Dugaan Monopoli dan Kejanggalan Lelang Proyek di BP2JK Maluku Utara Mencuat

Avatar photo
Aksi demo di depan Kantor BP2JK Wilayah Malut, di Ternate, Senin 6 Oktober 2025/kieraha.com

Lembaga Pengawasan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau LPP Tipikor Provinsi Malut, menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi dan Kantor Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) Wilayah Malut, Senin 6 Oktober 2025.

Aksi demo ini buntut dari kejanggalan dalam pelaksanaan lelang proyek yang dilakukan oleh BP2JK Malut sepanjang 5 tahun terakhir.

Koordinator LPP Tipikor Alan Ilyas menyebutkan, berdasarkan penelusuran data dan informasi, terdapat beberapa oknum kontraktor di Malut yang diduga mendapatkan pekerjaan proyek pada Kementrian PUPR melalui Balai PJN, Balai Cipta Karya, dan Balai Wilayah Sungai, lebih dari batas kemampuan Sisa Kemampuan Paket dengan motif atau spekulasi menggunakan perusahaan lain.

Kondisi ini, kata Alan, telah berdampak serius terhadap pelaksanaan kegiatan proyek di lapangan, akibat dari ketidakmampuan finansial dan peralatan perusahaan tersebut.

“Bahkan akibat dari perencanaan dan pengadaan yang tidak cermat di BP2JK, berupa ketidaksesuaian spesifikasi barang dan jasa, keterlambatan pengadaan, telah berdampak pada penurunan kualitas hasil, pemborosan anggaran, sanksi administrasi, gugatan perdata, hingga tuntutan pidana,” lanjut Alan.

Ia menyatakan bahwa dugaan permasalahan ini jelas bertentangan dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha yang tidak sehat, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang diterbitkan 30 April 2025 sebagai perubahan kedua atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 dan perubahannya Perpres 12 Tahun 2021.

Alan menyatakan, dalam aksi ini LPP Tipikor juga meminta pihak BP2JK Malut untuk menjelaskan perihal paket lelang Preservasi Jalan Weda Mafa Matuting – Saketa dengan pagu sebesar Rp 149.726.518.000, yang kemudian dimenangkan oleh PT Buli Bangun dengan Nilai Penetapan Pemenang sebesar Rp 98.675.316.613.

“Jika dihitung maka terdapat nilai sebesar Rp 51.051.201.387 atau sekitar 34 persen dari total nilai pagu yang dibuang dalam dokumen penawaran. Tentu dalam kesimpulan, kami menilai bahwa penawaran tersebut merupakan penawaran terendah, yang tentunya dapat mempengaruhi kulaitas dan mutu pembangunan jalan,” ucap Alan.

Selain itu, pihak BP2JK Wilayah Malut juga diminta menjelaskan perihal paket lelang Pekerjaan Pembangunan Jembatan Kalibutu yang dikerjakan oleh PT Sederhana Jaya Abadi senilai Rp 16.503.800.000.

“Karena di dalam dokumen lelang disebutkan bahwa pengadaan material dan komponen jembatan rangka baja tipe B bentang 50 meter telah tersedia di Gudang PU Citeureup sehingga biaya pembelian rangka jembatan tidak ada, hanya biaya pengiriman rangka jembatan dari Gudang Citeureup sampai dengan lokasi kegiatan yang ditanggung oleh penyedia jasa. Mohon diberikan penjelasan terkait dengan hal ini dan apakah pekerjaan ini merupakan Kontrak Tunggal (1 tahun anggaran) atau Pekerjaan Multiyears (Kontrak Jamak),” ujar Alan.

Ia meminta Aparat Penegak Hukum di Malut maupun KPK RI agar melakukan pengawasan ketat terkait dengan proses lelang proyek yang dilakukan BP2JK Malut.

“Kuat dugaan terdapat sejumlah paket proyek di Malut yang hanya dimonopoli oleh dua kontraktor besar yaitu Budi Liem dan Renny Laos. Seakan di daerah ini tidak ada kontraktor lain selain keduanya,” ucapnya.

Selain itu, sambung dia, fakta di lapangan menemukan sejumlah pekerjaan yang direkomendasikan melalui lelang BP2JK, pihak rekanan maupun kontraktor tidak memiliki kompentensi kualitas dan mutu pekerjaan, hampir senatero pekerjaan yang diberikan, justru berimplikasi pada perbuatan tindak pidana korupsi.

“Terbukti sebagian dari itu dalam penanganan proses hukum di Kejati dan Polda Malut, sehingga kami meminta kepada Kementerian PUPR untuk mengevaluasi kinerja Kepala BP2JK dan Kepala BPJN Malut. Bahkan jika perlu pelaksanaan kegiatan proyek Kementerian PUPR di Malut diberikan saja kepada BUMN untuk dikeola,” lanjutnya.

“Jika atensi ini tidak diperhatikan maka kami mendesak Gubernur Malut Sherly Laos dan seluruh bupati maupun wali kota untuk ambil alih segera ruas jalan dan ditangani oleh Dinas PUPR kabupaten kota,” sambungnya.

Kieraha.com berusaha menghubungi Kepala BP2JK Wilayah Malut. Namun upaya konfirmasi yang dilakukan di Kantor BP2JK Malut di Kita Ternate belum bersambut. *