News  

Kota Layak Anak Masih Pemecah Rekor Kekerasan Seksual Tertinggi di Malut

Avatar photo
Ilustrasi kekerasan anak. (Kieraha.com)

Jumlah kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, di wilayah Maluku Utara pada tahun 2021 naik signifikan. Ini jika dibandingkan dengan jumlah kasus pada 2020.

Data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau DP3A Maluku Utara menyebutkan, pada 2021 tercatat kasus kekerasan ini mencapai 285 kasus tersebar di 10 Kabupaten Kota. Jumlah ini sebagian besar terjadi di Kota Ternate sebanyak 58 kasus.

BACA JUGA Oknum Kades di Halmahera Utara Dituntut 12 Tahun Gegara Cabuli 16 Orang Anak

Sementara kasus kekerasan pada Januari hingga Desember 2020 mencapai 144 kasus.

Kekerasan terhadap perempuan dan anak ini dengan beragam kasus, seperti kekerasan fisik, psikis, seksual, trafficking, penelantaran hingga kasus kekerasan lainnya.

“Pada tahun 2021 angka kekerasan seksual di Maluku Utara mencapai 285 kasus. Jumlah ini terbilang cukup memprihatinkan karena meningkat (141 kasus dari tahun 2020 dengan jumlah 144 kasus),” kata Kepala DP3A Malut Musyrifah Alhadar, Minggu 24 April 2022.

Pemecah Rekor

Ternate merupakan kota pulau kecil yang sudah menerima penghargaan sebagai Kota Layak Anak sejak tahun 2017. Penghargaan dari pusat ini berlangsung hingga 2021.

Musyrifah menyebutkan, sepanjang bulan Januari hingga Maret 2022, kasus kekerasan di 9 Kabupaten Kota di provinsi kepulauan ini sudah mencapai 98 kasus.

Dari jumlah ini masih tinggi terjadi di Kota Ternate 19 kasus, Kabupaten Kepulauan Sula 18 kasus, Halmahera Selatan 16 kasus, Halmahera Utara 15 kasus, Halmahera Barat 15 kasus, Kota Tidore 12 Kasus, Pulau Taliabu 2 kasus, Halmahera Tengah 1 kasus, dan Morotai nol.

Musyrifah memperkirakan, jumlah ini masih akan meningkat seiring gencarnya sosialisasi yang dilakukan oleh DP3A maupun stakeholder kepada warga masyarakat setempat.

“Sehingga korban tidak malu atau takut lagi untuk melaporkan peristiwa ini,” lanjutnya.

Ia menambahkan, angka kekerasan ini didominasi kalangan menengah kebawah. Untuk itu, perlu menjadi perhatian bersama, terutama adanya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual saat ini agar terus disosialisasikan hingga ke elemen paling bawah. *

Wahyudi Yahya