Sejumlah perusahaan pertambangan yang beroperasi di wilayah Maluku Utara mempekerjakan banyak warga negara asing. Mayoritas pekerja asing berasal dari Tiongkok.
Daftar rincian ketenagakerjaan yang dirilis Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Maluku Utara pada April 2016, menyebutkan jumlah tenaga kerja asing mencapai 1.125 orang. Tersebar di perusahaan tambang nikel dan emas.
Untuk kabupaten Halmahera Tengah sebanyak 218 orang warga asal Tiongkok, Halmahera Selatan 801 orang asal Tiongkok, Halmahera Utara 54 orang asal warga Perancis dan Australia, Kepulauan Sula 27 orang warga asal Australia dan Tiongkok, serta Kabupaten Pulau Taliabu sebanyak 72 orang warga asal Tiongkok.
BACA JUGA
Warga Tiongkok Terjaring Razia BNN
Berdasarkan rilis Disnakertrans, terdapat 218 orang warga Tiongkok yang diduga bekerja secara ilegal di perusahaan tambang nikel untuk proyek pembangunan smelter Pulau Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah.
Dugaan keberadaan TKA ilegal itu berawal dari laporan Disnakertrans yang menyebutkan ada banyak pekerja asing di perusahaan-perusahaan tambang di Malut yang tidak berizin. Dari 218 orang TKA ilegal itu, terdapat 28 orang yang tidak bisa berbahasa Indonesia.
Izin Palsu
Kondisi tersebut terjadi lagi pada April 2017. Kali ini Disnakertrans menemukan izin palsu TKA yang dikeluarkan PT Harita Group atas nama pemprov Malut.
Modus yang dilakukan perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan itu diduga ada unsur kesengajaan.
Umar Sangadji, Kepala Disnakertrans Provinsi Malut, mengatakan pihaknya akan menempuh upaya hukum atas tindakan PT Harita Group.
“Karena telah memanipulasi Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) dan Rencana Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (RMTKA) tersebut,” kata Umar, Selasa (11/4/2017).
Umar mengemukakan tindakan melanggar hukum yang dilakukan PT Harita Group adalah melakukan manipulasi tandatangan, nomor surat, meniru dan memalsukan stempel, “Yang seakan-akan itu dikeluarkan langsung oleh Kepala Disnakertrans.”
Menurut Umar, pemprov selama ini tidak pernah mengeluarkan surat IMTA dan RMTKA itu kepada 23 orang WNA asal Tiongkok yang kini sudah bekerja di PT Harita Group.
“Dari surat izin yang ada, PT Harita Group sengaja memanipulasi izin yang dikeluarkan atas nama pemprov Malut. Sehingga secepatnya masalah ini kami akan dilaporkan ke pihak berwajib atas tindakan semena-mena perusahaan tersebut,” tutup Umar.
Pimpinan PT Harita Group belum dapat dikonfirmasi. Berdasarkan nomor telepon yang didapat, saat dihubungi tidak aktif.
Author: Hairil Hiar I Khaira Ir Djailani
Editor: Redaksi