Produksi buah kenari yang diolah menjadi kacang kenari saat ini mulai diminati pasar luar negeri. Produk Hasil Hutan Bukan Kayu atau HHBK ini disebutkan telah memberikan kontribusi sangat besar bagi perekonomian negara sektor kehutanan.
Buah kenari yang terkenal berasal dari Pulau Makean, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara ini pun akhirnya menembus pasar hingga Finlandia dan Italia.
Hal ini disampaikan Kepala Subdit Pemolaan KPHP Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK, Rudi Eko Marwanto, dalam rilis yang dilansir di laman KLHK, Sabtu 19 Juni.
Rudi mengatakan produk HHBK memiliki nilai 90 persen dari keseluruhan produksi hutan.
“Oleh karena itu harus mendapatkan dukungan semua pihak, termasuk Kementerian Perdagangan untuk memberikan kode HS pada produk kenari agar terjamin keberterimaan pasar internasional serta Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi dalam pengembangan desa,” sebutnya.
Kode HS adalah nomenklatur klasifisikasi komoditas impor dan ekspor yang digunakan secara seragam di seluruh dunia berdasarkan International Convention on The Harmonized Commodity Description and Coding System atau dikenal dengan HS code.
Melalui kode ini, kacang kenari diharapkan diterima pasar internasional. Selain itu, juga membantu Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi dalam pengembangan desa.
Produk unggulan asal Pulau Makean yang diolah menjadi kacang kenari ini dikembangkan oleh Perusahaan Timurasa, bekerjasama dengan BUMDes Makean dan didukung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Program Kehutanan Multipihak Fase 4.
Direktur Multipihak Fase 4 atau MFP4, Tri Nugroho menyebutkan, pihak MFP4 memulai mengidentifikasi pelaku pasar atau Market Access Player yang bekerja dengan komoditas dari hutan.
“Salah satu mitra MAP kami adalah Timurasa yang produknya adalah kacang kenari dari Pulau Makean, Pulau Alor dan Pantar. Kami yakin pendekatan dari pasar ini sebagai complementary akan mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat,” tuturnya. *
Sahrul Jabidi