Perusahaan Tambang Milik Gubernur Maluku Utara Jadi Sorotan DPR RI

Avatar photo
Ketua Komisi Siti Hediati Soeharto saat memberikan pengerahan di Rapat Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IV DPR RI yang berlangsung di Royal Resto Ternate, Selasa 23 September 2025/kieraha.com

Komisi IV DPR RI menyoroti dugaan penambangan ilegal PT Karya Wijaya, di Pulau Gebe, Halmahera Tengah, Maluku Utara. Perusahaan tambang nikel milik Gubernur Malut Sherly Tjoanda Laos dengan saham 71 persen itu, mengemuka dalam Rapat Komisi IV DPR RI bersama Kepala Daerah se Malut, di Royal Resto Ternate, Selasa 23 September 2025.

Anggota Komisi IV DPR RI Rajiv pada rapat itu mempertanyakan legalitas PT Karya Wijaya yang diduga tidak mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau IPPKH. Pertanyaan itu ditujukan kepada Bupati Halmahera Tengah Ikram Malan Sangaji di depan Ketua Komisi IV Siti Hediati Soeharto, Menhut Raja Juli Antoni dan Gubernur Sherly Laos.

Menurut Rajiv, beberapa minggu terakhir ini dugaan penambangan ilegal oleh PT Karya Wijaya dilakukan tanpa IPPKH viral di medsos.

“(Terkait dugaan penambangan ilegal) saya sudah kirim ke Dirjen Gakkumdu apakah bupati di daerah mengetahui PT ini atau tidak, jangan sampai juga hoaks,” kata Rajiv.

Ia juga menyoroti rahabilitas Daerah Aliaran Suangi (DAS) oleh perusahaan pertambangan di Maluku Utara.

“Pak meteri (kehutanan) kalau ada (perusahaan) tidak menjalankan rehap DAS-nya agar diavaluasi dan dicabut izinnya sehingga bisa menjaga kawasan hutan kita,” lanjutnya.

Menanggapi pertanyaan DPR RI, Bupati Halmahera Tengah Ikram Malan Sangaji mengaku tidak mengetahui IPPKH PT Karya Wijaya.

“Kayaknya bukan hanya perusahaan itu (PT Karya Wijaya) saja yang viral tapi banyak sekali yang viral. Gimana saya mau tahu orang izinnya ada di pusat. Jadi kami gak tau IPPKH ada atau tidak,” kata Ikram.

Meski begitu, kata dia, pihak Pemda Halmahera Tengah sudah mengantongi data IPPKH.

“Saya punya data, karena saya pantau di website Kementerian Kehutanan. Kita cuma pantau aja dari situ, apakah ini benar apa tidak,” ucapnya.

Sebelumnya, PT Karya Wijaya termuat dalam laporan hasil pemeriksaan BPK dengan tujuan tertentu atas pengelolaan perizinan pertambangan mineral batu bara dan batuan pada Kementerian ESDM Tanggal 24 Mei 2024.

Laporah Hasil Pemeriksaan menyebutkan, analisa luasan areal bukaan lahan wilayah konsesi IUP berstatus IT, yang belum lengkap persyaratan perizinannya, PT Karya tidak memiliki izin PPKH, izin jetty, dan belum menempatkan jaminan reklamasi pasca tambang.

IUP PT Karya Wijaya diterbitkan pada masa mantan Gubernur Abdul Gani Kasuba dengan Nomor: 502/34/DPMPTSP/XII/2020 untuk kegiatan operasi produksi. IUP dengan kode WIUP Nomor: 2682022122023001 ini mencakup area seluas 500 hektare.

PT Karya Wijaya kemudian mendapatkan pembaharuan IUP pada Januari 2025 dengan Nomor: 04/1/IUP/PMDN/2025. Izin baru yang berlaku hingga Maret 2036 ini dengan luasan areal menjadi 1.145 hektare.

Lokasinya mencakup Kabupaten Halmahera Tengah dan Halmahera Timur. Selain terbentur masalah izin PPKH, PT Karya Wijaya juga diduga sedang bersengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) dengan PT FBLN atas dugaan PT Karya Wijaya masuk beroperasi di wilayah PT FBLN. *