda Halmahera Selatan menghentikan pungutannya itu. Namun penyetoran pembayaran atas pemanfaatan air Danau Karo masih terus dilakukan hingga Februari 2018.

Periode 2017 perusahaan tersebut melakukan penyetoran Pajak Air Permukaan senilai Rp 1.591.664.950 dengan jumlah volume air 2.739.612,24 m3.

“Pemungutan dan transfer realisasi penggunaan Pajak Air Permukaan yang dilakukan pemda Halmahera Selatan dan PT MSP ini tidak sesuai ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang 28 Tahun 2009. Juga Permen Nomor 91 Tahun 2010,” tulis BPK.

Corporate Communication Manager Harita Group PT MSP, Hen Roliya mengaku, tak mengetahui kesalahannya.

“Prinsipnya pembayaran Pajak Air Permukaan yang dilakukan PT MSP kepada pemda Halmahera Selatan itu sesuai arahan. Kami tak tahu apakah menyalahi atau tidak. Pembayaran retribusi pajak air sudah sesuai arahan,” ujar Roliya, Rabu lalu.

Beberapa pertanyaan yang disampaikan tak terjawab. Hen Roliya beralasan tidak tahu adanya aturan itu.

Sekretaris Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Aset Daerah (BPKPAD) Mohdar Adam menyatakan, temuan BPK Maluku Utara itu sudah ditindaklanjuti. Dirinya telah mendatangi pemda Halmahera Selatan pekan lalu.

Mohdar menegaskan, potensi pendapatan Pajak Air Permukaan ini sesuai ketentuan merupakan kewenangan pemerintah provinsi. “Kami juga tidak tahu kalau ada MoU yang dibuat pemda Halmahera Selatan dengan PT MSP,” kata Mohdar.

Mohdar mengaku kedatangannya ke Halmahera Selatan bertemu dengan Kepala Bagian Keuangan Setda Kabupaten Halmahera Selatan Aswin Adam.

“….dan mereka sudah membuat surat agar segera menghentikan pungutan Pajak Air Permukaan PT MSP. Hasil koordinasi ini pemda Halmahera Selatan bersedia, tapi diminta kami memberitahukan PT MSP menghentikan setorannya,” sambung Mohdar.