Tidore  

Pentingnya Cek Fakta untuk Akademisi di Maluku Utara

Avatar photo
Ilustrasi pentingnya menghindari berita hoaks. (Istimewa)

Universitas Bumi Hijrah Tidore secara resmi menggelar pelatihan Literasi Digital untuk Akademisi melalui zoom meeting, Jumat 11 Maret 2022. Kegiatan tersebut dibuka oleh Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bumi Hijrah Tidore, Bahrudin Hasan.

Hadir peserta dari akademisi Universitas Terbuka, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Universitas Pasifik Morotai dan Universitas Bumi Hijrah Tidore.

BACA JUGA Kekerasan Berbasis Gender Online Marak di Jakarta, Bagaimana dengan Maluku Utara?

Pelaksanaan pelatihan yang dilakukan selama dua hari secara online dan offline ini menghadirkan pembicara dari Trainer Tersertifikasi Google Budi Nurgianto dan Putri Nurdiana Jailan, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Unibrah yang sebelumnya telah mengikuti Training of Trainer dari Google News Initiative bekerjasama dengan Aliansi Jurnalis Independen Indonesia di Bali.

Bahrudin, dalam sambutannya, menekankan pentingnya menciptakan melek digital karena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mempengaruhi masyarakat. Katanya, dengan berbagai suku dan budaya yang ada, tidak bisa dipungkiri bahwa hal tersebut berpotensi menciptakan perubahan sosial.

“Ini ibarat gelombang laut yang harus dihadapi, maka kita tidak punya pilihan lain selain menguasainya,” tutur Bahrudin.

Ia menyebutkan, era digital merupakan konsekuensi yang memiliki dampak positif dan negatif. Dampak negatif ini, seperti penyebaran berita bohong atau hoaks karena rendahnya literasi digital masyarakat, pelanggaran hak kekayaan intelektual, manipulasi digital, hingga bersemayamnya gerakan radikalisme di internet yang mengancam kesatuan dan keutuhan bangsa.

BACA JUGA Sekertaris DKP Maluku Utara Didemo di Kejati dan Kediaman Gubernur Ternate

Bahrudin mengemukakan, data Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat jumlah pengguna internet di Indonesia sebanyak 202,35 juta jiwa atau 36,8 persen. Sementara tingkat literasi digital hanya berada di level sedang atau 3,47 persen. Artinya, menurut Bahrudin, tidak semua pengguna internet ini memiliki kecerdasan digital.

“Maka kita perlu memiliki empat elemen penting, yaitu kritis, menjaga identitas, menjaga hak privasi, dan mengisinya dengan konten-konten positif,” tambahnya.

Pentingnya Cek Fakta

Budi Nurgianto, dalam materinya membeberkan, sebagai negara dengan tingkat pengguna internet terbesar ke lima di dunia, Indonesia tidak lepas dari serangan hoaks. Menurutnya, kurang lebih terdapat dua peristiwa penting yang menjadi penyebab tumbuh suburnya hoaks di Tanah Air, diantaranya pandemi dan momentum politik.

“Karena ada banyak orang yang melakukan peternakan hoaksnya,” kata Budi, yang juga Tim Cek Fakta Tempo.

Ia mengatakan selama pengalamannya di bidang cek fakta, terdapat sejumlah platfrom media sosial yang paling tinggi penyebarannya, seperti WhatsApp dan Facebook. Oleh karena itu, lanjut Budi, sangat penting untuk menggunakan lima kunci dalam pengecekan fakta, diantaranya memeriksa asal konten, memeriksa sumber, melihat waktunya, melihat lokasinya, dan mencari tahu motivasi pengunggahnya.

“Ini biasanya didorong oleh faktor ekonomi,” tambahnya.

BACA JUGA Waspada Jika Gamalama Mengamuk

Selain itu, lanjut Budi mengingatkan, kepada setiap pengguna internet yang mendapat informasi harus memastikan kredibilitas sumber. Sehingga mampu melakukan langkah verifikasi sebelum disebarkan ke akunnya sendiri atau ke teman medsosnya yang lain.

“(Ini dapat dilakukan) hanya dengan cara memeriksa kredibilitas situs, mencari konten asli, dan melakukan audit sosial,” sambung Budi.