Tidore  

Dialog Tentang Predator Kekerasan Seksual di Maluku Utara

Avatar photo
Ilustrasi. (Foto istimewa)

Generasi Muda Mafututu atau Gamutu menghelat dialog bertajuk Kekerasan Seksual. Kegiatan ini dilakukan atas dasar kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah Kota Tidore dan Maluku Utara pada umumnya yang semakin memprihatinkan.

Dialog ini didukung oleh media online kieraha.com, Kampus Unibrah, dan Sentranews.

BACA JUGA Tidore Darurat Kekerasan Seksual

Hadir sebagai narasumber dalam dialog ini adalah Pipin Jamson, dosen Fisipol UGM yang saat ini sedang menyelesaikan studi doktoral di Universitas Melbourne. Pipin berbicara dalam aspek Membangun Gerakan Solidaritas yang Berpihak kepada Korban Kekerasan Seksual. Narasumber kedua dari Universitas Negeri Gorontalo, DR Udin Hamim yang juga Penasehat Gamutu.

Pipin menuturkan, ada tiga segitiga kekerasan seksual. Sudut segitiga pertama menjelaskan tentang kekerasan langsung siapa yang melakukan (subjek) dan dikenai kekerasan (objek) tampak, langsung menyakiti baik secara fisik, verbal maupun psikis, misalnya memperkosa, menghina dan mengancam.

Sudut segitiga kedua adalah kekerasan seksual secara struktural, lanjut Pipin, tentang siapa yang melakukan kekerasan tidak tampak karena terjadi secara sistemik dan terlembaga, misalnya kebijakan yang diskriminatif terhadap gender tertentu.

BACA JUGA Kota Layak Anak Masih Pemecah Rekor Kekerasan Seksual Tertinggi di Malut

Suasana dialog yang dilakukan secara online. (kieraha.com)
Suasana dialog yang dilakukan secara online. (kieraha.com)

“Dalam sudut ketiga, yaitu menjelaskan tentang kekerasan kultural. Kekerasan ini terjadi bukan karena subjeknya, tetapi karena dibiarkan terjadi, dianggap normal dan dibenarkan, misalnya kultur menyalahkan penyintas kekerasan seksual (victim blaming),” ujar Pipin.

DR Udin Hamim memaparkan persoalan akar kekerasan seksual. Ia menuturkan bahwa kasus kekerasan seksual ini terjadi bukan pada cara berpakaian atau dari status pendidikan seseorang. Perilaku kekerasan tersebut terjadi akibat akhlak dan adab yang tidak baik.

“Akhlak dan adab ini yang menjadi sumber utama masalah kekerasan seksual,” ucapnya.

Dosen Universitas Negeri Gorontalo itu mengajak kepada Generasi Muda Mafututu, agar bekerjasama dengan Universitas Bumi Hijrah atau Unibrah Sofifi dalam rangka menjadikan Mafututu sebagai kampung binaan bebas kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

Pelibatan Perangkat Adat

Bukan hanya itu, lanjut dia, perangkat adat juga perlu dilibatkan secara aktif dalam persoalan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan di wilayah tersebut.

Ia menyatakan, solusi untuk menyelesaikan persoalan kekerasan ini adalah dengan mengaktifkan kolektif substansial. Kolektif subtansial ini tidak sekedar kegiatan seremonial belaka, tidak sekedar bikin diskusi dan tidak cukup dengan sosialisasi saja.

BACA JUGA Kekerasan Berbasis Gender Online Marak di Jakarta, Bagaimana dengan Maluku Utara?

“Namun kolektif subtansial ini adalah penjabaran atas program hingga ke unsur terkecil masyarakat atau keluarga, dan mengimplementasikan secara konkret di lingkungan pendidikan maupun di lingkungan masyarakat,” sambungnya.

Dialog yang diarahkan oleh Gofur, Presidium Gamutu yang juga Kepala Perpustakaan Unibrah ini berkahir dengan lancar dan sukses. Peserta yang hadir dalam dialog ini diantaranya Akademisi STIKES Ternate dan Unibrah Sofifi. *

Akbar Amin

Ikuti berita tv kieraha di Google News klik di sini