Kepala Dinas Lingkungan Hidup atau DLH Provinsi Maluku Utara Ridwan Hasan mengatakan sepanjang 2016 tidak pernah memproses dokumen izin lingkungan sebagaimana Daftar SK IUP yang dikeluarkan Gubernur Abdul Gani Kasuba.
“Setahu saya sekitar 2 sampai 3 IUP yang dikeluarkan. Begitu juga proses izinnya masih dalam kajian dan belum sampai pada sidang Komisi Andal,” katanya saat disambangi di halaman rumah dinas Gubernur Maluku Utara, Kelurahan Kalumpang, Ternate Tengah, beberapa waktu lalu.
Ridwan mengungkapkan, proses izin lingkungan itu antaranya milik PT Halmahera Jaya Mining. Ridwan mengatakan 27 IUP yang diterbitkan itu seharusnya tidak ditandatangani gubernur karena belum ada izin lingkungan.
“Makanya saya sendiri heran kenapa sampai diterbitkan SK. Padahal dokumen izin lingkungan belum diproses dan belum keluar,” jelasnya.
BACA JUGA
Dugaan di Balik Penerbitan IUP Bermasalah
Ridwan mengemukakan, proses IUP merupakan kewenangan Dinas ESDM, namun syarat utama dikeluarkannya izin eksplorasi harus disertai dengan izin lingkungan.
“Apalagi 27 IUP yang ada itu rata-rata sudah masuk pada izin Produksi, sehingga sudah harus ada dokumen izin lingkungan. Jika IUP yang dikeluarkan tanpa dokumen izin lingkungan, maka pemerintah provinsi tidak punya dasar mengawasi,” sambungnya.
Sementara, untuk tahap paraf koordinasi izin lingkungan itu, kata Ridwan, pertama kali dilakukan melalui Dinas ESDM. “Kemudian DLH, Sekda, Biro Hukum, lalu Dinas Penanaman Modal dan PTSP,” kata Ridwan mengungkapkan proses IUP sebelum ditandatangani Gubernur.
Sarifudin Manyila, mantan Kepala Dinas ESDM Maluku Utara, mengatakan penerbitan SK 27 IUP yang diprosesnya itu telah dilakukan sesuai ketentuan UU.
Meski begitu, kata dia, semasa dirinya menjabat mulai 24 Mei 2016 hingga berakhir pada Jumat pagi, 14 Juli 2017, telah memproses 9 IUP. Sisanya dilakukan di masa mantan Kadis ESDM sebelumnya (Rahmatia).
“Yang itu ada 18 IUP yang diproses dengan cara melakukan tanggal mundur pembuatan IUP. Itu istilahnya back date. Kita lakukan itu karena 18 IUP ini sudah tertahan lama dari 2015. Artinya supaya tidak ekspire (kadaluarsa) sehingga kita lakukan back date,” katanya.
“Jadi back date yang saya lakukan itu sebagai langkah penyelamatan investasi yang sudah lama tertunda dan tidak diproses. Supaya tidak ekspire, ya saya lakukan penyelamatan terhadap 18 IUP yang tertunda tersebut ditambah dengan 9 IUP yang saya proses.”
Menurut Sarifudin, kebijakannya itu sekalipun belum ada izin lingkungan namun tidak masalah. “Karena yang saya lakukan itu sebagai langkah penyelamatan investasi.”
Sarifudin mengakui nama mantan Kadis ESDM Rahmatia dicatut dalam proses penerbitan 18 IUP namun tidak diberikan tandatangan.
“Jadi lihat dulu dokumen (Draf SK IUP Gubernur) itu baik-baik. Saya hanya menaruh nama beliau (Rahmatia) sekadar mengetahui, tetapi tidak ada tandatangan. Yang setelah itu diproses (ke Sekda, Biro Hukum dan Dinas PM PTSP) barulah diterbitkan SK,” sambungnya.
Sarifudin mengatakan yang dilakukannya itu murni mempertimbangkan usulan pihak perusahaan yang tidak diproses. “Kalau tidak diproses juga tidak melanggar aturan, tapi kasihan pihak perusahaan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Maluku Utara, Nirwan MT Ali, menolak diwawancarai. Dia mengaku tidak mengetahui 27 IUP tersebut. Saat ditanya mengenai penerbitan IUP yang tidak sesuai UU, menurutnya, tidak tahu.
“Soal IUP ini sebaiknya langsung ke Inspektorat. Ini karena kita sudah sepakat nanti dijelaskan sama Kepala Inspektorat,” kata Nirwan.
Hal senada dikatakan Kepala Inspektorat Bambang Hermawan. Mantan Kepala Inspektorat Kabupaten Halmahera Selatan itu juga menolak memberikan keterangan.
“Nanti saya sampaikan setelah ada penjelasan dari Karo Hukum (Salmin Djanidi). Ini karena 27 IUP itu saya sendiri tidak ikuti prosesnya. Soal 27 IUP itu masih simpang siur,” tambahnya.
Salmin Djanidi, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Maluku Utara, kala dikonfirmasi, mengatakan proses 27 IUP tersebut tidak melalui Biro Hukum.
Dia mengatakan 27 IUP yang diproses itu tidak diketahuinya. “Tetapi saya sudah menelusuri 27 nomor IUP yang dikeluarkan. Dan nomor yang dikeluarkan itu melalui staf saya, juga syarat administrasinya masih belum dipenuhi,” katanya.
Menurutnya, nomor IUP yang dikeluarkan melalui paraf koordinasi itu sebagiannya tidak dilakukan paraf koordinasi. “Karena itu saya telah memanggil staf saya untuk kejelasan penerbitan IUP ini. Jika benar terbukti ada nomor yang keluar tidak sesuai mekanisme maka saya akan laporkan ke pimpinan (gubernur),” tutupnya.
Author: Khaira Ir Djailani
Editor: Redaksi