Kisah Jenderal Perang dan Kesunyiannya di Pulau Morotai

Avatar photo
Pasir putih Pulau Daga Halmahera Selatan. (Kieraha.com/Hairil Hiar)

September, 74 tahun yang lalu. Puluhan ribu tentara sekutu menginjakkan kaki di Pulau Morotai, Maluku Utara. Mereka dipimpin oleh seorang lelaki berusia 64 tahun. Dia adalah Jenderal dan Marsekal Lapangan Bintang Lima asal Amerika. Namanya Jenderal Douglas MacArthur. Di bawah komandonya, pasukan sekutu berhasil merebut Pulau Morotai dari tangan pasukan Jepang.

MacArthur memanfaatkan Pulau Morotai untuk menyusun strategi menyerang Jepang. Di utara Halmahera inilah peraih Medal of Honor itu membangun pangkalan militer, seperti landasan pesawat dan juga rumah sakit besar dengan kapasitas 1.900 tempat tidur.

Tujuannya tidak lain untuk membebaskan wilayah Fhilipina dan sebagaian wilayah timur di Kalimantan, dari invasi tentara Jepang dalam sebuah perang pasifik selama perang dunia ke 2.

Pasukan Douglas MacArthur menguasai Morotai selama perang itu berlangsung, hingga membuat pasukan Jepang bertekuk lutut pada tahun 1945. Kekalahan Jepang di tahun itu, menyusul bom di Hiroshima dan Nagasaki, kemudian menjadi tonggak bersejarah yang dimanfaatkan oleh dua tokoh pendiri bangsa di Jakarta, Soekarno dan Hatta, untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.

Namun tak banyak yang tahu, selama ketegangan dalam perang pasifik itu, sang jenderal menghabiskan masa-masanya untuk beristirahat di sebuah pulau. Letaknya di sebelah barat Kota Daruba, ibu kota Morotai, di provinsi berjuluk Negeri Kepulauan Rempah itu. Nama pulau itu adalah Pulau Zum Zum. Untuk mencapainya hanya dibutuhkan waktu sekitar 15 menit dengan menaiki speedboat.

“Karena pulau ini menjadi tempat istirahat Jenderal Douglas MacArthur, maka oleh warga, Pulau Zum Zum ini juga diberi nama lain, yaitu Pulau MacArthur,” kata Supriono, warga di Kota Daruba.

Di Pulau Zum Zum dibangun patung Douglas MacArthur setinggi kurang lebih 20 meter. Di bawah patungnya tertulis keterangan sang jenderal yang terkenal dengan slogannya “I Shall Return” itu dalam merebut Fhilipina.

Di seberang, tak jauh dari Pulau Zum Zum, terdapat pulau yang diberi nama Dodola. Pulau Dodola memiliki pantai putih yang bersih dengan keindahan bawah lautnya. Konon, pasukan tentara sekutu di bawah komandonya Douglas MacArthur banyak melepas penat dengan berenang di pantai Dodola. Hingga kini, pantai Dodola menjadi salah satu destintasi wisata yang diandalkan oleh pemda Morotai.

Tapi berbeda dengan Dodola. Wajah Zum Zum kini tampak sepi dan tak berpenghuni. Semak belukar tumbuh dimana-mana. Fasilitas yang dibangun seperti gazebo, kelihatan mulai rusak. Hanya debur ombak dan tiupan angin yang sesekali memecah sunyi. Sesekali pula pelancong datang mengunjungi. Setelah itu pergi meninggalkan Zum Zum.

Tak ada yang menyangka, kesepian itu telah menjadi saksi bisu sebuah ketegangan dalam masa-masa perang dunia II. Pulau Zum Zum, sebuah pulau yang menjadi tempat lahirnya strategi penaklukan dalam masa-masa sulit selama perang di kawasan pasifik.

Sebuah strategi yang lahir dari seorang kapten pertama di United States Military Academy. Seorang yang dikemudian hari berpangkat General of the Army. Namun kini yang tersisa adalah patung sang Jenderal dan kesunyiannya sendiri.

Christopel Paino

==========

Artikel ini pertama kali dimuat di situs Darilaut.id dengan judul Pulau Zum-zum, Kisah Jenderal Perang dan Kesunyiannya pada 5 September 2018