Sungai Sagea di kawasan pertambangan, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara kembali menguning. Kekeruhan sungai itu disebabkan oleh aktivitas pertambangan di wilayah sekitar sungai.
Hal ini disampaikan Adlun Fiqri, Koordinator Koalisi Selamatkan Kampung Sagea, melalui siaran pers yang diterima kieraha.com, Sabtu 28 Oktober 2023.
Adlun menyebutkan, kejadian itu bermula pada akhir bulan Juli hingga September 2023 lalu. Meski sempat normal, namun sungai yang menjadi harga diri masyarakat setempat itu, kembali keruh pada 23 sampai 25 Oktober 2023.
Dengan kejadian tersebut, koalisi berlabel #SaveSagea bersama masyarakat mendesak PT Weda Bay Nickel atau WBN untuk menghentikan operasinya di hulu DAS Sagea, melalui aksi demonstrasi, di Site PT WBN dan PT IWIP, Lelilef, Halmahera Tengah, pada Sabtu pagi tadi.
Mereka juga menuntut supaya PT WBN bertanggung jawab atas pencemaran tersebut, melakukan restorasi dan rehabilitasi sungai, serta mengeluarkan DAS Sagea dari rencana pertambangan PT WBN.
Ia menyebutkan, menurut Balai Pengendalian Daerah Aliran Sungai atau BPDAS Ake Malamo bahwa DAS Sagea memiliki luas sekitar 18.200,4 hektare, yang di dalamnya terdapat tiga sungai besar dan ratusan anak sungai lainnya. Sayangnya, kelestarian sungai-sungai tersebut kini terancam oleh lima Izin Usaha Pertambangan seluas 11.299 hektare, atau 62,08 persen dari total luas DAS Sagea.
Dari belasan ribu hektar wilayah IUP tersebut, lebih dari setengahnya milik PT WBN atau 60,70 persen dan menjadi yang terluas dari empat perusahaan lainnya.
“Dari pantauan lapangan, terdapat pembuatan jalan untuk pengerahan alat untuk pengeboran oleh PT WBN, sehingga indikasi kuat tercemarnya sungai Sagea akibat dari aktivitas PT WBN yang membuat jalan di atas anak sungai dalam wilayah DAS Sagea,” sebutnya.
Kuat dugaan pencemaran sungai di Halmahera Tengah ini akibat aktivitas perusahaan yang terintegrasi dengan tambang nikel, PT IWIP ini lantaran, lanjut Adlun, temuan mereka melalui pengumpulan foto citra satelit sepanjang bulan Maret hingga Agustus dan pemantauan lapangan menampakkan bahwa wilayah Sagea pun termasuk di dalam kawasan pertambangan seluas 45.065 hektare milik PT IWIP.
BACA JUGA Sebut Tim Investigasi Sungai Sagea Bentukan DLH Maluku Utara tak Independen
Selain itu, katanya, berdasarkan temuan Forum Koordinasi DAS Moloku Kie Raha bahwa kondisi faktual di lapangan telah terjadi perubahan biofisik akibat aktivitas manusia, sehingga sebaran IUP di sekitar DAS perlu dilakukan pengawasan terpadu dari adanya aktivitas pertambangan.
“Bagaimanapun aktivitas pembukaan lahan di wilayah DAS Sagea mesti diberhentikan karena besar kemungkinan erosi tanah terus terjadi mengalir ke Sungai Sagea dan akan sangat berpengaruh ke sistem sungai bawah tanah di kawasan Karst Sagea dan Gua Bokimoruru,” tambahnya. *