Jalan becek berlumpur di Kecamatan Oba Selatan yang kerap dilalui para siswa dan guru itu membuat sepatu lebih cepat usang. Apabila hujan, siswa sering membolos atau memilih tiba di sekolah dengan kondisi seragam kuyup dan penuh lumpur. Menariknya, mereka bisa lulus dengan rata-rata nilai Ujian Nasional baik.
Begitu memasuki Desa Hager, Kecamatan Oba Selatan, Kota Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara, kondisi jalan mulai tidak dilapisi aspal. Jika di kota jalanan tampak mulus dan rata, wilayah pinggiran justru sebaliknya. Jalan rusak, tidak rata, berlubang, dan masih berupa tanah menjadi pemandangan yang lazim ditemui.
Akses jalan tersebut merupakan jalur utama masyarakat untuk terhubung ke pusat kota. Mobil atau sepeda motor yang dipacu tidak bisa melaju dengan kencang, cukup dengan kecepatan 20-30 kilometer per jam.
BACA JUGA Cerita Srikandi Lingkungan Desa Pesisir Halmahera Timur
Bergerak ke arah selatan, jalan ini menghubungkan Desa Wama, Lifofa, Tagalaya dan Nuku (termasuk Dusun Dehepodo) hingga ke Saketa, Halmahera Selatan.
Oba Selatan merupakan kecamatan terjauh dari pusat pemerintahan kota yang terletak di Tidore Kepulauan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, jarak tempuhnya mencapai 132,1 km menuju Oba Selatan dari Pulau Tidore menggunakan transportasi laut di Pelabuhan Speedboat Goto menyeberang ke Pelabuhan Speedboat Sofifi di Pulau Halmahera dan sebaliknya.
Pengalaman menempuh jalur tanah berlumpur ini dialami oleh Fikram Hamajen, warga Desa Wama. Setiap pergi dan pulang sekolah, siswa Kelas XII SMAN 7 Tidore ini harus berjalan kaki sejauh 2,5 km.
Kondisi itu mengakibatkan sepatu sekolah milik remaja 18 tahun ini lebih cepat rusak akibat berjalan di jalanan yang becek.
“Paling lama setiap enam bulan sekali ganti sepatu,” kata Fikram, kepada kieraha.com, Senin (26/9/2022).
Hal serupa juga dialami teman satu sekolahnya, Canda Kirana (15 tahun), asal Desa Hager. Canda bahkan harus berjalan sejauh 6 km untuk sampai di sekolah. Akses jalan yang buruk memaksa Canda berangkat lebih pagi dari rumah.
“Biasanya kami sudah harus keluar dari dari rumah (berangkat sekolah) pukul 06.00 (Waktu Indonesia Timur),” ujar Canda.
Selain dirinya, kata Canda, umumnya siswa lain yang berasal dari Desa Tagalaya dengan jarak 4,1 km dan Nuku 7,5 km juga harus berjalan kaki untuk bisa mencapai sekolah yang terletak di Desa Maidi ini.
Infrastruktur Minim
Kondisi jalan provinsi yang dilalui Fikram, Canda, dan ratusan siswa SMAN 7 Tidore Kepulauan ini, tak lepas dari anggaran yang dikucurkan Pemprov Maluku Utara.
Pada tahun 2014, Pemprov Maluku Utara pernah memperbaiki ruas jalan ini dengan anggaran sebesar Rp 12,9 miliar.
Layanan Pengadaan Secara Elektronik atau LPSE Maluku Utara mencatat, pada periode 2014-2022, total anggaran untuk pekerjaan konstruksi jalan ini mencapai Rp 144,18 miliar. Di dalamnya juga sudah termasuk dengan pembangunan jembatan.
Selama rentang waktu tersebut, kucuran dana terbesar ditemukan pada 2020 senilai Rp 47,7 miliar atau bertambah 118,8 persen dari anggaran tahun sebelumnya yang hanya Rp 21,8 miliar.
Seharusnya Rp 21,8 miliar pada tahun 2019 tersebut juga sudah termasuk pekerjaan untuk rute jalan Dehepodo (Desa Nuku) menuju Hager, jalur yang dilalui para siswa ini, dengan besaran nilai proyek Rp 4,9 miliar.
Namun hingga tahun 2022 para siswa masih harus berjibaku dengan kondisi jalan becek dan semakin bertambah parah saat musim hujan.
Canda melanjutkan, hujan bukan satu-satunya kendala. Pada Juni 2022, hujan deras memicu aliran sungai di Dusun Lomaito, Desa Wama, meluap ke permukiman. Ia pun membolos lantaran akses ke sekolah terhalang banjir.
Hal ini juga dialami M Haikal Hairun (15 (tahun), siswa asal Desa Tagalaya. Jika terjadi hujan, Haikal kadang memutuskan tak berangkat ke sekolah. Sebab, sungai yang harus dilaluinya meluap.
“Kadang-kadang deng motor (mengendarai sepeda motor) tapi jaga jatong (sering terpeleset). Jadi baju kotor,” lanjutnya.
Kondisi ini membuat tak sedikit teman-temannya tiba di sekolah saat proses pembelajaran di kelas sudah berjalan. Jika ogah terlambat, mereka terpaksa harus menerobos hujan yang membuat seragam sekolahnya basah.
Pengalaman bocah-bocah saat berangkat ke sekolah itu tak lepas dari kondisi jalan yang masih tanah. Data BPS menunjukkan ada 26,3 km jalan bertanah dan 95,53 km jalan berkerikil.
Kondisi permukaan jalan yang masih tanah ini makin sulit dilalui saat hujan melanda. Secara keseluruhan pada tahun 2021, rata-rata tingkat curah hujan setiap bulannya berada di angka 288,28 milimeter.
Bulan Januari merupakan bulan dengan tingkat curah tertinggi yakni 389 milimeter. Jika dibagi dengan jumlah rata-rata hari dalam sebulan (30 hari), maka diperoleh hasil 12,96 milimeter per hari, yang dikategorikan sebagai hujan ringan.
Sementara itu, untuk periode Januari-Juli 2022, tingkat tertinggi curah hujannya berada pada bulan Mei, yakni sebesar 640 mm. Dengan cara yang sama, maka nilai curah hujan per harinya pada bulan Mei sebanyak 21,33 mm/hari atau berkategori hujan sedang.
Meskipun tingkat curah hujan tersebut tidak mencapai ambang batas hujan lebat (50-100 mm/hari), namun cukup berdampak terhadap tingkat kehadiran siswa di sekolah.
Data presensi siswa SMAN 7 Tidore Kepulauan dalam kurun waktu September 2021 dan Januari-Mei 2022, menunjukkan rata-rata tingkat kehadiran siswa hanya setengah dari 128 siswa.
Berbanding terbalik dengan curah hujan tertinggi atau rata-rata 21,33 mm/hari pada Mei 2022, persentase kehadiran siswa di sekolah menurun. Hanya sepertiga siswa yang hadir di kelas.
Sementara itu, jumlah kehadiran tertinggi terjadi pada bulan Februari 2022, sebanyak 87,08 persen dari total jumlah siswa. Pada bulan ini juga, curah hujannya berada di bawah bulan Mei, yakni sebesar 9,96 mm per hari.
Berdasarkan analisis korelasi, tingkat curah hujan dan presensi siswa di sekolah memiliki hubungan sangat kuat. Makin tinggi curah hujan, makin sedikit pula siswa yang masuk sekolah.
Salah satu guru SMAN 7 Tidore Kepulauan Sherly Podomi, membenarkan hal tersebut. Apabila pada malam hari terjadi hujan deras, keesokan harinya siswa yang bersekolah sangat sedikit.
Kondisi serupa juga terjadi apabila hujan terjadi di pagi hari. Meski demikian, ada pula siswa yang tetap nekat ke sekolah. Alhasil, mereka tiba di sekolah dengan keadaan basah kuyup ataupun baju berlumuran lumpur.
“Kalau ada siswa yang rumahnya dekat, terkadang mereka ganti pakaian seragam baru balik lagi ke sekolah, namun apabila rumahnya jauh biasa kami mengizinkan siswa yang bersangkutan (pulang),” ucapnya.
Kebijakan Sekolah
Kepala SMAN 7 Tidore Kepulauan Ilham Pandabo, mengemukakan akses jalan di kecamatan setempat menjadi masalah krusial yang berimbas terhadap kehadiran siswanya. Ilham sudah mengajar di sekolah ini sejak 2005 silam.
Belajar dari pengalamannya, Ilham memberi toleransi terlambat masuk kelas saat hari mulai hujan. Biasanya, kegiatan pembelajaran dimulai pukul 7.15 lalu diubah menjadi 8.00 WIT.
Selain memberikan kompensasi waktu, pihak sekolah pun berupaya untuk menyediakan pakaian seragam cadangan yang diperoleh dari siswa kelas XII yang sudah lulus.
Hal ini agar para siswa bisa mengganti seragamnya di sekolah. Sayangnya, jumlah seragam cadangan ini masih terbatas sehingga sebagian siswa tidak bisa mendapatkannya.
Sebagai guru, Ilham punya pekerjaan tambahan. Sesuai kesepakatan dengan siswa, orang tua dan wali murid, serta pemerintahan setempat, mereka kerja bakti menutupi jalan yang berlumpur menggunakan material sisa pekerjaan proyek. Namun, material ini hanya cukup menambal bagian jalan di depan sekolah.
Ilham juga beberapa kali mendapati siswa mengenakan sandal jepit lantaran sepatunya rusak. Untuk membeli sepatu baru, tak jarang siswa yang meminta izin tidak bersekolah untuk membuat kopra.
“Untuk alasan yang begitu siswa juga akan diberikan izin. Biasanya paling lama tiga hari karena sekolah juga tidak bisa memaksakan siswa untuk tetap berangkat sekolah dengan sendal jepit. Hal ini dilakukan untuk menjaga motivasi siswa tetap bersekolah,” ujar dia.
Ujian Nasional, lanjut Ilham, menjadi hal paling berat. Agar muridnya bisa mengikuti ujian tepat waktu, sekolah menyediakan ruangan khusus untuk menginap. Ia juga menganjurkan para siswa agar menginap di rumah keluarga terdekat di Desa Lifofa. Upaya ini dilakukan supaya nilai UN siswa tidak buruk.
Data Kemendikbud memperlihatkan, pada tahun 2018 nilai rata hasil UN siswa SMAN 7 Tidore Kepulauan untuk jurusan IPA (70,18) dan IPS (67,67) berada di urutan kedua bila dibandingkan dengan sekolah SMA dan MA lainnya di Kota Tidore Kepulauan. Begitu juga dalam rentang waktu 2016-2018, sekolah ini selalu masuk dalam urutan tiga besar dengan nilai rata-rata tertinggi dari sekolah lainnya.
Berkat ditopang oleh perolehan nilai UN yang baik, persentase rata-rata angka kelulusan siswa sejak tahun 2018-2022 sebesar 100 persen.
Kepala sekolah tiga periode ini menyatakan, para siswa yang terkendala masuk kelas akibat hujan dapat mengikuti sesi belajar tambahan. Penyelenggaraannya saat waktu senggang di jam sekolah. Mereka menempuh cara ini agar para siswa bisa meraih angka UN yang baik.
Selain sesi belajar tambahan, tiga bulan jelang pelaksanaan UN, para siswa mendapat sesi khusus di luar jam sekolah.
“Cara seperti ini sudah kami laksanakan sejak tahun 2015. Jadi saat waktunya, siswa dianjurkan untuk membawa bekal ketika berangkat ke sekolah, karena setelah jam sekolah akan ada les,” ujarnya ketika dikonfirmasi kembali di Ternate, Senin (17/10/2022).
Jika tidak, katanya, ada kalanya orang tua siswa yang mengantar langsung bekal mereka ke sekolah. Pelaksanaan les itu sendiri, menurutnya, dilaksanakan pada pukul 13.30-16.00 WIT.
Menurut Ilham, materi dalam les yang diberikan kepada siswa berupa soal-soal UN dalam rentang waktu tiga tahun sebelum, soal tersebut akan dipelajari oleh guru kemudian diajarkan kepada siswa.
Dia menambahkan, selain mempengaruhi tingkat kehadiran siswa, tak jarang guru yang ditugaskan di sekolahnya juga tak mampu untuk bertahan. Tiba-tiba ada gurunya yang memutuskan untuk pindah ke lain tempat.
“Mau tidak mau kami harus mencari guru honorer untuk menutupi kekurangan guru di mata pelajaran tertentu agar tidak mengganggu proses belajar,” terang dia.
Ia juga berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Maluku Utara, namun upaya tersebut masih nihil.
Kepala Bidang SMA Disdikbud Maluku Utara, Ajwan Ade, mengakui sejauh ini belum ada upaya koordinasi lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait kendala yang dihadapi oleh siswa di SMAN 7 Tidore Kepulauan.
“Dalam urusan itu, tugas kami hanyalah membangun koordinasi dengan PUPR, dan ini bisa menjadi masukan yang baik sehingga kedepannya tidak mengganggu hak setiap anak bangsa untuk bersekolah,” ujarnya di Sofifi, pada Senin (10/10/2022).
Terkait dengan kondisi guru, Ajwan bilang, memang keluhan ini juga disampaikan sekolah lainnya. Maka untuk menutupi kekurangan tersebut, Ia berharap, agar setiap guru honorer yang datanya sudah terinput di dalam data dapodik, supaya bisa mendaftarkan diri dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (P3K) gelombang ke-3, yang diperkirakan digelar pada akhir Oktober mendatang.
Kebijakan Prioritas
Menurut Isra Muksin, Peneliti Kebijakan dari Universitas Bumi Hijrah (Unibrah) Tidore, menyatakan bahwa koordinasi lintas SKPD menjadi kunci dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, apalagi kondisi jalan ini sudah dikeluhkan puluhan tahun. Bahkan kini, berpengaruh terhadap tingkat kehadiran siswa di sekolah.
“Pemerintah provinsi mestinya memprioritaskan ruas jalan Payahe-Dehepodo ini untuk kepentingan masyarakat sekitar sehingga akses jalan ini tidak lagi dikeluhkan oleh warga Oba Selatan,” ujarnya, Senin (10/10/2022).
Pria yang menamatkan studi doktoralnya di Universitas Padjajaran ini menyarankan, untuk menyelesaikan permasalahan jalan tersebut, Pemprov Malut harus menaruh perhatian serius. Sebab, hal ini menyangkut kebutuhan mendasar masyarakat.
Kendati, tingkat curah hujan lebih disebabkan faktor alam, kondisi infrastruktur jalan menjadi tanggung jawab pemerintah. Dengan kondisi jalan yang baik, lanjut Isra, bisa meminimalisasi risiko yang dialami siswa untuk masuk ke sekolah.
Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Maluku Utara, Daud Ismail, mengatakan proyek pekerjaan jalan ruas Payahe-Dehepodo sudah dikerjakan sejak tahun 2014. Bahkan sekarang sudah termasuk ke dalam program multiyears sehingga setiap tahun dianggarkan.
“Memang sudah dianggarkan sejak tahun 2014. Namun proses pekerjaannya terdiri dari pembersihan, peningkatan, dan hotmix sehingga untuk pekerjaan ini dilakukan secara bertahap,” ujar Daud di ruang kerjanya, Senin (3/10/2022).
Daud menambahkan, dengan proses kerja yang bertahap tersebut, pemerintah menargetkan pekerjaan jalan ini akan selesai pada 2023 mendatang, sehingga masyarakat bisa menikmati kondisi jalan yang lebih baik.