Rumah-Rumah di Perbukitan Gamalama Terancam

Avatar photo
Pulau Ternate

Bencana longsor di Kota Ternate, Maluku Utara, jarang terjadi. Kali pertama peristiwa jelang subuh itu langsung menewaskan dua bocah, di Tobona, Ternate Selatan.

Petaka yang menimpa keluarga Ali Ibrahim, warga asal Halmahera Selatan, Kamis dini hari, 1 Juni 2017 itu masih menyisakan tanya. Penyebab tanah longsor di antaranya.

Longsor atau gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis.

“Musibah di Tobona patut dijadikan warning bagi semua warga Kota Ternate, terutama mereka yang membangun rumah di daerah perbukitan,” kata Dedy Arif, Ketua Pusat Studi Gunung Api dan Bencana Geologi Maluku Utara, kepada Kieraha.com, Senin.

Pola gerakan tanah Tobona. (KIERAHA.com/IAGI)

Ahli Geologi Maluku Utara ini mengemukakan pergerakan tanah Tobona harus segera diantisipasi. “Intensitas curah hujan yang tinggi serta endapan vulkanik Gunung Gamalama yang berusia kuarter sebagai batuan penyusun Kota Ternate dapat mengancam pemukiman tidak hanya di Tobona dan sekitar Kalumata (Ternate Selatan), namun juga wilayah lainnya,” ujar Dedy.

Peristiwa Tobona, kata Dedy, masih berpotensi terjadi, terutama pemukiman di wilayah yang sebelumnya merupakan daerah galian C (penambangan pasir dan batu).

“Ini karena tingkat stabilitas batuan penyusun maupun kelerengan sudah terubah oleh pemanfaatan material yang dilakukan sebelumnya,” sambung Dedy.

Longsor Tobona

Dedy mengatakan secara umum bencana longsor termasuk di Tobona disebabkan karena adanya faktor pendorong dan pemicu.

Faktor pendorong adalah yang membangkitkan kondisi material longsor sendiri, sementara faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan bahan tanah bergerak.

Material rombakan tanah Tobona. (Kieraha.com)

“Bergeraknya tanah Tobona karena ada pengalihan fungsi lahan yang tidak disertai penataan ketataruangan yang sesuai dengan daya dukung secara geologi sehingga menyebabkan tanah bergerak,” kata Dedy.

“Pola gerakan tanah yang terjadi di Tobona merupakan aliran bahan rombakan, yang terjadi karena material sedimen di bagian teratas merupakan material rombakan (batupasir, batulempung serta andesit berukuran kerikil-bongkah).”

Dedy menambahkan, gerakan tanah Tobona diawali dengan intensitas curah hujan yang tinggi, terinfiltrasi masuk ke dalam perlapisan batuan penyusun wilayah terdampak, dan secara perlahan mempengaruhi stabilitas batuan yang ada.

“Material yang tidak kompak itu bergerak sesuai bidang gelincir yang sudah terbentuk oleh kemiringan lereng yang ada. Ini membuat material bergerak cepat ke titik rendah, yang didukung oleh material lepas yang memiliki beban lebih berat terutama andesit berukuran boulder-bongkah karena memiliki kerawanan yang sama,” jelasnya.

Langkah Mitigasi

Dedy mengatakan perlu adanya langkah mitigasi yang dilakukan semua pihak. Tujuan mitigasi itu sebagai upaya mengurangi risiko bencana yang akan terjadi.

Tentunya, sambung Dedy, harus melalui beberapa langkah, salah satunya sistem peringatan dini. Early Warning ini harus dioptimalkan di wilayah terancam gerakan tanah.

Rumah-rumah di daerah rawan longsor. (Kieraha.com)

“Juga perlu dilakukan kajian secara detail terhadap lokasi yang terindikasi berpotensi ada gerakan tanah,” ujarnya.

Dedy meminta warga masyarakat dan Pemkot Ternate agar pengembangan wilayah pemukiman di daerah tatanan geologi yang rawan terhadap bahaya gerakan tanah, tidak melakukan perubahan atau alih fungsi lahan sebagai wilayah pengaman/penahan laju erosi dan gerakan tanah. “Juga yang harus diperhatikan adalah melakukan penanaman pohon di wilayah punggungan dengan mengikuti pola kontur yang ada,” jelasnya.

Pemerintah khususnya instansi terkait, sambung Dedy, harus membuat drainage, agar tidak memotong lereng dan mengikuti pola kontur.

“Perlu juga pembuatan terasering pada lahan yang miring dan selalu waspada terhadap gejala atau tanda-tanda terjadinya longsor. Termasuk melakukan pemasangan rambu bahaya gerakan tanah, berdasarkan kajian teknis yang sudah dilakukan,” tambahnya.

“Ini sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah kabupaten/kota dan provinsi sebagai data dasar melakukan pembangunan agar terhindar dari bencana.”