Laut wilayah Perairan Maluku Utara masih marak terjadi praktik illegal fishing. Aktivitas perikanan yang merusak ini bahkan terjadi secara berulang.
Praktik ini semakin subur sebagaimana perkembangan rumpon yang saat ini sesuai data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara mencapai 1.320 unit rumpon yang tidak memiliki izin.
BACA JUGA Berebut Ruang di Selat Obi Halmahera Selatan
Praktik ilegal ini bahkan diduga dibekingi oleh oknum aparat PNS di Dinas Kelautan dan Perikanan. Dugaan ini mencuat setelah aksi unjuk rasa yang dilakukan Aliansi Anak Nelayan Obi, di Sofifi, Ibu Kota Provinsi Maluku Utara pada 2 Juni 2022.
Aksi yang dilakukan anak nelayan Obi ini karena adanya aktivitas rumpon dan pajeko masuk beroperasi tanpa izin mengambil ikan, di wilayah Perairan Selat Obi, Halmahera Selatan.
Praktik ini telah menyebabkan menurunnya pendapatan nelayan di Pulau Obi. Kondisi yang dialami nelayan kecil ini disampaikan oleh Koordinator Aliansi Anak Nelayan Obi M Sulton Umar, ketika dikonfirmasi kieraha.com, melalui telepon, Selasa malam, 21 Juni 2022.
Sulton mengemukakan, dari jumlah rumpon ilegal yang tercatat 1.320 unit bertebaran di wilayah Perairan Maluku Utara itu 55 unit diantaranya berada di Perairan Pulau Obi.
“Dari jumlah itu tercatat hanya 18 nama pemilik. Yang diantaranya sesuai data yang ada disebutkan ada nama oknum aparat,” lanjut Sulton.
Ia meminta, adanya langkah tegas dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Malut menyikapi keberadaan rumpon dan pajeko ilegal yang masuk di perairan ini.
“Karena setelah aksi unjuk rasa di Sofifi, itu ada kesepakatan yang dibuat oleh Pemprov Malut melalui DKP dan DPM PTSP bersama nelayan Obi. Kesepakatan itu soal penertiban aktivitas rumpon dan pajeko ilegal dilakukan pada tanggal 14 sampai 20 Juni 2022 dan pemberhentian sementara operasi rumpon dan pajeko di Perairan Selat Obi,” ujarnya.
Namun, setelah dibuatkan kesepakatan tersebut, lanjut Sulton, hingga saat ini belum ada langkah penertiban dari DKP Maluku Utara. Bahkan nelayan Obi masih menemukan rumpon dan pajeko yang beroperasi secara ilegal di wilayah perairan setempat.
“Kami tidak tahu apakah dari DKP sudah sosialisasi ke pajeko atau belum, namun pasca balik ke Obi sampai sekarang masih ada rumpon dan pajeko yang beroperasi. Bahkan sampai saat ini masih ada pajeko yang berpangkalan di wilayah Desa Sambiki dan Mandioli,” jelasnya.
Kepala DKP Malut Abdullah Assagaf menyatakan, penundaan penertiban rumpon dan pajeko ilegal ini terjadi karena bantuan kapal pengawasan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Ambon belum tiba di Kota Ternate.
BACA JUGA 1.320 Rumpon Ilegal Tumbuh Subur di Perairan Maluku Utara
“Kita sudah siap ke lokasi, namun saat ini masih menunggu bantuan kapal pengawasan dari KKP melalui Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Ambon. Dengan kapal ini saya berharap kita lebih leluasa dalam melakukan penertiban rumpon dan pajeko ilegal yang melakukan aktivitas penangkapan ikan di wilayah Perairan Obi,” tambahnya.
Terkait oknum aparatur di Dinas Kelautan dan Perikanan yang diduga terlibat dalam aktivitas illegal fishing tersebut, lanjut Abdullah, belum mau memberikan keterangan secara resmi. *