Kontraktor Kakap dalam Kasus Suap Eks Auditor BPK Maluku Utara

Avatar photo
Gerbang depan Kantor Kejati Malut di Ternate/kieraha.com

Yoga Andikonang memang telah divonis bersalah atas kasus suap dan gratifikasi, tetapi gurita perkaranya masih membelit. Hingga sekarang, sejumlah nama kontraktor kakap maupun perusahaan jasa konstruksi yang disebutkan (diduga) memberi suap kepada mantan Auditor BPK Perwakilan Maluku Utara itu belum disentuh oleh Aparat Penegak Hukum.

Padahal, putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi Malut Nomor: 12/PID.SUS-TPK/2024/PT TTE, menyebutkan bahwa Yoga Andikonang menerima hadiah atau janji dari sejumlah kontraktor tersebut. Suap yang diberikan dengan tujuan untuk menutupi kasus temuan pada kegiatan proyek yang dikerjakan para kontraktor. Mantan Auditor BPK itu bahkan disebutkan menerima uang hingga puluhan miliar rupiah.

Kasus suap ini bermula saat Yoga mengaudit anggaran belanja modal dan belanja barang tahun anggaran 2020 pada Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan dan Halmahera Timur. Dari situ, Yoga kemudian menjalankan aksinya dengan meminta sejumlah uang.

Di Kabupaten Halmahera Selatan, Yoga disebutkan meminta uang Rp 700 juta kepada Leny Syahril selaku Direktur PT Bangun Mandiri Nusa, kemudian di Kabupaten Halmahera Timur Rp 100 juta dari Mulyanto Djafar selaku staf pada CV Archie Plan.

Uang Rp 800 juta itu diterima sebanyak tiga kali pada Maret dan April tahun 2021 oleh Sahril Saradon-yang merupakan orang suruhan Yoga. Selain uang tunai yang diterima Sahrir Saroden, juga terdapat pemberian uang dari Leny melalui ditransfer dua kali ke rekening yang diberikan Yoga sebesar Rp 250 juta.

Pemberian uang ini terkait audit pembangunan ruang operasi (MIKO) pada RSUD Labuha dengan nilai kontrak Rp 2,3 miliar, pelebaran jalan Labuha–Panambuang dengan nilai kontrak Rp 11,9 miliar, dan pembangunan pasar Tuokona dengan nilai kontrak Rp 60 miliar.

Permintaan uang bemula ketika Yoga melakukan klarifikasi atas temuan tiga paket milik Leny, yang terdapat kekurangan volume baik secara kuantitas dan kualitas, namun Leny menolak dengan mengatakan kekurangannya dimana? “Mari kita cek data, tetapi disampaikan Yoga, ‘tidak masalah Bu, cuma sedikit saja”, kemudian disampaikan Leny bahwa terhadap pekerjaan sudah sesuai kontrak sehingga Leny meminta agar Yoga bersama-sama menguji ulang terhadap temuan yang mereka dapatkan.

Namun permintaan Leny ditolak oleh Yoga dengan menyampaikan “kalau mau lebih detil lagi pemeriksaannya pasti temuannya akan lebih banyak lagi, Ibu kan sudah banyak untung, besar dan kecilnya hasil temuan tergantung Ibu. Jika Ibu Leny tidak mau, nanti lihat saja”.

Selanjutnya, Yoga minta uang pada Leny dengan kalimat “mau berbagi dengan ketua tim saya, Ibu kan pengusaha besar di Bacan masa Ibu tidak lihat kami sudah beberapa minggu disini”, kemudian dijawab Leny “jika minta uang baik-baik dan bukan karena ada temuan saya akan berikan seikhlas”.

Leny kemudian menanyakan berapa banyak yang harus ia berikan dan dijawab Yoga dengan bahasa “kami kan ada empat orang tapi yang paling penting untuk Ketua Tim”. Yoga lalu memberikan nomor rekening dan menyampaikan, “Ibu nanti dikirim ke nomor rekening tersebut, tetapi nomor rekeningnya tidak bisa dilakukan transfer sehingga Leny kembali menghubungi Yoga agar uang diberikan saja secara tunai melalui Neindah Sari Victor di area Pelabuhan Perikanan Bastiong Rp 400 juta”.

Setelah menerima uang, Yoga kembali menghubungi Leny meminta uang lagi dengan alasan uang sebelumnya kurang untuk diberikan kepada pimpinan dan Leny meminta Neindah Sari Victor memberikan Rp 300 juta kepada Yoga dengan kalimat, “Indah nanti ada yang telepon kamu dan serahkan uang itu ke dia”. Begitupun dengan transaksi kedua kalinya, di area Pelabuhan Perikanan Bastiong, melalui Neindah Sari Victor menyampaikan pada Yoga bahwa Leny juga sudah tranfer ke rekening sebesar Rp 250 juta. Sehingga total untuk Leny mencapai sebesar Rp 950 juta.

Selain itu, Yoga saat melakukan audit di Kabupaten Halmahera Timur juga menerima uang Rp 100 juta dari Mulyanto Djafar terkait pekerjaan Rencana Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum yang dikerjakan CV Archie Plan.

Permintaan uang berlanjut ketika Yoga kembali diberikan kepercayaan oleh lembaganya melakukan audit atas belanja modal dan belanja barang tahun anggaran 2021 di Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan.

Yoga kembali meminta uang kepada Jervis Giovanly Leo selaku Direktur CV Moderen Maju Membangun Rp 250 juta. Uang oleh Jervis itu diserahkan kepada Muhammad Anas M Arif di toko Moderen Mart milik Jervis pada Maret 2021.

Pemberian uang tersebut, juga berkaitan dengan audit terhadap laporan pekerjaan jalan sirtu di wilayah GOR GBK Desa Tuokona, Bacan Selatan dengan nilai kontrak Rp 1,5 miliar dan paket pekerjaan jalan sirtu Madopolo, Kecamatan Obi dengan nilai kontrak Rp 2,5 miliar. Kedua paket ini dikerjakan oleh perusahan milik Jervis.

Yoga menemukan keterlambatan material yang didatangkan dari Palu, Sulawesi Tengah. Atas keterlambatan yang tersebut, Yoga kepada Ipin Hi Payo yang merupakan staf teknis dari Jervis yang pada saat itu mendampingi tim auditor BPK dengan bahasa “Ok, pekerjaan ini saya tutup mata dan saya tidak akan memberikan temuan denda keterlambatan”. Padahal, Yoga dalam auditnya menemukan keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan dan denda keterlambatan serta pekerjaan yang dilakukan haruslah menggunakan redymixer/mobil moleng.

Yoga kemudian menghubungi Jervis menyampaikan tidak akan menjadikan hasil audit terhadap dua paket yang dilaksanakan perusahanya terebut dengan kalimat “Pak Jev kasih uang Rp 250 juta supaya saya tutup mata, kalau tidak saya jadikan temuan”. Keduanya pun sepakat dan terjadi transaksi di Kantor BPKD Halmahera Selatan antara Yoga dan Muhammad Anas M Arif.

Selain tiga nama tersebut, juga disebutkan adanya pemberian uang dari PT Intim Kara dan PT Labrosco. Bahkan, pemberian uang dari dua perusahaan kontraktor ini disebutkan nilainya mencapai hingga puluhan miliar rupiah pada tahun 2020.

Singkatnya, Yoga Andikonang pun diadili. Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyebut Yoga terbukti menerima suap dari tiga kontraktor tersebut total senilai Rp 1,3 miliar. Atas perbuatannya itu, Yoga divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider satu tahun kurungan.

Meski Yoga sudah dijatuhi vonis sejak 2024, namun sejumlah kontraktor yang diduga memberikan suap tersebut hingga kini belum disentuh oleh APH (Kejati Malut). Padahal putusan hakim sudah cukup untuk menjadi landasan hukum bagi Aparat Penegak Hukum untuk menetapkan pemberi suap sebagai tersangka. *