Jurus Pemprov Menjaga Eksistensi Kelapa Maluku Utara

Avatar photo
Produksi minyak goreng Halmahera. (Kieraha.com)

Badan Pusat Statistik atau BPS Provinsi Malut melaksanakan webinar nasional bertajuk Jurus Jitu Mempertahankan Eksistensi Kelapa Maluku Utara, via zoom, Selasa 17 November 2020.

Webinar yang berlangsung selama 4 jam ini menghadirkan pembicara dari Direktur Statistik Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan BPS Kadarmanto, Sekertaris Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Ir Antarjo Dikin, Sekertaris Jenderal Dewan Kelapa Indonesia Ir Har Adi Basri, dan Kabid Perkebunan Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara Ir Nurhannah.

Kepala BPS Provinsi Maluku Utara, Atas Parlindungan Lubis saat mengawali kegiatan ini mengharapkan, webinar tersebut dapat memberikan referensi kepada para pengambil kebijakan dalam memutuskan kebijakan khususnya komoditas kelapa di Maluku Utara.

Ini perlu dilakukan karena kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan pedoman kepada para pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan untuk mempertahankan eksistensi komoditas kelapa di Maluku Utara dalam membuat kebijakan berbasis data.

Syamsuddin Abdul Kadir, Sekertaris Daerah Provinsi Malut, yang membuka kegiatan ini menyebutkan, kelapa Maluku Utara harus mendapat perhatian khusus karena sebagai komoditi yang dominan di Maluku Utara.

Sebagai bentuk tanggapan Pemerintah Provinsi Maluku Utara terhadap reaksi mahasiswa terkait jatuhnya harga kopra 2 tahun lalu, kata Syamsuddin, pemerintah telah menyiapkan skenario yang diterjemahkan dari visi misi Gubernur dan Wakil Gubernur Malut dalam RPJMD 2019-2024 dengan program Gerakan Orientasi Ekspor untuk Rakyat Sejahtera.

“Program (ini kemudian disingkat menjadi) Gosora, ini merupakan keterpaduan program antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat,” ujar Syamsuddin menambahkan.

Menurut Syamsuddin, strategi Gosora diarahkan pada keterpaduan sistem usaha agribisnis pertanian yang terintegrasi dan berkelanjutan melalui pendekatan kawasan, komoditas, dan pendekatan multi gate system.

Khusus untuk kelapa, data angka tetap Statistik Perkebunan Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara tahun 2019 menunjukkan, luas panen 150.584 hektare, produksi 220.467 ton per tahun, produktivitas 1.464 kg per hektare, dan jumlah pekebun mencapai 35.049 kk.

Pada tahun 2018, kata Syamsuddin, terjadi gejolak di daerah lantaran harga kopra turun drastis. Kondisi ini menyusahkan para petani yang bergantung pada komoditas tersebut.

Akibatnya, terjadi demonstrasi besar-besaran oleh masyarakat dan elemen mahasiswa baik di Halmahera dan Ternate. Dan pemerintah daerah pada saat itu didesak mencari solusi untuk menstabilkan harga kopra tersebut.

Jurus ala Pemprov

Adanya permasalahan ini, lanjut Syamsuddin, kemudian pada tahun 2020 Pemprov Malut mencanangkan program Gosora. Program ini merupakan jurus jitu Pemprov Malut dalam mempertahankan eksistensi kelapa dan komoditas utama lainnya di Maluku Utara.

Dalam memastikan keberlangsungan ekosistem kelapa ini, Gosora memfokuskan pada tiga program unggulan, yaitu peningkatan produksi, mutu dan daya saing; membangun kelembagaan ekonomi, pembiayaan dan investasi; serta kebijakan dan regulasi.

Program ini dilakukan dengan target kinerja pada tahun 2024 produksi kelapa menjadi 295.862 ton per tahun dari jumlah produksi saat ini 210.946 ton per tahun dan produktivitas menjadi 1.965 kg per hektare dari produktivitas yang ada saat ini 1.401 kg per hektare.

Menurut Syamsuddin, Pemprov Maluku Utara optimis target kinerja perkebunan kelapa ini bisa tercapai karena satu-satunya komoditi yang pernah diekspor langsung adalah kopra.

Data ekspor kopra yang pernah berlangsung ini terjadi pada 2010 hingga 2014. Kemudian sejak saat itu hingga sekarang tidak lagi terjadi.

Data Ekspor Kopra

Sementara itu Kabid Perkebunan Dinas Pertanian Provinsi Ir Nurhannah Ali menambahkan, program Gosora sendiri telah tertuang ke dalam Pergub Malut Nomor 31.1 Tahun 2020 yang ditetapkan pada saat ulang tahun Provinsi Maluku Utara pada 12 Oktober.

“Persoalan mendasar dari perkebunan di Maluku utara yang meliputi kondisi perkebunan yang subsistem, mutu produksi yang rendah, serta penggunaan teknologi pertanian yang tradisional, sehingga membuat komoditas lokal ini sulit bersaing di pasar internasional.”

“Ini membuat pemerintah menjadikan Gosora sebagai motor penggerak yang dapat mengelola secara sistematis perkebunan, mencakup komoditas pala, kelapa, dan cengkeh di Malut. Diharapkan dengan Gosora ini komoditi lokal ini bisa bersaing di pasaran global,” sambung Nurhannah. (kr1) *

Apriyanto Latukau
Author