Guci Gerabah Tertua asal China dan Meriam Buatan Macao Ditemukan di Perairan Tidore

Avatar photo
Temuan artefak benda muatan kapal tenggelam di Perairan Tidore. (Foto untuk kieraha.com)

Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP melalui Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan Perikanan, menemukan fakta sejarah terkait dengan warisan budaya Maritim di Perairan Tidore Kepulauan, tepatnya di Kelurahan Soasio, Kecamatan Tidore dan Kelurahan Tongowai, Kecamatan Tidore Selatan.

Warisan budaya maritim berupa Artefak Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) itu diduga kuat memiliki ikatan sejarah dengan bangsa-bangsa lain, terutama Eropa dalam misi mengelilingi dunia, melintasi jalur rempah, yang salah satu titiknya berada di Perairan Tidore.

BACA JUGA Kejayaan Cengkih Pulau-Pulau di Bawah Angin yang Hilang

Menurut Guntur Adhi Rahmawan, Peneliti Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir KKP, melalui acara webinar yang bertajuk Hasil Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir 2021 untuk Kelautan Perikanan Indonesia yang Lestari dan Berjaya: Dari Kerentanan Pesisir untuk Perikanan Budidaya, Arkeologi Maritim untuk Pengelolaan Wisata Bahari, Kesehatan Laut, Dinamika Pesisir dan Perlindungan Kawasan Pelabuhan hingga Teknologi Garam, yang diselenggarakan pada tanggal 21 Desember 2021, memaparkan bahwa di Perairan Soasio dengan kedalaman 15-20 meter, ditemukan artefak berupa keramik (porselin) yang sebagian merupakan Porselin Swatow dan diproduksi di Kiln Zhangzou dari masa Dinasti Ming pada abad 16 M.

Keramik biru putih China sebagian diproduksi pada masa kekaisaran Wanli (1572-1620 M). Sebuah fragmen piring porselin biru putih dengan motif seorang laki-laki memegang instrumen musik berasal dari masa Kaisar Tianqi dari Dinasti Ming yang memerintah pada tahun 1621-1627 M. Jenis keramik itu disebut juga Kosometsuke Porcelain yang biasanya diekspor dari China ke Jepang.

“Temuan (BMKT) lainnya adalah guci gerabah stoneware atau martaban (Storage Jar) berglasir coklat yang sebagian berasal dari China dan sebagian kemungkinan dari Thailand. Sampel fragmen kayu dari situs bawah air Soasio yang teridentifikasi berdasarkan analisis carbon dating C14 diketahui paling tua berasal dari umur 1.054 M dan paling muda berasal pada tahun 1.379 M,” ucap Guntur, Selasa (21/12/21).

BACA JUGA Pengakuan Kota Jaringan Global Magellans bagi Tidore

Ia menyebutkan, temuan artefak lainnya juga terdapat di Situs Tongowai yang berada di kedalaman 30-42 meter. Artefak itu berupa sebuah meriam yang diduga mirip dengan meriam yang ada di Ito Gapuro dan dibuat di Macao. Meriam tersebut dapat ditemukan pada kedalaman 37-42 meter. Selain Meriam, juga ditemukan fragmen guci gerabah dari China masa Dinasti Ming abad ke-16 M, kemungkinan gerabah diproduksi di Thailand.

“Terdapat kasus pengangkatan ilegal tahun 1990-an, dimana para penjarah berusaha mengangkat meriam tersebut ke darat namun tidak berhasil. Pada kasus penjarahan tahun 1990-an, banyak BMKT yang diangkat dari Situs Tongowai seperti Gerabah utuh dan saat ini hanya diletakkan begitu saja di Wisma Halmahera Tengah, Ito Gapura. Di halaman Wisma juga berdiri 1 meriam Portugis buatan Macao, Manuel Tavares Boccaro tahun 1627 serta mempunyai ukiran bola dunia di sebelah kanan, dan salib Kristus di sebelah kiri,” jelasnya.

Titik Wisata Selam

Potensi situs BMKT yang dimiliki Perairan Tidore, lanjut Guntur, tidak kalah dengan daerah-daerah lain di Indonesia untuk dikembangkan sebagai titik wisata selam yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan pendapatan daerah. Sejalan dengan arahan yang disampaikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, bahwasannya momentum Hari Nusantara mengingatkan bahwa kita harus menjaga keseimbangan aktifitas ekologi dan ekonomi untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Salah satunya dengan memajukan potensi arkeologi maritim yang ada di Perairan Tidore.

Penyebarluasan informasi hasil riset yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP melalui Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan Perikanan ini, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat maupun pemangku kepentingan di level pusat maupun daerah, para stakeholder terkait, termasuk pelaku industri pariwisata bahari tentang pentingnya menjaga, melestarikan, mengelola, dan mengembangkan warisan budaya bawah air atau situs BMKT yang tidak ternilai harganya di Tidore Kepulauan. *