Opini  

Kisah Anak ‘Broken Home’

Avatar photo
Ilustrasi bantu anak lewati masa pahit perceraian orangtua. (Sumber - Hand in Hand Parenting/Liputan6.com)

Minggu, 11 Juli 2020, saya diberi kesempatan bertemu dengan Emang, anak usia 14 tahun yang bernama lengkap Suleman. Anak ini merupakan salah satu korban broken home.

Bertemu dengan Emang sudah lama saya nantikan. Sekitar 3 bulan terkendala karena saya sibuk dengan aktivitas kuliah dan kegiatan belajar lain yang tidak bisa saya tinggalkan.

Emang adalah salah satu teman baik, adik saya yang sekarang sudah memasuki Kelas 3 SMP.

Keinginan saya bertemu anak tersebut karena terdengar kabar kalau dia sedang jatuh sakit.

Perjumpaan yang Mengejutkan

Saat bertemu dengan Emang, saya memulai menyapa dengan memegang tangan, lalu memperkenalkan kalau saya adalah kakak dari temannya, Dzikir adik saya. Dari perjumpaan ini perlahan mulai mengejutkan karena anak yang dulu saya kenal sudah sangat berbeda.

Say hello yang saya ucapkan untuk membuat kembali ingatannya itu pun dibalas hanya dengan menggerakkan tubuhnya tanpa ucapan apapun melalui suara dari bibir anak itu.

Saya lalu kembali bertanya sambil merapikan beberapa biskuit yang tercecer di sampingnya.

“Sudah makan?” jawab anak itu masih dengan ucapan suara yang kurang jelas, namun saya memahami maksud pesan yang disampaikan Emang saat menggelengkan kepalanya.

Sungguh, ini membuat saya sangat terkejut, anak yang dulu mempunyai badan yang sehat, kini tidak lagi. Kedua kakinya yang dulu bisa digunakan untuk berjalan pun tidak bisa lagi.

Bahkan mata kirinya pun mengalami gangguan dan kedua lengannya sudah sulit menggapai apapun, begitu pun dengan mulut anak itu yang sudah tidak jelas lagi dalam pengucapan.

Tentang Emang

Saya berpikir bahwa Emang punya masalah terhadap sistem persarafan. Menurut tetangga di samping rumahnya, mengatakan bahwa anak tersebut sering dibawa untuk diurut.

Pemikiran awal saya, kalau anak ini mengalami gangguan jiwa, tapi karena saya mengajak ngobrol ternyata nyambung, bahkan juga menjawab pertanyaan bagian mana yang sakit.

Lalu hipotesa saya saat menjenguknya itu adalah gangguan saraf. Setelah menjenguk anak usia tersebut, saya kembali mengikuti kegiatan di Sofifi pada tanggal 15 juli 2020.

Setelah menyelesaikan kegiatan di Sofifi, saya kembali dan diberi kesempatan lagi bertemu dengan anak tersebut. Saat itu, saya membawa Krayon untuk mewarnai dan sebuah buku tulis kosong yang saya kasih ke anak tersebut lalu saya mengajarinya untuk mulai menulis.

Sambil memegang tangan kanan anak tersebut lalu kami menuliskan kata I Love You.

Raut wajah senang dan sambil tertawa, di situlah niat hati tergerak untuk bisa membantu anak ini kembali bangkit, agar dia bisa kembali bermain dengan anak seusianya. Bahkan saya mengingkan kalau bisa anak usia ini dapat kembali lagi mengenyam Pendidikan.

Saya memotivasinya untuk tetap semangat dalam kehidupan ini. “Ayoo Emang harus semangat dan sembuh biar bisa bermain dengan Dzikir (nama adik saya).”

Sejak tanggal 15 Juli, saya menyisipkan waktu untuk sering datang berkunjung ke rumah Emang dan menanyakan perkembangan kabarnya, melihat ada beberapa luka di bagian kiri kepala, serta darah di bagian bibir, saya berusaha berpikir positif kalau itu luka jatuh.

Saya belum bisa menarik kesimpulan dari apa yang terjadi di adik Emang ini, dengan kondisi yang dialaminya yang sampai merenggut sebagian atau bahkan menghancurkan masa depannya. Tapi, saya yakin Tuhan pasti punya cara yang indah terhadap semua yang terjadi.

Emang adalah 1 dari 1.000 anak broken home yang saya temui, bahkan anak-anak seperti ini jika tidak mampu mencari jalan keluarnya atau tidak dirangkul dengan baik, maka bisa memicu yang namanya bunuh diri. Realitas korban bunuh diri ini pernah saya temui dan sangat menyiksa batin saya sebagai manusia yang punya simpati terhadap anak-anak.

Peran Keluarga

Kita mengetahui bahwa keluarga berperan terhadap proses pembentukan karakter seorang anak, serta memiliki 8 fungsi yang fundamental terhadap seorang anak, yakni fungsi agama, kasih sayang, perlindungan, sosial budaya, reproduksi, sosialisasi pendidikan, ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan yang juga merupakan modal tercapai kesejahteraan keluarga.

Pemahaman tentang 8 fungsi keluarga oleh orang tua terhadap anak-anak ini, akan mudah untuk menanamkan nilai-nilai moral terhadap anak. Seorang anak yang memasuki proses peralihan, akan memasuki masa pubertas dan terjadi perubahan secara fisik dan psikis.

Dari sepenggal kisah ini, saya ingin mengajak kepada kita semua, agar kembali melihat di sekeliling kita, apakah sudah dalam keadaan baik-baik saja ataukah justru sebaliknya. ***

Nurunnisa Hafel
Penulis

==========

Penulis adalah Presiden Mahasiswa Kampus Putih Poltekkes Kemenkes Ternate