Perwakilan Kepala Keluarga eks pengungsi konflik horizontal tahun 1999 menggelar rapat akbar dan deklarasi Penyaluran Dana Eks Pengungsi Maluku Utara, di Lapangan Desa Bina Gara, Kecamatan Wasile Selatan, Halmahera Timur, Kamis sore, 7 Januari 2021.
Deklarasi itu terkait tindaklanjut ganti rugi yang dilayangkan kepada pemerintah melalui Kementerian Sosial di Jakarta pasca mereka memenangkan gugatan pada 2012 lalu.
Rapat dan deklarasi yang dihadiri sejumlah perwakilan Kepala Keluarga eks pengungsi dan Kepala Desa dari daratan Halmahera ini dilakukan dengan Tim Hukum LBH Kepton.
La Ode Zulfikar Nur, Direktur LBH Kepulauan Buton atau Kepton menyatakan, kehadiran tim hukum dari masyarakat eks pengungsi dalam rangka menjelaskan kepada warga bahwa perjuangan menuntut ganti rugi kepada pemerintah sudah mendapat titik terang.
“Ini bukan sesuatu yang bohong. Perjuangan ini sudah dimulai setelah permohonan eksekusi pertemuan LBH Kepton pada tanggal 20 September 2020 telah ditindaklanjuti di Kemensos pada tanggal 12 Oktober lalu. Tindak lanjut ini bahwa Kemensos harus membentuk Tim Panel yang dinamakan Pokja (Kelompok Kerja) dari perwakilan Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, tiga Gubernur, dan Menteri Sosial,” kata La Ode, ketika disambangi, Kamis sore.
La Ode mengemukakan, pembentukan Tim Panel itu bertujuan untuk memvalidasi data KK dari masyarakat eks pengungsi tahun 1999 yang berasal dari tiga provinsi tersebut.
“Sehingga dapat diketahui masyarakat mana saja yang menerima ganti rugi, ini karena masyarakat khususnya Halmahera Timur (Maluku Utara) rata-rata sudah mendapatkan sebesar Rp 7,5 juta dari dana ganti rugi yang harusnya diterima Rp 18,5 juta,” katanya.
Ia menjelaskan, Tim Panel yang sedang didorong untuk segera terbentuk itu akan berembuk data KK eks pengungsi yang akan dibawa ke Kementerian Dalam Negeri.
“Data yang disampaikan ke Kemendagri ini akan diverifikasi melalui Dukcapil. Olehnya itu sehingga kami harapkan masyarakat agar menyetor KK yang masih aktif,” sebutnya.
La Ode berharap, dengan adanya deklarasi yang dilaksanakan di Halmahera Timur itu dapat menambah semangat masyarakat dan tim LBH Kepton yang bekerja di lapangan.
“Ini supaya tim lapangan bisa lebih giat untuk mendorong Kementerian Sosial RI segera membentuk Tim Panel dalam rangka menuju tahapan pengajuan dana ganti rugi,” katanya.
Ia menyebutkan, dana ganti rugi yang akan diusulkan itu disesuaikan dengan data KK yang terdapat dalam putusan pengadilan. Untuk Maluku Utara mencapai 53 ribu KK.
“Ini berdasarkan data yang masuk. Jadi pada saat kami ajukan di pengadilan, kami bentuk tim dan terkumpul lah angka ini. Data ini yang akan diverifikasi Dukcapil,” sambungnya.
Pengajuan Ganti Rugi
La Ode mengatakan pengajuan dana ganti rugi dilakukan berdasarkan gugatan perkara LBH Kepton selaku kuasa hukum kelompok warga yang dikabulkan oleh Pengadilan.
Dalam putusan PN Jakarta Pusat pada tahun 2012 itu kata La Ode, pihak tergugat dalam hal ini pemerintah, diminta menjalankan kewajiban dengan memberi ganti rugi kepada pihak penggugat kurang lebih Rp 3,7 triliun.
Namun dari pihak tergugat kemudian melakukan upaya hukum banding perihal gugatan yang dikabulkan, tetapi hasilnya pengadilan menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama. Setelah itu pemerintah kembali mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dengan nomor perkara 1950 K/PDT/2016. MA dalam putusannya tetap menolak dan tetap meminta pemerintah menjalankan kewajiban untuk memberikan ganti rugi dengan nilai tersebut.
Tak terima hasil kasasi atas putusan MA tersebut, pemerintah mencoba upaya hukum PK atau Peninjauan Kembali pada tahun 2019. Namun melalui Mahkamah Agung RI tetap menolak dan memerintahkan pihak tergugat untuk melaksanakan putusan PN.
Pihak tergugat dalam perkara ini diantaranya adalah Presiden, Mensos, Menkeu, Bappenas, Gubernur Maluku, Gubernur Maluku Utara, serta perwakilan Pemda Sulawesi Tenggara.
“Untuk itu dalam waktu satu atau dua bulan kami akan menyurati gubernur dalam bentuk mengirimkan delegasi pembentukan Tim Panel. Tujuannya untuk memvalidasi data KK dari tiga provinsi ini untuk kemudian diajukan sebagai syarat pengajuan anggaran,” katanya.
Sahrul Jabidi