Tim Penasihat Hukum Muhaimin Syarif, terdakwa suap dan gratifikasi terhadap mantan Gubernur Abdul Gani Kasuba menyampaikan bantahan atas dugaan kasus penyuapan sesuai dakwaan Jaksa Penuntut Umum atau JPU KPK, dalam sidang eksepsi atau nota pembelaan Terdakwa Muhaimin, di Pengadilan Tipikor PN Ternate, Rabu 16 Oktober 2024.
Tim PH yang diketuai Febri Diansyah itu, menguraikan 4 argumentasi hukum utama, yakni penetapan Muhaimin Syarif sebagai tersangka dan terdakwa tidak sah dan melanggar hukum pidana.
Menurut Tim PH Terdakwa Muhaimin bahwa dakwaan penuntut umum KPK tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap obscuur libel.
“Penuntut Umum menafsirkan pasal suap secara berlebihan, sehingga terkesan hendak mengkriminalisasi perbuatan yang berada di ranah sosial keagamaan. Seperti sumbangan yang diberikan terdakwa untuk pembangunan pesantren atau madrasah, perguruan tinggi agama dan pemberian dalam hubungan kekerabatan, tanpa dasar bukti yang kokoh,” sebut Tim PH Muhaimin, di hadapan Ketua Majelis Hakim Rudi Wibowo didampingi 2 Anggota Hakim lainnya.
Selanjutnya, kata Tim PH bahwa penuntut umum mencampuradukan kapasitas Abdul Gani Kasuba sebagai gubernur atau penyelenggara negara dengan kapasitas Abdul Gani Kasuba sebagai ulama dan pihak yang dituakan dalam keluarga.
“Sehingga seperti menerapkan jurus ‘sapu-jagat’ seolah semua pemberian pada Abdul Gani Kasuba adalah suap. Perlu kami (PH) sampaikan, kehadiran terdakwa dalam persidangan ini merupakan tindak lanjut dari laporan pengembangan penyidikan pada perkara AGK yang saat ini telah diperiksa, diadili dan diputus pada perkara terpisah,” lanjutnya.
Tim PH Muhaimin menambahkan, sebagai delik berpasangan, maka seharusnya pihak pemberi dan penerima suap diproses secara hukum. Karena dalam perkara a quo merupakan pengembangan dari penyidikan perkara AGK.
Maka seharusnya sejak awal penyidik telah menemukan bukti permulaan yang cukup tentang keterlibatan terdakwa sebagai pemberi suap. Dan kemudian melanjutkannya dengan mencantumkan nama terdakwa sebagai salah satu pemberi suap pada dakwaan terhadap AGK.
“Jadi, setelah dicermati lebih lanjut, nama terdakwa tidak tercantum sebagai pihak pemberi suap pada dakwaan dalam perkara dugaan penerimaan suap oleh AGK,” ucap Febri Diansyah selaku Ketua Tim PH dalam eksepsi.
Sehingga menurutnya, tidak masuk akal ketika terdakwa yang justru tidak disebut sebagai pemberi suap pada dakwaan terhadap AGK, kini dijadikan sebagai terdakwa serta dituduh memberikan suap ke AGK.
Sementara ratusan pemberi suap atau gratifikasi lain belum diproses secara hukum, seperti 461 transaksi yang dilakukan oleh 371 pihak pemberi dalam dakwaan suap dan gratifikasi terhadap AGK.
“Dilihat dari urutan waktu, dakwaan terhadap AGK dilakukan setelah terdakwa ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan pemberian suap ke AGK. Bagian ini sudah kami uraikan lebih rinci dalam eksepsi,” katanya.
PH lain, Mustakim La Dee, mengatakan dalam eksepsi juga telah memberikan sejumlah catatan, jangan sampai pemberian sumbangan di pasantren maupun sekolah-sekolah dikategorikan suap.
“Jadi harus dipilah mana suap dan mana sumbangan. Tapi yang kami ingatkan, kalau soal sumbangan itu ranah keagamaan”, ujarnya. Sehingga kami (PH) berharap di pembuktian nanti, harus lebih objektif dan seimbang. Sepenuhnya kami serahkan ke majelis hakim.
Setelah pembacaan eksepsi, Ketua Majelis Hakim Rudi Wibowo, menutup sidang dan akan melanjutkannya pada 18 Oktober 2024 dengan agenda replik atau tanggapan JPU pada sidang eksepsi. *