Pulau Gebe dengan kategori pulau kecil, secara geografis hanya memiliki luas 224 km2. Pulau tersebut dikepung 7 perusahaan tambang nikel. Diantaranya milik Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Laos dan Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Shanty Alda Nathali.
Dari deretan daftar perusahaan itu juga disinyalir tak kantongi izin prinsip secara lengkap. Data update WIUP Tambang Malut yang beroperasi di Pulau Gebe per September 2023 mencatat sebanyak 7 perusahaan yang telah mengantongi izin operasi produksi.
Perusahaan itu adalah PT Karya Wijaya, PT Mineral Trobos, PT Smart Marsindo, PT Aneka Niaga Prima, PT Anugrah Sukses Mining, PT Lopoly Mining, dan PT Bartra Putra Mulia.
Direktur Walhi Maluku Utara Faisal Ratuela menilai negara dalam hal memberikan izin operasi terhadap 7 perusahaan tambang ini telah mengabaikan ekosistem, serta hak dan kewajiban masyarakat di Pulau Gebe.
Bagi Walhi Malut, Pulau Gebe yang terletak di wilayah Kabupaten Halmahera Tengah ini tidak layak untuk ditambang.
“Karena dalam konteks UU PW3K, pulau yang boleh dilakukan proses pertambangan itu pulau yang berdiameter di atas 2.000 km2. Sementara Pulau Gebe berada di bawah itu. Artinya Pulau Gebe masuk kategori pulau kecil,” jelasnya, ketika disambangi kieraha.com, Jumat, 10 Oktober 2025.
Ia menyatakan, atas dasar UU PW3K maka semua perusahaan tambang yang izin operasinya di Pulau Gebe harus berhenti beroperasi.
“Jadi (dalam konteks ini) negara mengabaikan, makanya kami bilang kalau untuk Pulau Gebe, juga Pulau Fau dan Mabuli, itu semestinya negara menghentikan proses pertambangan di situ karena masuk kategori pulau-pulau kecil yang sudah tentu berdampak pada keberadaan biodiversity dan memberi dampak terhadap pola kehidupan nelayan sekitar akan terganggu,” lanjutnya.
Ia berharap, Pemerintah di era kepemimpinan Presiden Prabowo ini segera menghentikan izin operasi sejumlah perusahaan tersebut.
“Sanksinya pencabutan izin,” sambungnya. *