Aliansi Mahasiswa Unibrah Bergerak mendesak Pemerintah Provinsi Maluku Utara untuk merespon kenaikan harga Bahan Bakar Minyak atau BBM. Desakan ini disampaikan melalui aksi unjuk rasa, di Sofifi, Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan, Senin 12 September 2022.
Pengamatan kieraha.com, aksi massa ini dilengkapi dengan satu unit mobil pickup dan sound system. Mereka melakukan long march dari Kampus Unibrah menuju Kantor DPRD Malut di Sofifi.
BACA JUGA Mahasiswa di Ternate Kembali Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM
Massa mahasiswa meminta agar pemerintah provinsi mengawasi distribusi BBM subsidi supaya tepat sasaran, mengevaluasi izin usaha pertambangan yang merusak lingkungan, mencopot Kepala SKPD yang masih berkantor di Ternate, tuntaskan kasus kekerasan perempuan dan anak, serta menuntaskan pembangunan jalan Oba Selatan dan pengadaan fasilitas jaringan listrik di Pulau Mare.
Gufran Muhlis, koordinator aksi, dalam orasinya menyampaikan bahwa imbas kenaikan harga BBM ini telahmelemahkan kekuatan ekonomi masyarakat di wilayah setempat.
“Efek dominonya adalah semakin bertambah mahalnya harga sembako serta ongkos transportasi,” ujar Gufran.
Gufran mengatakan kebijakan pemotongan subsidi BBM ini, juga membuat situasi ekonomi nelayan dan petani di wilayah setempat bertambah suram, karena sebelumnya telah dihantam oleh ekspansi pertambangan dan turunnya harga kopra di Maluku Utara.
“Kekayaan sumber daya alam yang tersedia justru tidak bisa dimaksimalkan untuk kesejahteraan petani dan nelayan, karena mereka harus bersaing dengan perusahaan tambang emas dan nikel yang cenderung merusak lingkungan. Oleh karena itu, pemerintah provinsi harus melihat ini sebagai bagian dari masalah sistemik yang harus dibijaki secara serius. Karena apabila tidak, maka pemerintah juga telah melegitimasi proses pemiskinan masyarakat di Maluku Utara secara terstruktur, sistematis dan masif,” lanjut Gufran.
Selain BBM dan kerusakan lingkungan, maraknya kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan dan anak juga tak luput dari desakan massa aksi kepada pemerintah provinsi.
Nurima Masri, salah satu massa aksi, menyebutkan bahwa semakin meningkatnya angka kekerasan seksual setiap tahun juga menjadi hal yang memprihatinkan. Padahal, katanya, dengan segala perangkat sistemik yang ada, pemerintah seharusnya sudah dapat berbuat lebih untuk menekan peningkatan kasus kekerasan tersebut.
“Sebab perempuan adalah pelahir peradaban, maka tidak sepantasnya orang yang melahirkan peradaban dilecehkan, apalagi diperkosa,” tambah Nurima dalam orasinya. *