Laporan dugaan tindak pidana korupsi anggaran TPP Rumah Sakit Umum Daerah Chasan Boesoirie Ternate sudah mulai ditangani Penyidik Kejati Malut.
Tercatat sudah sebanyak 11 orang pegawai dan dokter RSUD Chasan Boesoirie yang dipanggil dan memberikan keterangan kepada penyidik di kantor kejaksaan setempat.
BACA JUGA Soal Cengkih Ternate yang Bikin Belanda dan Portugis Jajah Indonesia
Kasus yang ditangani ini terkait anggaran Tambahan Penghasilan Pegawai atau TPP PNS dan non PNS yang dilaporkan dipangkas oleh pihak managemen keuangan RSUD Chasan Boesoirie. Dugaan pemotongan TPP dilakukan kepada 700 pegawai dengan status PNS, 200 pegawai non PNS, dan 20 orang tenaga dokter di rumah sakit tersebut.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Malut Richard Sinaga menyatakan, penanganan kasus dugaan ini masih tahap pengumpulan data dan pengumpulan bahan keterangan.
Ia mengemukakan, dari 11 orang yang dimintai keterangan, 8 orang diantaranya adalah pegawai dan 3 lainnya tenaga dokter.
“Tiga tenaga dokter ini barusan kita mintai keterangannya,” ujar Richard, ketika dikonfirmasi kieraha.com, di Kantor Kejati, Kelurahan Stadion, Ternate Tengah, Senin sore, 29 Agustus.
Ia menyatakan, setelah pegawai dan tenaga dokter akan dijadwalkan pemanggilan untuk direktur dan manajemen keuangan RSUD Chasan Boesoirie.
Direktur RSUD Chasan Boesoirie Ternate Dokter Syamsul Bahri menyatakan, akan hadir memberikan keterangan kepada penyidik jika dipanggil.
Menurut Syamsul, pemotongan TPP sudah dilakukan sesuai Peraturan Gubernur Malut.
“Misalnya, dulu mereka dapat Rp 10 juta, kemudian pendapatan rumah sakit meningkat kami usulkan ke gubernur untuk dinaikkan dan diputuskan Rp 20 juta. Sekarang pendapatan rumah sakit menurun, kemudian diusulkan untuk turun menjadi Rp 15 juta, apakah itu masuk pemotongan? karena yang kita usulkan ini sudah sesuai dengan kemampuan rumah sakit. Dan yang kita usulkan ini sesuai peraturan gubernur,” ujar Syamsul, Senin malam.
Ia mengatakan bahwa sumber dana TPP maupun Tunjangan Kinerja di RSUD Chasan Boesoirie ini menggunakan dana dari pendapatan rumah sakit.
“Itu karena RSUD Chasan Boesoirie merupakan BLU (Badan Layanan Umum) yang punya aturan TPP tidak sama dengan TPP di Pemprov maupun di Rumah Sakit Sofifi. Dan untuk alokasi anggaran melalui APBD Pemprov Malut itu dalam bentuk subsidi dan hanya untuk membeli obat dan bahan habis pakai, tidak boleh untuk membayar jasa (TPP maupun Tunjangan Kinerja),” lanjut Syamsul.
Ia mengatakan, pemotongan jasa TPP sudah disampaikan ke pihak pegawai dan dokter.
“Jadi saya sudah sampaikan ke mereka. Saya sampaikan juga melalui Kepala-Kepala Ruangan bahwa kita terpaksa melakukan penyesuaian untuk TPP. Kenapa kita lakukan penyesuaian, karena pendapatan rumah sakit secara ril turun,” kata Syamsul.
Ia mengapresiasi pihak kejaksaan yang sudah memintai keterangan pegawai dan dokter.
“Biar supaya kejaksaan panggil mereka, setelah itu panggil saya. Karena nanti akan saya jelaskan sekalian serahkan datanya. Dan saya harapkan mereka yang dipanggil juga serahkan datanya sesuai laporan. Kan begitu, karena ini dilakukan sesuai aturan,” ujarnya.
“Aturan ini kan dari atas. Jadi sebenarnya sederhana saja, kalau kita baca aturan. Karena dalam Pasal 1 Ayat 1 (Peraturan Gubernur Malut Nomor: 9.3 Tahun 2020 tentang Tambahan Penghasilan bagi PNS dan non PNS di lingkungan RSUD Chasan Boesoirie) itu disebutkan bahwa TPP dibayar berdasarkan pada kemampuan rumah sakit,” sambung Syamsul.
Akbar Amin