News  

Nelayan Kecil Tolak Kenaikan Harga BBM Subsidi

Avatar photo
Aksi nelayan kecil tolak kenaikan harga BBM subsidi. (Dok KNTI/kieraha.com)

Pemerintah menyampaikan sinyal akan segera menaikkan harga BBM bersubsidi Pertalite dan Solar dalam waktu dekat, karena disparitas harga yang tinggi dengan harga pasar dunia.

Nelayan sebagai salah satu sektor yang berhak menerima BBM bersubsidi ini secara langsung akan berakibat pada beban hidup nelayan kecil.

BACA JUGA Warga Keluhkan Pengeboman Ikan di Laut Joronga Halmahera Selatan

Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia atau KNTI Dani Setiawan menyebutkan, nelayan kecil paling terdampak jika BBM bersubsidi dinaikkan, karena 60-70 persen biaya operasional melaut adalah bahan bakar.

“Kami secara tegas menolak kenaikan harga BBM bersubsidi, karena tanpa ada kenaikkan BBM bersubsidipun, nelayan selama ini tidak menikmati BBM bersubsidi dan mengalami diskriminasi akses,” tutur Dani, melalui milis yang diterima kieraha.com, Jumat 26 Agustus 2022.

Hasil survei pada tahun 2020-2021 yang dilakukan KNTI bersama Koalisi Kusuka yang terdiri dari Perkumpulan Inisiatif, Seknas FITRA, Kota Kita dan Pemuda Muhamadiyah, yang didukung International Budget Partnership, ditemukan 82,2 persen nelayan mengakses BBM bersubsidi di eceran dengan harga yang lebih tinggi dari harga subsidi. Hal ini terjadi karena berbelitnya prosedur mendapatkan BBM bersubsidi dan minimnya infrastruktur pengisian bahan bakar pada daerah-daerah pesisir.

“saat ini kami sedang konsolidasi melalui rembug nelayan yang akan digelar di empat provinsi untuk mendiskusikan persoalan akses dan kenaikan BBM subsidi,” lanjut Dani.

“Naiknya harga BBM bersubsidi dapat dipastikan mendongkrak ongkos nelayan melaut, yang pada akhirnya menggerus pendapatan nelayan, ditambah dengan harga ikan yang fluktuatif, serta berakibat pada menurunnya NTN (Nilai Tukar Nelayan) yang merupakan indikator kesejahteraan nelayan yang dipakai pemerintah” ditambahkan oleh

BACA JUGA Oknum Aparat Main Rumpon Ilegal di Perairan Halmahera

Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Bidang Kemaritiman Sandro Andriawan menyebutkan, “Naiknya harga BBM bersubsidi dapat dipastikan mendongkrak ongkos nelayan melaut, yang pada akhirnya menggerus pendapatan nelayan, ditambah dengan harga ikan yang fluktuatif, serta berakibat pada menurunnya Nilai Tukar Nelayan yang merupakan indikator kesejahteraan nelayan yang dipakai pemerintah.”

Pemerintah diminta untuk mencari alternatif kebijakan lain untuk menahan harga BBM bersubsidi. Kenaikan BBM bersubsidi akan menimbulkan gejolak inflasi di tengah masyarakat yang masih belum sepenuhnya pulih akibat dampak pandemi.

“Jika BBM subsidi dinaikkan, maka kelompok rentan miskin akan kembali terjerembab ke jurang kemiskinan,” ujar Ervyn Kaffah, Manager Advokasi Seknas FITRA.

Ervyn menegaskan ruang fiskal APBN masih mampu untuk menahan harga BBM bersubsidi, karena pemerintah sudah diuntungkan dengan kenaikan pendapatan yang tumbuh signifikan tahun ini. Sampai dengan Juli 2022 APBN mengalami surplus Rp 106 triliun, ditopang pendapatan negara tumbuh 21,6 persen.

“Pemerintah juga bisa memanfaatkaan program PC-PEN yang per Juli lalu baru terealisasi Rp 178 triliun atau 40 persen dari pagu Rp 455,6 triliun,” kata Ervyn.

Tahun ini pemerintah masih memiliki keleluasaan untuk melebihi batas defisit 3 persen dari PDB. Pada tahun 2022 pemerintah merencanakan defisit APBN 4,85 persen dari PDB, sementara outlook realisasi defisit 3,92persen dari PDB.

“Hitungan kami, kalau dilihat dari realisasi defisit ini, kemungkinan kita akan memiliki sisa anggaran Rp 135,8 triliun yang bisa dipakai untuk menahan harga BBM bersubsidi,” tambahnya.

Alternatif kebijakan lain, pemerintah dapat mencari pembelian harga minyak mentah yang lebih murah. Dani menambahkan, agar pemerintah tidak malu untuk membeli minyak mentah dari negara lain dengan harga yang lebih murah demi menyelamatkan rakyat dan nelayan kecil dari gejolak inflasi.

Pemerintah juga diminta untuk memperhatikan nelayan, mengingat kontribusinya kepada negara. Dadan Ramdan, Sekjen Perkumpulan Inisiatif, salah satu anggota Koalisi Kusuka, yang memiliki riset terkait pendapatan dari Sumber Daya Alam, menyoroti kinerja pendapatan negara pada sektor perikanan yang mengalami pertumbuhan positif rata-rata 16,4 persen selama 2018-2021.

“Sektor perikanan adalah salah satu sektor yang tumbuh positif ditengah hantaman pandemi,” ujar Dadan.

Bahkan pada tahun anggaran 2023 direncanakan sebesar Rp 3,2 triliun atau tumbuh 92,9 persendibandingkan outlook 2022. Namun jika kita lihat, nelayan Indonesia yang 90 persennya kategori nelayan kecil dengan 11,34 persen hidup di bawah garis kemiskinan belum merasakan timbal balik dari kontribusinya terhadap pendapatan negara.

Dadan juga menyoroti turunnya anggaran perlindungan sosial pada RAPBN 2023, termasuk dihapusnya belanja bantuan sosial untuk 1,76 juta nelayan.

Koalisi Kusuka meminta Pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM bersubsidi dan terus memberikan bantuan sosial tunai kepada nelayan kecil melalui kartu KUSUKA (Kartu Usaha Pelaku Usaha Perikanan). Kartu Kusuka merupakan intrumen pendataan yang dipergunakan oleh Kementerian Kelautan Perikanan yang berisi data pelaku usaha perikanan.

“Saat ini KKP sedang melakukan pendataan melalui Kusuka, kami mengusulkan untuk mempercepat pendataan KUSUKA, penyaluran Bansos nelayan melalui kartu ini,” tutup Dani.

Koalisi berharap, nantinya Kartu Kusuka dapat menjadi cikal bakal reformasi anggaran subsidi BBM untuk nelayan menjadi belanja transfer langsung ke nelayan, agar menjadi lebih tepat sasaran dan efektif. Tentunya dengan catatan, pemerintah dan pertamina harus mempercepat ketersedian infrastruktur pengisian bahan bakar di pemukiman-pemukiman nelayan. *