Perusahaan tambang nikel PT Smart Marsindo dan PT Aneka Niaga Prima kembali menjadi sorotan di Maluku Utara lantaran data kepemilikan saham dari dua perusahaan ini masih misteri. Data pemilik saham perusahaan ini tidak tercatat dalam sistem Minerba One.
Minerba One adalah sistem aplikasi digital terintegrasi milik Kementerian ESDM RI yang baru saja dioperasikan. Sistem ini bertujuan menyatukan berbagai aplikasi dan data perusahaan yang diupload sebelumnya pada MODI (Minerba One Data Indonesia).
Aplikasi yang digunakan untuk mengelola dan memantau seluruh aspek kegiatan pertambangan mineral dan batubara di Tanah Air itu meliputi proses perizinan hingga pengawasan. Termasuk data penjualan, reklamasi, dan pasca tambang.
PT Smart Marsindo dan PT Aneka Niaga Prima beroperasi di Pulau Gebe dan Pulau Fau, Halmahera Tengah. Perusahaan tambang nikel ini milik Anggota DPR RI, Shanty Alda Natalia. Ia menduduki posisi sebagai Direktur, dan Citra Kharisma selaku Komisaris.
Ketiadaan data kepemilikan saham ini dinilai melanggar UU Nomor 3 Tahun 2020 serta Kepmen ESDM Nomor 78 Tahun 2022, yang mengatur bahwa setiap perubahan susunan pemegang saham, direksi, dan atau komisaris harus dilaporkan dan dicatat oleh Kementerian ESDM RI.
“Pencatatan kepemilikan saham merupakan kewajiban perusahaan, kalau tidak tercatat artinya perusahaan tidak patuh secara administratif dan harusnya dikenai sanksi, termasuk pencabutan izin,” ucap Mahri Hasan, Praktisi Hukum Maluku Utara, Minggu 5 Oktober 2025.
PT Smart Marsindo disebutkan menguasai lahan seluas 666,30 hektare di Pulau Gebe. Izin usaha pertambangan ini diterbitkan Bupati Halmahera Tengah M Al Yasin Ali pada 2012 dan berlaku hingga 2038.
Begitupun dengan PT Aneka Niaga Prima yang beroperasi di Pulau Fau, menguasai lahan seluas 459,66 hektare. Izin usaha pertambangan ini diterbitkan Bupati M Al Yasin Ali pada 2012 dan berlaku hingga 2032.
Sampai saat ini kedua perusahaan tersebut telah melakukan aktivitas produksi untuk menjangkau luas konsesi yang diterbitkan.
Mudasir Ishak, Ketua PSMP Maluku Utara, menyoroti izin usaha pertambangan (IUP) dari kedua perusahaan tersebut. Ia menduga izin tambang ini diterbitkan tanpa melalui proses lelang wilayah pertambangan sebagaimana yang diwajibkan dalam UU Minerba.
BACA JUGA Terkikis Hak Anak di Halaman Belakang Industri Nikel Halmahera Tengah
“Berdasarkan hasil penelusuran kami, tidak ada catatan lelang WIUP untuk dua perusahaan ini, maka secara patut hukum diduga cacat prosedur. Olehnya itu, dari sekian masalah muncul sudah sepantasnya Pemerintah mencabut izin perusahaan. Kami juga meminta agar BPK melakukan audit menyeluruh, baik kerugian negara maupun dokumen perizinan,” sambungnya.
Kieraha.com berusaha menghubungi pihak PT Smart Marsindo dan PT Aneka Niaga Prima. Namun upaya konfirmasi yang dilakukan melalui telepon belum bersambut. *