Misteri hilangnya kapal kargo MV Nur Allya yang berlayar dari Pelabuhan Weda, Maluku Utara menuju Pelabuhan Morosi, Sulawesi Tenggara 2019 silam terkuak.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT merilis hasil investigasi kapal MV Nur Allya milik PT Gurita Lintas Samudra ini.
BACA JUGA DPRD Maluku Utara Soroti Rencana Pembuangan Tailing di Laut Obi Halmahera
Wakil Ketua KNKT Haryo Satmiko mengatakan kapal MV Nur Allya yang membawa muatan 51.500 metrik ton nickel ore dan diawaki 25 orang serta 2 pengikut dipastikan tenggelam akibat kelebihan muatan.
“Penyebab tenggelamnya kapal bermuatan nickel ore ini sangat mendadak. Sangat singkat itu akibat muatan yang berlebih,” katanya dalam keterangan pers yang dikutip dari Liputan6.com, Sabtu 6 Februari 2021.
Haryo menjelaskan, dari hasil investigasi ditemukan bukti bahwa kapal ini mengalami likuifaksi. Fenomena berubahnya secara mendadak material solid dari keadaan kering menjadi seperti cairan.
Itulah mengapa bijih nikel masuk kategori kargo berisiko tinggi Grup A dalam International Maritime Solid Bulk Cargoes Code. Hal itu, kata Haryo, menyebabkan kapal terbalik dan tenggelam dalam waktu singkat.
“Peristiwa tenggelamnya MV Nur Allya, berlangsung sekitar 30 menit sehingga anak buah kapal tidak bisa menyelamatkan diri dan tenggelam bersama kapal dan juga muatannya,” ujar Haryo.
Diduga, kata Haryo, cara melakukan muat kapal kurang tepat. Ditambah kandungan air nickel ore yang diangkut kapal MV Nur Allya tersebut melebihi batas sehingga mudah mencair.
Kapal beserta muatan dan anak buah kapal hingga kini masih berada di dasar laut dengan perkiraan kedalaman lebih dari 500 meter, belum dapat diangkat.
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mengemukakan, kapal MV Nur Allya ini tenggelam di perairan Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Kendala Investigasi
Investigasi terkait tenggelamnya kapal ini sudah berlangsung satu tahun sejak 2019.
“MV Nur Allya di Halmahera 21 Agustus 2019. Saya sampaikan maaf lambatnya investigasi. Kami juga sampaikan duka cita kepada keluarga,” ucapnya.
Soerjanto menjelaskan, dari hasil analisis kerusakan lifeboat, data AIS dan lainnya cukup memastikan bahwa kapal ini tenggelam bersama awaknya.
“Dari data hasil survei bawah air, keadaan laut yang cukup bergelombang dan khususnya data keadaan kadar air dari muatan pada nickle ore yang melebihi batas kadar air yang diizinkan dalam pengangkutan serta terjadinya hujan saat pemuatan. Maka dapat disimpulkan bahwa muatan Nur Allya mengalami likuifaksi,” tuturnya.
Ia mengakui adanya kendala dalam investigasi insiden kapal ini. Salah satunya terbatasnya anggaran KNKT.
“Beda dengan pesawat. Didalam UU, kalau ada insiden kecelakaan, perusahaan wajib mengeluarkan anggaran untuk investigasi sampai menurunkan robot bawah laut atau ROV yang dibutuhkan anggaran besar. Sementara di pelayaran belum diatur,” jelasnya.
Namun, pihak keluarga tidak puas atas hasil investigasi ini. Karena, serpihan kapal yang tenggelam dalam jumlah besar tak pernah ada. Bahkan, rekamanan visualisasi atau foto dasar bawah laut dimana kapal tersebut tenggelam juga belum ada. **
Liputan6.com