Nurima Masri, Koordinator Barisan untuk Emansipasi Perempuan mendesak Pemerintah Kota Tidore Kepulauan serius menyikapi kasus perkosaan yang terjadi di Kecamatan Oba dan Oba Utara pada Juni 2022 lalu.
Menurutnya, sepanjang bulan Januari hingga Mei 2022 telah terjadi 15 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di kota setempat.
BACA JUGA Kota Layak Anak Masih Pemecah Rekor Kekerasan Seksual Tertinggi di Malut
“Ditambah 2 kasus baru pada bulan Juni lalu, maka sudah mencapai sebanyak 17 kasus,” katanya, kepada kieraha.com, di Sofifi, Selasa 5 Juli 2022.
Jika dibuat perbandingan dengan total kasus yang terjadi pada tahun 2021, lanjut Nurima, telah mencapai 85 persen dari total kasus pada 2022.
“Padahal baru 6 bulan berjalan, dengan begitu maka dapat disimpulkan bahwa Tidore berada dalam kondisi darurat kekerasan seksual,” ujarnya.
Ketua KOPRI PMII Cabang Tidore itu menyatakan, sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 12 Tahun 2021 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau TPKS bahwa pemerintah daerah wajib untuk menjamin segala kebutuhan korban dan keluarga korban.
Jaminan tersebut, katanya, meliputi pelayanan kesehatan, penguatan psikologi, rehabilitasi sosial, layanan hukum hingga mengidentifikasi kebutuhan pemberdayaan ekonomi korban dan keluarga korban.
BACA JUGA Kekerasan Berbasis Gender Online Marak di Jakarta, Bagaimana dengan Maluku Utara?
“Hal tersebut semestinya menjadi perhatian yang harus diseriusi Pemkot,” sambungnya.
Kieraha.com berupaya menghubungi Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Tidore Kepulauan, Abdul Rasid Abdul Latif terkait penanganan dan perkembangan kasus kekerasan tersebut. Namun upaya konfirmasi via WhatsApp ini belum bersambut.