“Peninggalan untuk masa depan anak cucu kita semua punah, tanah merupakan sumber kehidupan untuk generasi masa depan secara turun-temurun,” ujar Abdullah Saleh, warga Desa Lelilef Woebulen, Kecamatan Weda Tengah, Halmahera Tengah.
Sorot mata Abdullah mengarah ke langit-langit rumah. Kepala kakek 63 tahun itu, ikut mendongak ke atas. Ia berusaha merangkai kepingan ingatan puluhan tahun silam. Bagaimana dia membesarkan anak-anaknya.
Ia mengatakan, dulu masyarakat cukup mengambil sagu, ubi, pisang, kelapa dan sayur-mayur dari kebun untuk makan. Ikan pun bisa dipancing di laut dekat pesisir.
Kebun dan hutan juga menyediakan tanaman obat. Layaknya apotek gratis. Kalau sakit, tinggal masuk ke hutan mengambil obat-obatan. Walaupun tak berduit, tetapi hidup serba berkecukupan.
Sekarang di atas lahan kebun itu berdiri gedung-gedung. Laut tercemar berton-ton sampah. Para cucu-cucunya kini tak lagi punya akses ke kebun, hutan, ataupun laut yang bersih. Ruang hidup tersebut hilang, tinggal kenangan.
“Kalau kitorang (kita) mau bayangkan, dulu dengan sekarang memang su (sudah) berbeda,” ucapnya.
Pada suatu pagi pertengahan Agustus 2025. Tangis anak-anak balita memenuhi seisi ruang Pos Pelayanan Terpadu atau Posyandu Desa Lelilef Sawai. Ibu dari anak-anak ini duduk mengantre. Menanti nama buah hatinya dipanggil untuk menjalani pemeriksaan.
Berhadapan dengan Posyandu, berdiri bangunan sekolah Taman Kanak-kanak (TK). Tak jauh dari situ, sekitar 600 meter lebih sedikit ada kawasan industri nikel, Indonesia Weda Bay Industrial Park atau IWIP.
Para bocah saling kejar mengejar antara satu sama lainnya di halaman sekolah. Setiap ibu yang menemani, menenteng tas ransel milik anaknya, yang ditinggal pergi bermain. Tak berselang lama, mereka menyeruak ke jalan. Jam sekolah telah usai.
Sebelum pagi benar-benar terang. Sekitar 200 meter arah tenggara dari taman bermain anak tadi, deru mesin kendaraan roda dua dan empat, mengaung berpadu dengan klakson. Gilasan roda kendaraan itu melayangkan debu ke udara. Berbaur menjadi satu dengan asap knalpot. Debu bahkan merembes masuk ke rumah-rumah warga, toko-toko dan warung makan di samping jalan.
Semenjak peningkatan volume dan aktivitas kendaraan bermotor di wilayah lingkar tambang ini, Dinas Lingkungan Hidup atau DLH Kabupaten Halmahera Tengah mencatat telah terjadi penurunan indeks kualitas udara atau IKU. Kesimpulan itu setelah DLH mengukur nilai rata-rata dari nitrogen dioksida (NO2) dan sulfur dioksida (SO2) di kawasan industri.
Kedua gas polutan ini terbentuk dari pembakaran bahan bakar fosil bersuhu tinggi, seperti emisi kendaraan bermotor, pembangkit listrik tenaga termal, peleburan logam dan aktivitas industri.
Hasilnya, rata-rata NO2 dan SO2 di wilayah ring satu ini sekitar 10,36 mikrogram per meter kubik atau μg/m3 dan 25,76 μg/m3, dengan nilai kumulatif indeksnya 62,59 atau berkategori sedang.
“Memang harus torang (kita) akui bahwa terjadi penurunan kualitas udara,” tutur Rivani Abdurrajak, Kepala DLH Halmahera Tengah.
Mulai sakit-sakitan
Rakiba [32], warga Lelilef Woebulen, duduk melantai. Di sebelahnya, duduk pula Khalisa, putri Rakiba. Bocah yang belum genap dua tahun itu, sibuk mencoret buku tulis dengan pulpen, di hadapannya. Mereka menunggu giliran untuk pemeriksaan di Posyandu setempat.
Ibu dua anak ini pun rutin memeriksa buah hatinya ke Posyandu. Ia mengatakan, demi menjaga darah dagingnya terhindar dari paparan polusi, dia terpaksa membatasi aktivitas luar rumah. Karena anaknya sering terkena batuk.
“Sering sekali anak saya terkena batuk-batuk,” ujarnya.
Meski begitu, debu-debu itu bahkan merembes masuk ke dalam rumah. Ia harus mengelap atau membilas alat makan dengan air, ketika hendak dipakai.
Dua dari sepuluh penyakit terbanyak di wilayah lingkar tambang sangat berkaitan erat dengan gangguan pernafasan. Per Juni 2025, Common cold dan Infeksi Sistem Pernafasan Akut atau ISPA menjadi yang terbanyak. Dalam pengertiannya, common cold adalah penyakit pernafasan atas dengan gejala, seperti hidung tersumbat, tenggorokan gatal, bersin-bersin, dan batuk.
Dominasi pengidap dua penyakit ini terjadi sejak tahun 2023. Dalam rentang tahun 2023-2024 jumlahnya bertambah sekitar 1.116 orang. Bahkan, ada yang berujung ke pneumonia atau peradangan paru-paru.
Pemicu utama dari gangguan pernafasan ini karena kualitas udara. Keterpaparan terus-menerus dengan debu yang beterbangan semakin meningkatkan risiko penyakit tersebut, begitu penjelasan AT [45], salah satu petugas di Puskesmas Lelilef.
Dari ribuan pasien yang mengidap ISPA dan common cold, juga termasuk anak-anak di dalamnya. Katanya, anak-anak lebih rentan bila dibandingkan dengan orang dewasa, karena sistem kekebalan tubuh yang masih berkembang.
“Kalau anak-anak dia akan lebih rentan karena daya tahan tubuhnya belum terbentuk sepenuhnya, makanya lebih cepat tertular,” ucapnya, seraya mengimbau kepada para orang tua agar lebih berhati-hati menjaga anak.
Sebagai ikhtiar pencegahan, dia menyarankan, agar masyarakat bisa menjaga kesehatan secara mandiri dengan tetap memakai masker, rajin minum air putih, dan selalu mencuci tangan ketika hendak makan.
Sebelum matahari benar-benar tenggelam, langkah kaki Nur [60], warga Desa Lelilef Woebulen, terhenti di tepi saluran air yang sudah tersumbat. Genangannya berwarna hitam pekat. Penggalan potongan kayu, plastik, seng dan lumpur hitam membaur jadi satu dalam saluran. Aroma busuk mengudara dari situ. Di atas paras air menuju ke hulu, bertumpuk botol plastik. Nyaris menutup seluruh permukaan air.
Sudah tak terhitung banyaknya lagi, Nur mengusulkan kepada pemerintah desa setempat agar memperhatikan tumpukan sampah itu. Namun belum juga mendapat respon. Ia khawatir, jika terus dibiarkan akan mengganggu kesehatan.
“Saya su ba suara (sudah menyuarakan) ulang-ulang, tapi tetap begini sudah,” ujarnya.
Dalam area dekat tempat tinggal Nur, yang kurang dari sehektar itu, berdempetan puluhan bangunan kosan yang dihuni ribuan pekerja tambang, rumah dan warung-warung. Nyaris tak ada ruang bagi jalur air buangan. Katanya, pemandangan tersebut jamak di kawasan padat penduduk.
AT melanjutkan, kondisi sanitasi yang tidak baik, misalnya kurang ideal jarak antara jamban dan sumber air minum bisa menjadi awal terhadap gangguan pencernaan, misalnya, diare.
Katanya, banyak pasien – baik orang dewasa maupun anak-anak – yang terkena diare. Penyebab umum dari gangguan ini berasal dari konsumsi makanan atau air minum yang mengandung bakteri. Dia menduga bahwa salah satu pemicu diare adalah bakteri E.Coli.
“Kami belum bisa menyimpulkan bahwa diare ini karena E.Coli, karena harus ada riset yang lebih lanjut,” katanya.
Meski begitu, hasil penelitian dari Departemen Kesehatan Lingkungan, Poltekkes Kemenkes Ternate yang menemukan kandungan E.Coli di dalam air sumur gali di Lelilef, semakin menguatkan dugaan AT. Temuan terhadap bakteri patogen ini, setelah menguji 70 sampel air sumur di Laboratorium Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Ternate.
“Hal ini sejalan dengan teori mikrobiologi yang menunjukkan bahwa pencemaran bakteri sering terjadi di area dengan sanitasi yang buruk,” tulis penelitian yang terbit pada Juni 2025 ini.
Selain itu, sekitar 55,71 persen sampel air sumur juga mengandung Nikel di atas NAB. Berbeda dengan E.Coli, hasil uji sampel terhadap kandungan Nikel berlangsung di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan atau BTKL Manado, Sulawesi Utara.
Menurut tim peneliti, pencemaran tersebut dapat dijelaskan melalui teori polusi air, di mana aktivitas industri, terutama dekat kawasan PT IWIP, berpotensi menyebabkan pencemaran logam berat.
Tak sampai di situ, peneliti juga memperlakukan sampelnya dengan menyaringnya memakai arang batok kelapa. Hasilnya, sebagian besar dari cemaran dalam air sumur yang diuji menurun.
Nikel Halmahera meluncur ke pasar Dunia
Nama-nama produsen mobil terkemuka, seperti BMW, Volkswagen, Mercedes-Benz, Tesla, Hyundai hingga Ford secara tidak langsung, turut menikmati hasil olahan nikel dari PT IWIP. Pabrik-pabrik mobil tersebut menggunakan baterai dan prekursor hasil olahan Zhejiang Huayou Cobalt.
Huayou Cobalt pun mengirimkan bahan utama pembuatan baterai ini dalam jumlah besar kepada dua produsen baterai papan atas dunia, yaitu Contemporary Amperex Technology Co (CATL) dan LG Energy Solution (LGES) Korea Selatan. Perusahaan-perusahaan inipun menyediakan prekursor kepada para penghasil baterai lainnya seperti Gotion, EVE Energy, AESC, dan Samsung SDI.
Sebagai pemain utama dalam produksi nikel untuk baterai, perusahaan yang berbasis di Tiongkok ini pula merupakan salah satu entitas bisnis dari negeri-negeri Tirai Bambu yang merajai industri nikel di Indonesia. Termasuk di kawasan industri IWIP.
Melalui anak perusahaannya, Huake Nickel Indonesia yang beroperasi di IWIP, Huayou Cobalt mendapatkan pasokan bahan baku pembuatan baterai kendaraan listrik dari PT Weda Bay Nickel atau WBN.
PT WBN adalah salah satu perusahaan pertambangan nikel terkemuka dengan konsesi seluas 45.065 hektare, yang mencakup Halmahera Tengah dan Halmahera Timur. Pada tahun 2023, perusahaan ini telah menambang 36,3 juta ton bijih nikel.
Di dalam kawasan industri IWIP itu pula, Huayou Cobalt memiliki fasilitas HPAL dengan kapasitas produksi terpasang sekitar 120.000 ton/tahun MHP, yang dijalankan oleh PT Huafei Nickel Cobalt. Total investasinya mencapai 2,1 miliar Dollar Amerika Serikat.
Selain itu, Huayou Cobalt juga berkolaborasi dengan Huatou International Development Pte. Ltd. untuk pengembangan pabrik HPAL dengan kapasitas produksi awal sebesar 120.000 ton/tahun MHP, di dalam IWIP. Proyek tersebut dijalankan oleh PT Huasan Nickel Cobalt.
Ribut-ribut soal pencemaran
Nada bicara Kepala DLH Halmahera Tengah, Rivani, sempat meninggi dengan tempo ucapan makin laju, kala kieraha.com menyentil temuan Nexus3 Foundation dan Universitas Tadulako mengenai cemaran logam berat di daerah aliran sungai dan area laut Teluk Weda sekitar tambang.
Riset tersebut menunjukkan bahwa kualitas air di DAS Ake Jira telah melampaui ambang batas standar air sungai Kelas 1, sehingga tidak aman digunakan oleh masyarakat. Menurut Nexus3 dan Untad bahwa Konsentrasi logam berat dalam uji sedimen sungai terbaru itu, serupa dengan data dasar yang dikumpulkan pada tahun 2007.
Sementara, empat sampel ikan yang dikumpulkan dari perairan laut Teluk Weda mengandung arsen melebihi batas maksimum sebesar 2 mg/kg. Begitupun dengan konsentrasi logam berat dalam darah manusia. Sebanyak 22 individu atau 47 persen memiliki kadar merkuri yang melebihi batas aman, sebesar 9 mikrogram per liter atau μg/L.
Rivani tak membantah temuan ini. Namun, pihaknya juga punya hasil pantauan lingkungan yang berbeda. Menurutnya, perselisihan ini ditengarai oleh perbedaan metode dan teknik pengambilan sampel.
Jika Nexus3-Untad menguji sedimen pada sungai, maka DLH menjadikan permukaan air sebagai sampelnya. Ia mengemukakan bahwa perlakuan tersebut diterapkan di hulu, tengah dan hilir sungai. Pada hasil pengujian tahap 2 tahun 2024 terhadap kondisi empat sungai, yaitu Sungai Fidi, Kobe, Tilope dan Sagea, mayoritasnya adalah cemar ringan.
Sedangkan, nilai Indeks Kualitas Air Laut atau IKAL pada tahapan yang sama sebesar 87,82. Itu turun 0,03 poin dari tahap sebelumnya, tetapi masih berkategori baik. Di mana kandungan arsenik-nya sebesar 0,0063 μg/L.

Agar anak di lingkar PSN tak jadi generasi cemas
Suryanti, Penanggungjawab Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Halmahera Tengah, mengakui bahwa kondisi lingkungan yang tidak sehat akan sangat berdampak terhadap kesehatan anak dan ibu hamil.
Menyadari akan bahaya yang mengintai, Pemda setempat telah menyepakati kerjasama dengan PT IWIP untuk penanganan sepuluh penyakit terbanyak di wilayah sekitar industri, dan pemeriksaan kesehatan ibu hamil. Melalui hal tersebut, perusahaan akan membuka pelayanan di klinik milik mereka.
Alasan kemitraan yang baru mencakup ibu hamil ini lantaran, katanya, masih terkendala oleh fasilitas dan sumber daya manusia. “Untuk pemeriksaan kesehatan ibu saja hanya bisa pelayanan yang dasar-dasar, kayak USG itu lebih banyaknya lari (dibawa) ke Puskesmas,” sambungnya.
Kedepannya mereka juga bakal mengupayakan hal serupa yang difokuskan pada layanan kesehatan anak-anak.
Suryanti menambahkan, permufakatan itu juga termasuk dengan pencegahan dan penanganan stunting. Ini direalisasi melalui tanggung jawab sosial atau CSR perusahaan. Wujud dari pencegahan dan penanganan, itu melalui pemberian makanan tambahan kepada anak stunting dan berisiko stunting.
Sementara, Lisda Sundari, Founder Yayasan Lentera Anak atau YLA menilai bahwa pemberian makanan tambahan pun belum cukup. Menurutnya, masalah utama di lingkar industri dan tambang nikel adalah lingkungan, yang memengaruhi ketersediaan pangan bergizi.
Ia mencemaskan kehidupan anak-anak di sekitar industri nikel tersebut. Baginya, Proyek Strategis Nasional atau PSN, ini justru bertolak belakang dengan narasi pemerintah sendiri mengenai generasi emas.
“Kita ingin menjadi generasi emas tapi jalan yang ditempuh tidak sampai kesana, dia berbeda jalur, saya kira kalau banyak orang bilang bukan generasi emas tapi generasi cemas,” kata Lisda.

Menurutnya, pemerintah seharusnya mempertimbangkan dampak jangka panjang yang akan dialami anak-anak dalam PSN. Karena lingkungan yang sehat dan kondusif untuk tumbuh dan kembang anak, itu merupakan hak mereka.
Gangguan kesehatan, seperti common cold, ISPA, dan pneumonia bisa menurunkan kapasitas paru-paru anak. Ini, katanya, sangat berpengaruh pada tumbuh kembang. Setelah itu, kondisi mental anak, perkembangan kecerdasan, dan pendidikan anak ikut terdampak.
Koordinator Program Layanan Anak di Komisi Nasional Perlindungan Anak periode 2002-2012 ini bilang, pemerintah perlu mengondisikan situasi lingkungan yang berpihak pada hak anak di dalam setiap proyek pembangunan, jika ingin menuju ke generasi emas.
Seperti, lanjutnya, berkomitmen terhadap Konvensi Hak Anak atau the Convention on the Rights of the Child (CRC) dalam setiap program pembangunan. Sebab ini juga sudah menjadi kerangka kerja global. Perwujudan sikap Indonesia terhadap CRC, itu dengan memastikan bahwa kepentingan anak-anak dapat terakomodir ke dalam pengambilan keputusan pembangunan.
“Proyek strategis nasional itu sudah harus pro anak, jangan sampai mengorbankan kesehatan anak, kalau sampai mengorbankan kesehatan anak, dia bukan strategis tapi itu tragis,” tegasnya.
Demikianpun dengan sektor bisnis. Menurutnya, perusahaan harus berperspektif Children’s Rights and Business Principles (CRBP). Sebagai kerangka kerja bagi perusahaan untuk menghormati dan mendukung hak anak, ini semestinya diselipkan ke dalam tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR.
Ia mengatakan, anak-anak memiliki hak untuk terlibat dalam pengambilan keputusan. Hak untuk didengar dan memastikan dirinya mendapat perlindungan. Namun, itu sering terabaikan karena mereka semata-mata menjadi objek.
Pengarusutamaan hak anak perlu didorong agar menjadi perhatian bersama. Menurut Lisda, regulasi perlindungan anak sudah tersedia, namun pelaksanaan dan pengawasannya yang belum berjalan maksimal.
“Itu yang mungkin harus kita pastikan bagaimana prioritas tersebut bisa diimplementasikan dan diawasi implementasinya,” katanya.
Selanjutnya, kesadaran masyarakat juga perlu dibangun. Dengan terbangunnya kesadaran, itu dapat menumbuhkan kebutuhan untuk memenuhi haknya. Bagi dia, pemerintah patut hadir bagi penyadartahuan ini. Sama halnya dengan itu, masyarakat sipil juga mesti menyuarakannya.
Tetap berupaya
Kaki Nur masih terus melangkah. Ia menyambangi satu per satu penghuni kosan. Mengajak mereka tetap menjaga kebersihan lingkungan. Ia akan mengomel, kalau ada tumpukan yang tak terurus oleh penghuni.
Alasan Nur tak muluk-muluk, “Saya tra (tidak) mau sakit, gara-gara sampah,” singkatnya.
Menurutnya, kesadaran masyarakat sekitar akan kebersihan lingkungan masih sangat memprihatinkan. Dengan omelan, ia berharap bisa meningkatkan kesadaran tersebut.
Begitupun dengan Abdullah, walaupun tak sampai marah-marah, tetapi tak tertangkap rasa lelah dalam sorot matanya. Sudah berminggu-minggu tangannya mengumpulkan plastik-plastik yang meluber ke pinggir pantai.
Hampir tiap pagi dan sore, Abdullah berjibaku dengan timbulan sampah, yang tebalnya diperkirakan mencapai 60 centimeter. Sengaja dia memagari pesisir pantai sekitar rumahnya dengan jaring, guna menghambat sampah-sampah itu terseret oleh air pasang.
Tak pernah terlintas dalam benaknya sebelum itu, kalau beban sampah yang bakal dipikul laut separah ini. Ia menyayangkan kondisi tersebut. Padahal, katanya, laut menjadi bagian penting bagi keberlanjutan generasi berikutnya.
“Kan orang ini tidak sadar, masa sampah dibuang ke laut, ini kan mau bikin penyakit dan bikin sengsara ulang,” tuturnya.
Di sisi lain, Kepala DLH Halmahera Tengah Rivani masih dipusingkan dengan persampahan ini. Mereka kesulitan mendapatkan lahan untuk tempat penampungan sementara atau TPS.
Demi mengatasi timbulan sampah yang terus membludak, pihaknya bekerjasama dengan perusahaan untuk memobilisasi kotoran itu dari TPS yang tersedia saat ini ke tempat penampungan akhir atau TPA PT IWIP.
Ia mengatakan, perusahaan memang memiliki rencana pengelolaan sampah. Namun, itu hanya berlaku di dalam kawasan. Di luarnya, melalui program CSR dengan pengadaan sarana prasarana. Pada tahun 2022, PT IWIP memberikan empat unit mobil truk amrol dan sepuluh kontainer penampung sampah kepada DLH.
Salah satu pemicu peningkatan produksi sampah, itu bersumber dari sisa konsumsi para pekerja tambang yang menghuni kosan-kosan di desa sekitar. Katanya, bupati pernah mengusulkan bahwa bagi penyampah agar di-PHK. Sayangnya, regulasi ketenagakerjaan tidak mengaturnya.
Rivani pasrah, seraya berharap pada tingkat kesadaran masyarakat. “Torang (kami) sudah berusaha cari jalan keluar,” lanjutnya, “tapi intinya, terakhir itu tergantung kesadaran masyarakat,”
Jangan cuma di atas kertas
PT WBN mengklaim bahwa mereka berkomitmen untuk mematuhi standar global dalam hal praktik lingkungan, sosial dan tata kelola atau ESG. Para pemegang sahamnya telah memilih untuk berpartisipasi dalam Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA).
ESG merupakan akronim dari Environmental, Social, and Governance. Ini sebagai kerangka kerja untuk mengukur dampak keberlanjutan dan etika suatu perusahaan. Bagaimana perusahaan `mendapatkan untung dari bisnisnya, sekaligus berdampak positif terhadap lingkungan dan masyarakat, serta dikelola dengan tata kelola yang baik.
Mereka bahkan telah membentuk tim IRMA. Serta, tengah bersiap menjalani audit oleh auditor eksternal IRMA tahun 2025, yang berfokus pada aspek lingkungan, sosial dan kemasyarakatan.

Demikianpun dengan IWIP. Dalam ESG Forum 2025, Direktur IWIP Scott Ye, menyatakan komitmennya terhadap transisi energi yang bersih, dan mengintegrasikan standar ESG kedalam seluruh operasionalnya dengan memperhatikan aspek lingkungan dan sosial.
“IWIP terus berkomitmen mendukung transisi energi bersih dengan menyelaraskan standar ESG nasional dan internasional untuk mewujudkan kawasan industri yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.” terang Scott, di Jakarta, awal Juni 2025.
Untuk mewujudkan komitmen tersebut, pihak IWIP telah melakukan berbagai studi, seperti studi keanekaragaman hayati, hak asasi manusia, hingga pengelolaan sumber air bersih.
Atas kelanjutan dan hasil studi tersebut IWIP tak menanggapi pertanyaan kieraha.com. Begitupun dengan WBN. Kami berupaya menghubungi humas keduanya pada 16 dan 19 Agustus 2025 melalui e-mail dan media sosial LinkedIn. WBN sempat membalas pesan kami dengan mengatakan, akan menghubungi kami sesegera mungkin.
Kami juga kembali mengonfirmasi Humas IWIP melalui pesan singkat Whatsapp pada 3 September 2025. Namun, hingga artikel ini diterbitkan, pertanyaan yang kami sodorkan tak kunjung dijawab.
Faizal Ratuela, Direktur Walhi Maluku Utara, menanggapi hal tersebut dengan mengatakan pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam memastikan perusahaan mematuhi prosedur normatif administrasi dalam aktivitas penambangan. Sebagaimana yang diatur dalam UU Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup atau PPLH dan UU Minerba.
Sesuai dengan yang diamanatkan dalam aturan tersebut, maka pemerintah dapat memberikan rekomendasi terhadap perusahaan yang melanggarnya. Menurutnya, itu sebagai langkah korektif yang bertujuan mencegah pelanggaran terjadi. Sebelum akhirnya memberikan punishment kepada perusahaan.
Ia mendesak pemerintah daerah harus bersikap tegas dalam menjalankan fungsi kontrolnya terhadap PSN. Sehingga komitmen ESG dan inisiatif IRMA tak hanya berada di atas kertas.
Faizal juga menyentil tanggapan DLH Halmahera Tengah terhadap riset Nexus3. Di mana, tidak sekedar dengan meletakkan kehidupan orang banyak di atas angka-angka. “Tidak boleh torang (kita) letakkan kehidupan rakyat dalam angka yang normatif bahwa pencemaran ini masih di bawah ambang batas dan masih layak,” ujar dia.
Dorongan terhadap inisiatif pengelolaan lingkungan hidup di sekitar industri nikel, lanjut Faizal, ini juga harus melibatkan masyarakat sekitar. Karena mereka berhak mendapatkan informasi yang utuh mengenai potensi dampak yang ditimbulkan, beserta langkah mitigasinya.
Layaknya Abdullah yang tak punya bayangan dampak itu sebelumnya. Hari beranjak gelap, namun api pembakaran sampah masih menyala. Kobaran itu seolah menjadi isyarat tekadnya yang terus membara. Hal serupa akan ia ulangi lagi pada hari berikutnya. Ini sebagai rasa syukur, karena laut telah memberikan kehidupan bagi dia dan anak cucu.






