Ini yang Menyebabkan DPRD dan Wali Kota Ternate Menolak Omnibus Law

Avatar photo
Massa aksi di depan Kantor DPRD Ternate. (Kieraha.com)

Ribuan massa mahasiswa kembali melakukan aksi demonstrasi menolak pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja, di Ternate, Maluku Utara, Selasa, 13 Oktober 2020.

Demonstrasi massa ini dilakukan di tiga tempat, yaitu di depan Kantor DPRD, kediaman dinas gubernur, dan Kantor Walikota Ternate.

BACA JUGA Ribuan Massa di Ternate Kembali Turun Jalan Tolak Omnibus Law

Salah satu massa aksi dalam hearing di DPRD menyatakan, DPRD harus bersikap tegas dalam mengakomodir apa yang disampaikan masyarakat yang berdemonstrasi di kota ini.

“Kami meminta adanya pernyataan tertulis dari DPRD yang menyatakan sikap menolak UU omnibus law,” katanya saat hearing, di Kantor DPRD Ternate, Kalumata, Selasa siang.

Ketua Komisi II DPRD Kota Ternate, Mubin A Wahid menyatakan, pembentukan UU Cipta Kerja ini dilakukan sepihak karena secara tiba-tiba langsung menginisiasi pengesahannya.

“Pengesahan UU Omnibus Law ini jauh dari kepastian hukum, keadilan, dan jauh dari kemanfaatannya bagi masyarakat,” kata Mubin.

Ia menyebutkan, pengesahan UU ini dari awal sudah menyalahi peraturan perundang-undangan. Karena dasar pembentukan ini tidak pernah dipenuhi oleh pemerintah.

“Dari awal pembahasan UU omnibus law tidak melibatkan buruh maupun akademisi,” katanya.

Politisi PPP Kota Ternate ini meminta agar Presiden mengeluarkan Perpu untuk mencabut omnibus law UU Cipta Kerja yang sudah disahkan pada tanggal 5 Oktober lalu.

“Selaku Anggota DPRD Ternate mengajak kepada teman-teman DPRD, besok (Rabu 14 Oktober) kita harus mengeluarkan surat guna meminta kepada Presiden mencabut omnibus law karena tidak sesuai dengan kehendak dan keinginan rakyat Indonesia,” ucap dia.

Wali Kota Burhan Abdurahman mengapresiasi perjuangan mahasiswa di Kota Ternate yang memperjuangkan kepentingan rakyat Indonesia.

“Nanti hari Kamis (15 Oktober 2020) saya ke Jakarta, diundang oleh Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia untuk membahas pasal-pasal mana yang harus direvisi atau pasal yang merugikan masyarakat,” kata Burhan, ketika dikonfirmasi wartawan, Selasa sore.

Meski begitu, menurut Burhan, pembahasan pasal di UU Cipta Kerja ini hanya satu hari, sehingga jika ada masukkan akan disampaikan di Sekretariat Negara di Jakarta.

“Jadi kita kesana untuk mengkaji dan memperdalam pasal-pasal tersebut, sehingga jangan sampai ada pasal yang mengurangi otonomi kewenangan daerah,” kata Burhan.

“Intinya kita menolak omnibus law UU Cipta Kerja, jika pasal-pasal di dalam UU tersebut dapat merugikan masyarakat, kita tentunya menolak,” tambah Burhan.