Sula  

Bupati Sula Diminta Kembalikan Posisi Pejabat yang Dicopot

Avatar photo
Prosesi pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Sula, Fifian Adeningsi Mus dan M Saleh, di Sofifi 4 Juni 2021.

Bupati Sula Fifian Adeningsi Mus diminta membatalkan surat keputusan pengangkatan dan pemberhentian pejabat pimpinan tinggi atau PPT pratama, administrator dan pengawas di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula yang dirolling tanggal 8 Juni.

Permintaan tersebut disampaikan Pemerintah Provinsi Maluku Utara melalui surat yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah Provinsi Malut Samsuddin Abdul Kadir pada tanggal 11 Juni kemarin. Dalam surat Nomor: 800/85/2021 ini menyebutkan, kebijakan Bupati Kepulauan Sula tidak mematuhi ketentuan peraturan. Diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 470/134/SJ tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pejabat Struktural pada Unit Kerja yang Menangani Urusan Administrasi Kependudukan di Provinsi dan Kabupaten Kota.

BACA JUGA Pemprov Diminta Investigasi Kepala Daerah yang Copot Pejabat di Malut

“Untuk menindaklanjuti surat ini, maka pemprov melalui Kepala BKD akan meminta penjelasan Bupati Sula terkait dengan pengangkatan dan pemberhentian PPT,” kata Kepala Biro Protokoler Kerjasama dan Komunikasi Publik Setda Malut, Rahwan K Suamba, ketika dikonfirmasi, Minggu 13 Juni.

Apabila surat tersebut tidak ditindaklanjuti, lanjut Rahwan, pemprov akan menurunkan tim audit kepegawaian untuk melakukan investigasi. Tim ini terdiri dari BKD dan Inspektorat.

“Hasil investigasi akan diteruskan ke BKN, KASN, Kemenpan RB, dan Kemendagri,” ujarnya.

Langkah yang diambil pemprov ini dilakukan setelah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri meminta Gubernur Malut untuk melakukan investigasi perihal rolling Pejabat Pimpinan Tinggi atau PPT yang dilakukan Bupati Sula pada tanggal 8 Juni 2021 kemarin.

Rolling pejabat ini bagi Kemendagri boleh dilakukan asalkan sesuai ketentuan dan mendapat izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri. Ini dilakukan demi menghindari konsekuensi hukum di kemudian hari.

“Misalnya evaluasi dulu, atau dalam waktu 6 bulan dia (kepala daerah) mengisi jabatan yang masih kosong, yang setelah itu meminta izin tertulis kepada Menteri. Jadi boleh mutasi, tapi belum tentu bisa karena konsekuensinya tinggi kalau tidak ada izin dari Menteri,” kata Direktur Jenderal Otda Kemendagri, Akmal Malik, ketika dikonfirmasi, di Ternate, Kamis, 10 Juni.

Akmal menjelaskan, jika tidak ada izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri maka dipastikan berdampak hukum karena menyangkut dengan penggunaan aset dan keuangan daerah.

“Ketika sebuah tindakan administrasi dilakukan oleh pejabat yang tidak punya otoritas, ada kerugian negara. Sehingga itu yang kita ingatkan. Makanya kita minta Pemprov Maluku Utara untuk segera menyampaikan kepada pemda bahwasannya ada tindakan-tindakan yang melanggar hukum (berupa mutasi) ada konsekuensi hukumnya nanti,” tutupnya. *

Apriyanto Latukau