Polemik rangkap jabatan dalam tubuh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Maluku Utara masih berlanjut. Selain Wakil Gubernur Sarbin Sehe, terdapat sejumlah nama anggota DPRD masuk dalam struktur kepengurusan induk organisasi olahraga tertinggi tersebut.
Padahal, larangan wakil rakyat rangkap jabatan, termuat dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Larangan ini diatur dalam pasal 236. Selain itu, juga diatur dalam Pasal 186 Huruf C UU Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Tata Tertib DPRD.
Dalam pasal itu menyebutkan bahwa anggota dewan dilarang menjadi pengurus lembaga atau organisasi yang didanai APBN maupun APBD. Jika undang-undang tersebut dilanggar, maka sanksinya adalah pemberhentian.
Dalam susunan pengurus KONI Maluku Utara yang baru, setidaknya memasukan tiga anggota DPRD. Mereka adalah Wakil Ketua DPRD Malut HB, serta Anggota DPRD Kota Ternate MG dan NS.
Tiga nama wakil rakyat yang masuk dalam kepengurusan ini dilihat berdasarkan Surat Keputusan Nomor 161 Tahun 2025 Tentang Pengukuhan Personalia KONI Malut periode 2025-2029.
Praktisi hukum Maluku Utara Rahim Yasin, mengimbau agar ketiga wakil rakyat tersebut mengundurkan diri secara sukarela dari posisinya di KONI saat ini. Imbauan tersebut disampaikannya, mengingat UU MD3 telah melarang rangkap jabatan oleh anggota DPRD.
“Para wakil rakyat dengan sukarela dapat mengajukan pengunduran diri dengan memilih salah satu jabatan yang dijabat saat ini; posisi wakil rakyat atau pengurus KONI,” ujar Rahim, Minggu, 2 November 2025.
Ia mengatakan UU MD3 harus menjadi pedoman ketua KONI sekaligus Wakil Gubernur Sarbin Sehe dalam menyusun kabinetnya. Dia menilai rangkap jabatan yang dilakukan bukan hanya bentuk pengabaian terhadap tanggung jawab sebagai wakil rakyat semata, tetapi modus melanggar aturan ini diduga didorong karena adanya pengajuan hibah oleh KONI Malut sebesar Rp 19 miliar untuk APBD TA 2026.
Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Maluku Utara itu menegaskan, kepentingan pribadi bercampur fungsi pengawasan sebagai wakil rakyat akan meruntuhkan kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif itu sendiri.
“Ini bukan sekedar jabatan, tapi soal moralitas politik. Kalau pengawasan sudah bercampur kepentingan pribadi, maka kepercayaan publik runtuh,” lanjutnya.
Rahim mendesak Badan Kehormatan DPRD Malut dan Kota Ternate segera memeriksa dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran etik ketiganya.
“Publik butuh pengawasan yang bersih. Sehingga mereka harus memilih menjadi wakil rakyat yang mengawasi, atau pengurus lembaga yang diawasi. Tidak bisa dua-duanya,” tutup Rahim.
Kieraha.com berusaha menghubungi Sekertaris Umum KONI Malut Mansur Sangaji terkait susunan kepengurusan KONI 2025 ini. Namun Upaya konfirmasi melalui telepon dan pesan WhatsApp belum bersambut. *






