Di Balik Modus Intervensi Pejabat Maluku Utara di Bank BPD

Avatar photo
Gedung KPK. (Istimewa)

Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan adanya dugaan beberapa jenis permintaan ‘layanan’ dari para pemegang saham Bank Pembangunan Daerah. Permintaan ini adalah dari pejabat pemprov dan kabupaten kota.

Hal itu disampaikan Kepala Satgas Koordinasi Pencegahan Wilayah I KPK, Maruli Tua, saat rapat koordinasi melalui telekonferensi dengan Pemda se Maluku Utara, Dewan Direksi BPD Maluku Malut, Pejabat Kantor OJK Sulawesi Utara, Gorontalo dan Malut, Kamis 2 Juli 2020.

Maruli mengemukakan, permintaan ‘layanan’ ini berupa permintaan honor rapat, termasuk honor untuk Rapat Umum Pemegang Saham serta kegiatan BPD lainnya yang melibatkan pemegang saham. Permintaan ini juga untuk membiayai Musyawarah Daerah dan kegiatan-kegiatan lainnya dari partai pendukung kepala daerah petahana, dan permintaan biaya berobat, yaitu permintaan biaya kesehatan untuk diri dan keluarga pejabat daerah, baik pengobatan di dalam maupun luar negeri.

Maruli menyebutkan, selain permintaan ‘layanan’ ini, KPK juga mencatat lima potensi modus intervensi yang biasa dilakukan para pemegang saham dalam pengelolaan BPD.

“Yaitu menempatkan calon Direktur lewat ‘kedok’ Panitia Seleksi (Pansel); memindahkan dana, baik Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), atau Dana Bagi Hasil (DBH) dari BPD ke bank lain; atau mark-up pengadaan di BPD menggunakan vendor yang diduga keluarga atau kerabat pejabat daerah atau anggota legislatif,” lanjut Maruli.

Bahkan, kata Maruli, ada pula permintaan kredit fiktif untuk melunasi hutang pembiayaan pencalonan dan kampanye pilkada, yang umumnya pembayaran kredit lancar enam bulan atau satu tahun pertama, lalu setelah itu dimacetkan agar bisa dihapuskan (write-off).

“Juga, adanya pembayaran fee terselubung dari perusahaan asuransi, di mana fee ini diberikan kepada kepala daerah dan dibagikan pula ke pejabat struktural dan Direksi BPD,” sebutnya.

Agar Bank BPD ‘Sehat’
Telekonferensi yang digelar KPK.

Slamet Wibowo, Kepala Kantor OJK Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Maluku Utara, menyebutkan, tata kelola perbankan yang sehat dan baik saat ini sangat penting bagi kinerja BPD, yang mencakup struktur kelembagaan, proses bisnis, dan dampak atau outcome.

“Salah satu cara agar BPD dapat meningkatkan penerimaannya adalah pemda provinsi dan kabupaten kota menggunakan BPD sebagai bank penampung seluruh transaksi penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah,” ujar Slamet, sesuai rilis yang diterima kieraha.com.

Pada sisi lain, Direktur Utama BPD Maluku Malut, Arief Burhanudin Waliulu, menyampaikan bahwa sampai pertengahan tahun 2020, masih ada empat daerah di wilayah Malut di mana Rekening Kas Umum Daerah belum ditempatkan di BPD, yakni Pemerintah Kota Ternate, Kabupaten Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Timur dan Pulau Taliabu.

“Walaupun begitu, kami sedang melakukan komunikasi dengan keempat daerah tersebut supaya seluruh transaksi dapat bekerjasama dengan BPD Maluku Malut,” lanjut Arief.

Mengakhiri rapat itu, Maruli Tua kembali mengingatkan kepada pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten kota, merupakan pemegang saham terbesar di BPD. Karena itu, seharusnya semua penerimaan dan pengeluaran yang terjadi di dalam pengelolaan pemda dapat dilakukan oleh BPD supaya sekaligus memperkuat BPD. Dalam kenyataannya, dana-dana tersebut tidak semuanya ditempatkan di BPD, tapi juga di bank-bank lainnya.

“Oleh sebab itu, perlu ada kerjasama antara KPK, Pemda, OJK, dan BPD Maluku Malut dalam rangka penatausahaan bank daerah yang sehat di masa mendatang,” tutupnya.

Hadir dalam rapat tersebut Gubernur Provinsi Malut Abdul Gani Kasuba, Bupati, Walikota atau perwakilan kabupaten kota se Malut, Direktur Utama BPD Maluku Malut, serta Kepala Organisasi Perangkat Daerah atau OPD terkait dari Provinsi dan Kabupaten Kota se Malut. *

Irawan Lila
Author