Gubernur nonaktif Abdul Gani Kasuba alias AGK didakwa menerima suap, berupa sejumlah uang dari Stevi Thomas selaku pihak swasta. Stevi merupakan satu dari tiga terdakwa yang menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Ternate, Rabu 6 Maret 2024.
Dalam sidang perdana tersebut, Jaksa Penuntut Umum KPK membacakan dakwaan bahwa terdapat aliran dana Stevi kepada AGK. Aliran dana itu diberikan secara bertahap di beberapa tempat.
JPU KPK menyatakan, terdakwa telah memberikan uang sebesar 60 USD kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu AGK. Uang tersebut diberikan agar terdakwa mendapat kemudahan dalam penerbitan izin dan rekomendasi teknis dari Pemprov Malut.
Hal tersebut dijelaskan bertentangan dengan kewajiban AGK selaku penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi maupun nepotisme. Sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
Sejak April 2011, lanjut JPU, Stevi menjabat sebagai salah satu direktur perusahaan tambang di wilayah Maluku Utara.
“Setelah menjabat, terdakwa dan AGK menjalin komunikasi via telepon seluler,” kata JPU dalam bacaan dakwaan.
“Dan seterusnya Stevi memberi sinyal kepada gubernur jika memerlukan sesuatu segera menghubunginya jika berada di Jakarta,” lanjut JPU.
Selain gubernur, dalam dakwaan JPU KPK, juga menyebut nama Sukur Lila selaku mantan Kadis Kehutanan Provinsi Maluku Utara. Sukur Lila dikatakan pernah menerima aliran dana dari AGK perihal pengajuan rekomendasi teknis untuk pinjam pakai kawasan hutan.
Dalam rangka melengkapi pengajuan persetujuan kawasan hutan, “Yang diajukan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kemudian Sukur Lila diminta menyampaikan kepada setiap pertambangan agar meminta bantuan kepada gubernur dalam segala pengurusan teknis izin pakai kawasan hutan.”
Selanjutnya, Sukur Lila dipanggil gubernur ke kediamannya dan diperintahkan agar membantu proses setiap pertambangan yang akan mengajukan terkait pertimbangan teknis tersebut agar cepat terselesaikan.
Setelah menerima arahan, terdakwa kemudian bertemu dengan Sukur Lila untuk mengajukan permohonan pinjam pakai kawasan hutan dalam rangka melengkapi persetujuan-persetujuan kawasan hutan yang diajukan ke KLHK melalui Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara.
“Yang kemudian proses pengelolaannya dipermudah oleh Sukur Lila,” sebut JPU dalam dakwaannya.
Pada tahun 2023, terdakwa kembali bertemu dengan Sukur Lila dan diteruskan melalui via perpesanan WhatsApp terkait proses pengajuan teknis yang diurus.
“Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan ancaman pidana dalam Pasal 5 Ayat 1 Huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001,” lanjut JPU mengakhiri.
Sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi akan dilanjutkan pada 13 Maret 2024. Keempat terdakwa tetap dilakukan penahanan di Rutan Kelas IIB Jambula Ternate. *