Kawasan tambang rakyat yang berada di dalam areal konsesi PT Nusa Halmahera Minerals kembali menuai sorotan.
Sejumlah mahasiswa mempertanyakan izin tambang rakyat yang diberikan ruang beraktivitas di areal konsesi milik perusahaan tambang emas terbesar ini.
BACA JUGA NHM dan Nakertrans Halmahera Utara Fokus Rekrut Tenaga Kerja Lokal
PB Forum Mahasiswa Maluku Utara mempertanyakan izin IPR tersebut melalui aksi unjuk rasa yang dilakukan di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Selatan, Jumat kemarin.
Aksi massa ini mendesak Kementerian ESDM dan Mabes Polri melakukan investigasi dan penyelidikan atas dugaan tambang rakyat Gosowong di Halmahera Utara tidak memiki Izin Pertambangan Rakyat atau IPR.
“Tambang rakyat Gosowong di Halmahera Utara kuat dugaan tidak memiliki IPR sesuai peraturan Minerba. Tambang rakyat ini berada di wilayah konsesi PT NHM,” sebut Betran Sulani selaku koordinator aksi, kepada kieraha.com, Jumat malam.
Aktivitas tambang rakyat ini, menurut Betran merupakan pelanggaran terhadap UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba.
“Tambang rakyat dalam UU ini seharusnya memenuhi sejumlah ketentuan. Diantaranya tidak tumpang tindih dengan Wilayah Usaha Pertambangan dan Wilayah Pencadangan Negara, dan berdasarkan tata ruang. Sehingga diduga PT NHM melakukan perbuatan melawan hukum yang dibungkus dengan kebaikan kepada masyarakat lingkar tambang dengan ketersediaan pekerjaan,” ujar Betran.
Ia meminta PT NHM memperlihatkan IPR tambang rakyat di dalam penguasaanya.
“Ini dugaan illegal Mining dari suatu korporasi atas nama kebaikan dan kesejahteraan,” lanjutnya.
Bagi Bentran, untuk membantu masyarakat sekitar tambang, sebaiknya PT NHM melepas kawasan tambang rakyat dalam WUP NHM terlebih dahulu, kemudian masyarakat secara mandiri, dibantu Pemda mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin IPR.
“Karena jangan sampai masyarakat jadi korban dengan adanya indikasi tambang rakyat tanpa IPR milik PT NHM ini,” sambungnya.
Ia menambahkan, Inpres Nomor 3 Tahun 2000 tentang Koordinasi Penanggulangan Masalah Pertambangan Tanpa Izin, pada ayat 2 menyebutkan bahwa untuk mengarahkan kesadaran dan ketaatan hukum masyarakat dalam melakukan kegiatan usaha, termasuk kegiatan usaha pertambangan secara benar dan legal sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan apabila diperlukan melakukan tindakan represif secara hukum.
Kegiatan penambangan dengan pelaku yang tidak memiliki izin ini, kata Betran merupakan perbuatan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 158 UU Pertambangan.
“Bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 Ayat 3, Pasal 48, Pasal 67 Ayat 1, Pasal 74 Ayat 1 atau Ayat 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar,” tambahnya. *